Indigenous psychology
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indigenous
psychology merupakan pandangan psikologi yang berdasarkan asal
pribumi dan memiliki pemahaman berdasarkan fakta-fakta atau keterangan yang dihubungkan dengan konteks
kebudayaan setempat. Pendekatan
mendukung pembahasan mengenai pengetahuan, keahlian, kepercayaan yang dimiliki
seseorang serta mengkajinya dalam bingkai kontekstual yang ada. Teori, konsep,
dan metodenya dikembangkan secara indigenous disesuaikan dengan fenomena
psikologi yang ada. Tujuan utama dari pendekatan indigenous psyshcology adalah
untuk menciptakan ilmu pengetahuan yang lebih teliti, sistematis, universal
yang secara teoritis maupun empiris yang dapat dibuktikan.
Kemunculan Indigenous psychology tidak
lepas dari kebimbangan peniliti psikologi dari Asia yang belajar psikologi di
Barat, ketika mereka kembali dan mencoba untuk mengembangkan psikologi di
negaranya, mereka menjumpai banyak kesulitan dan mulai mempertanyakan kembali
validitasm, universalitas, dan aplikabilitas dari teori-teori psikologi.
Indigenous psychology menyajikan suatu pendekatan dimana muatannya (makna,
nilai, dan kepercayaan) bersifat kontekstual (keluarga, sosial, budaya, dan
ekologi) secara eksplisit menggabungkannya dalam suatu penelitian.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
landasan pengembangan Indigenous
Psychology di Indonesia ?
2. Menjelaskan
bagaimana Indigenous Psyhcology dalam konteks Indonesia ?
3. Bagaimana
perkembangan Indigenous Psychology di Indonesia dalam kontribusi Universitas
Gadjah Mada ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan
Ilmiah Pengembangan Indigenous Psychology di Indonesia
Implentasi konsep dan teori psikologi mainstream di Indonesia menyalahi
kodrat manusia Indonesia yang bhinneka tunggal ika. Mental manusia yang menjadi
focus kajian psikologi tidak serta merta terbentuk dengan sendirinya secara
universal, melainkan bersifat kontekstual yang salah satunya dideterminasi oleh
factor kultural. Pada konteks Indonesia, nilai-nilai kuktural tidak hanya
mengakar kuat pada historis yang dimanifestasikan dalam kehidupan bermasyarakat
hingga kini, melainkan juga menampilkan wajah masyarakat heterogen yang
multicultural.
Gagasana Ki Hadjar Dewantara tentang
pendidikan multicultural bernuansa nasionalis dan bersifat universal
pancadharma. Apabila ditinjau secara filosofis, universalitas pancadharma dapat
di pahami sebagai formulasi Ki Hadjar Dewantara untuk membangun model
pendidikan Indigenous. Dengan kata lain, sekolah Taman Siswa
merupakan wujud indigenisasi system pendidikan Barat yang gagal
diimplementasikan di Indonesia. Demikian halnya dengan upaya indigenisasi
psikologi mainstream, bahwa pancadharma dapat menjadi asas pengembangan Indigous Psychologi di Indonesia. Pengembangan indigenous psychology di
Indonesia dapat dilakukan dengan mengonversi strategi Trikon yang ditawarkan Ki
Hadjar
Dewantara dalam mengembangkan pendidikan berbasis kebudayaan, yang di antaranya
kontinuitas, konsentrsitas, dan konvergensi.
Berdasarkan konversi Trikon Ki Hadjar
Dewantara, maka pengembangan indigenous psychology di Indonesia dapat dilakukan
dengan tiga strategi, yaitu :
1. Pengembangan
wacana dalam riset sistematis merupakan eksplorasi pemikiran-pemikiran
kontekstual Indonesia sehingga dapat
dikembangkan menjadi konsep atau teori psikologi yang indigenous.
2. Pengembangan
riset yang berbasis tema merupakan eksplorasi unsur-unsur kultural atau
religious di Indonesia, baik berupa ajaran agama, system adata, terminology
daerah, maupun symbol-simbol kebudayaan.
3. Pengembangan
riset sintesis psikolgi yang mainstream denga psikologi local merupakan
komparasi konsep atau teori Barat-Amerika atau Asia dengan konsep teori local
Indonesia.
B.
Indigenous
Psychology dalam Konteks Indonesia
Indigenisasi psikologi di Indonesia
masih menjadi tanda tanya bagi sebagian akademisi. Keraguan akan urgensi
indigenisasi psikologi ini dapat dilatarbelakangi kurangnya perhatian akademisi
psikologi untuk melihat budaya sebagai konteks pada penelitian yang dilkakuan.
Budaya pada Indonesia merupakan salah satu bahasan penting yang ikut
mendeterminasi mental manusia Indonesia. Kenyataan ini tidak terlepas pada
fakta historis Indonesia sebagai integrasi dari berbagai bangsa-budaya yang
heterogen. Keunikan pengembangan
indigenous psychology di Indonesia seharusnya juga berbeda dengan yang
dikembangkan Negara lain.
Di Indonesia, budaya dan agama menjadi
unsur paling menonjol. Apabila kembali melihat jejak historis yang lebih jauh,
kekuatan budaya dan agama memang dibangun ratusan tahun sebelum Indoseia
merdeka bahkan sebelum masa kolonialisme Belanda. Kerajaan-kerajaan pada waktu
itu, baik yang dibangun diatas fondasi kultural seperti Majapahit ataupun
fondasi agama seperti samudra Pasai, semuanya mempresentasikan bangsa-bangsa
yang otonom dan independen. Maka tidak heran jika hingga saat ini manusia
Indonesia lebih mempresentasikan budaya dan agamanya dari pada
keindonesiaannya. Pengembangan indigenous psychology perlu dilakukan pada
konteks Indonesia dan bukan pada konteks budaya tertentu, mengingat bahwa
Bhineka Tunggal Ika tidak dipandang sebagai “ketunggalikaan yang bhinneka“
melainkan sebagai “kebhinekaan yang tunggal”.
Keunikan corak manusia berimplikasikan
terhadap pengembangan indigenous psychology di Indonesia. Pertama, kondisi ini mempertajam skeptic terhadap relevan dan
implementasi psikologi mainstream pada masyarakat non-Barat, khususnya
Indonesia yang multicultural. Kedua, indigenous
psychology yang memandang budaya sebagai konteks perlu disesuaikan dengan
konteks Indonesia. Artinya, pengembangan indigenous psychology tidak cukup jika
hanya mengkaji satu masyarakat tertentu.
Pengembangan indigenous psychology di
Indonesia perlu dilakukan secara sistematuis dan terstandar, bukan dilakukan
secara sporadis segabai gerakan otonom dari daerah-daerah tertentu. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara melibatkan subjek/responden penelitian yang
mewakili setiap wilayah Indonesia, atau para peneliti melakukan kolaborasi
dengan peneliti lain di berbagai wilayah Indonesia untuk mengkaji satu konsep
psikologi tertentu, sehingga temuan penelitian dapat dikatan indigenous yang
mempresentasikan manusia di Indonesia.
Beberapa
kajian indigenous psychology di Indonesia memang telah didokumentasikan namun
masih belum teruji oleh kebhinnekaan manusia Indonesia. Kajian-kajian tersebut
terhitung sebagai temuan indigenous local yang mempresentasikan manusia
didearah tertentu saja. Pengembangan indigenous psychology di Indonesia cukup
sulit dilakukan. Hal ini tidak hanya dilatarbelakangi oleh kebhinekaan manusia
Indonesia, melainkan juga oleh factor geografis Indonesia sebagai Negara
kepulauan yang relative luas. Namun, hal ini bukan factor yang mematahkan
semangat gerekan indigenisasi psikologi di Indonesia, melainkan dipandang
sebagai salah satu corak indigenisasi yang berbeda dengan Negara lain.
C.
Perkembangan
Indigenous Psychology di Indonesia: Kontribusi Universitas Gadjah Mada
Pergerakan indigenous psychology di
Indonesia baru terdengar dan mulai populer dalam satu decade terakhir. Padahal
secara historis, kesadaran indigenisasi psikologi di Indonesia telah muncul
bahkan jauh lebih awak dari pada pergerakan indigenisasi di Filipina dan
Taiwan. Adalah Universitas Gadjah Mada (UGM) yang ketika perintisan pendirian
fakultas psikologi pada 1950 hingga 1960-an sudah terdahulu menggunakan istilah
indigenous dalam psikologi, yaitu ilmu djiwa sebagai salah satu mata kuliah
fakultas Psikologi UGM. Ilmu djiwa merupakan mata kuliah psikologi yang didasari
konsep dan nilai Jawa Kuno.
Penggunaan istilah indigenous psychology
di Indonesia cukup bervariasi. Beberapa ahli psikologi di Indonesia
masing-masing menawarkan terminology dan konsep yang berdekatan dengan
indigenous psychology. Ada tiga istilah yang memiliki kedekatan makna dengan
indigenous psychology, yaitu :
1. Psikologi pribumi, memberikan
dikotomi antara pribumi dan non-pribumi. Penyebutan psikologi dengan istilah
ini akan menimbulkan isu disparitas rasial terutama dengan etnis Tionghoa dan Arab.
2. Psikolgi Ulayat, yang
dalam kamus Besar Bahasa Indonesia ulayat
berarti hak atau wilayah, umunya
digunakan dalam pembahasan mengenai hukum dan hak-hak yang diatur oleh nilai
adat.
3. Psikologi Nusantara, disebabkan
karena istilah nusantara lebih merujuk pada keragaman suku bangsa serta wilayah
kepulauan Indonesia.
Instutusionalisasi gerakan indigenous
psychology di Indonesia melalui pendirian pusat penelitian di beberapa
universitas yang tersebar diberbagai kawasan memiliki dua tujuan utama. Pertama, agar gerakan indigenisasi
psikologi di Indonesia menjadi terstruktur dengan adanya lembaga yang
menaunginya. Kedua, memudahkan proses
koordinasi dan kerjasama penelitian antara satu pusat penelitian dengan yang
lainnya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Indigenous psychology muncul dari budaya
setempat, berupa tingkah laku keseharian dipahamai dan diinterpresetasi dalam
kerangka pemahaman budaya setempat dan didesain untuk orang-orang setempat.
Perkembangan psikologi indigenous di Indonesia dapat dibangun melalui proses
indigenisasi yang diwarnai oleh etnik yang ada di Indonesia sebagai sumber
pengetahuan budaya setempat.
Indiginius psikologi di Indonesia
merupakan tugas besar yang membuthkan kerja sama dari berbagai akademisi maupun
praktisi psikologi di Indonesia. Upaya tersebut tidak cukup apabila hanya
dilakukan oleh pusat-pusat riset indigenous psychology yang terbesar di
Indonesia, melainkan juga membutuhkan, melainkan juga membutuhkan andil para
pelajar psikologi yang pada gilirannya akan melakukan penelitian. Dengan
demikian maka indigenous psychology di Indonesia dapat terus dikembangkan dari,
oleh, dan untuk orang Indonesia baik untuk keperluan akademis maupun praktis.
Daftar Pustaka
Faturochman, dll. 2017. Memahami dan
Mengembangkan INDIGENOUS PSYCHOLOGY. Pustaka Timur. Yogyakarta : Celeban Timur.
0 komentar