MEMBANGUN HUBUNGAN DALAM KONSELING
MEMBANGUN
HUBUNGAN
DALAM KONSELING
KETERAMPILAN
MENDENGARKAN
1.
Komitmen
Komitmen untuk memahami bagaimana perasaan orang lain, bagaimana mereka
melihat dunia; berati mengesampingkan prasangka dan keyakinan-keyakinan
pribadi, kecemasan dan self-interest, sehingga bisa memandang dunia dari
matanya, berusaha melihat dari prespektifnya.
2.
Komplein
2.1.
Kesadaran tentang bahasa tubuh klien:
apa yang dapat dilihat dari tingkah lakunya.
2.2.
Kesadaran tentang bahasa tubuh diri
sendiri: apa yang dapat dilihat orang dari tingkah laku diri sendiri.
2.3.
Mendengarkan apa yang dikatakan klien
dan bagaiman caranya menyampiakannya.
Tanpa
perhatian, Dialog antara dua orang akan menjadi monolog ganda, suatu
komunikasi paralel dan bukan komunikasi dua arah. Atensi yang kurang ini akan
tertampil melalu dua cara:
1.
Bahasa tubuh seseorang akan
mengkhianatinya.
a.
Pandangan matanya kemana-mana
b.
Terlihat gelisah
c.
Sering melihat jam
2.
Apa yang diberikan sebagai jawaban akan
menunjukan bahwa ia tidak mendengarkan. Misalnya :
a. Kata-katanya
akan menunjukan bahwa ia tidak memahami apa yang dikatakan dan tidak berusaha
untuk memahami.
b. Atau apa
yang dikatakannya hanya sedikit berhubungan dengan apa yang seharusnya
didengarkan.
3.
Bila Konselor Memberikan Atensi
3.1.
Klien akan merasa dihargai. Mereka merasa
konselor memeberi waktu dan perhatian dan bahwa keprihatinan mereka merupakan
sesuatu yang jadi pehatian konselor juga.
3.2.
Konselor akan menjadi lebih mudah untuk
memahami alasan mengapa seorang klien datang minta bantuan.
3.3.
Konselor akan ada dalam posisi yang
lebih baik untuk memberi kliennya informasi (atau nasehat bila perlu) yang
sesuai dengan kebutuhan klien dan yang akan benar-benar bisa membantu klien.
3.4.
Konselor akan mampu untuk menilai apakah
bisa membantu klien ini, dan bila tidak, bisa memberi saran siapa yang lebih
tepat untuk membantunya.
4.
Komunikasi Verbal dan Nonverbal
4.1.
Komunikasi verbal
Pearson
(1983), mendefinisikan komunikasi verbal sebagai proses pertukaran makna
melalu penggunaan kata-kata. Berarti ada pertukaran kata-kata.
4.1.1. Penulis
ini juga mengatakan kata-kata bersifat simbolik. Misalnya :
Benda
buatan manusia yang mengeluarkan sinar terang disebut “lampu”, karena
berdasarkan konvensi benda semacam ini disebut lampu.
4.1.2. Kata-kata
juga arbitary (buatan).
Misalnya
:
“Mata”
dalam bahasa Indonesia, sama benarnya dengan “eye” dalam bahasa Inggris.
Kata
“pelacur” dahulu, sekarang berubah menjadi “pekerja seks komersial”.
4.1.3. Kata juga
bisa menghalangi komunikasi
Kata-kata
sering dipergunakan orang dengan arti yang tidak biasa. Misalnya :
Dahulu
kata “ayam” di Jawa Tengah digunakan sebagai pengganti “pekerja seks
komersial”, pedahal umumnya ayam adalah istilah yang biasa dipakai untuk
menyebut binatang berkaki dua yang bisa dimakan.
4.2.
Komunikasi nonverbal
Tingkah laku nonverbal yang diasosiasikan
dengan positive regard (hal positif) untuk orang lain adalah (Hackney
& Cormier , 2011)
Nada suara : lembut, menentramkan.
Ekspresi wajah : tersenyum, menunjukan
minat.
Posture (sikap) :
relax (bersantai), condong ke arah orang yang diajak
bicara.
Gestures (gerak-gerik) : open
(terbuka), welcoming (menyambut).
Kedekatan fisik : dekat.
Sentuhan : lembut dan diskrit.
5.
Empat Keterampilan Mendengar Reflektif
Bolton (2003)
mengtakan ada empat keterampilan mendengar reflektif, yaitu :
5.1.
Paraphrasing
Paraphrasing adalah
jawaban yang menyebutkan esensi dari isi pesan yang disampaikan dengan
menggunakn kata-kata pendengarnya sendiri. Suatu paraphrase yang efektif
:
5.1.1. Haruslah
ringkas
5.1.2. Merefleksikan
yang esensial dari pesan yang disampaikan pembicara
5.1.3. Memfokuskan
pada isi (content), dan akhirnya
5.1.4. Diucapkan
dengan menggunaka kata-kata si pendengar sendiri.
5.2.
Reflecting Feelings
(Merefleksikan Perasaan)
Orang harus
meningkatkan kemampuan untuk “mendengarkan” perasaan. Caranya antara lain
dengan :
5.2.1. Fokuskan
pada kata-kata perasaan.
5.2.2. Perhatikan
isi umum pesan itu.
5.2.3. Amati
bahasa tubuh.
5.2.4. Tanyalah
kepada diri sendiri, “bila saya mengalami peristiwa tersebut, apa yang akan
saya rasakan ?”.
5.3.
Reflecting Meanings
(Merefleksikan Makna)
Keuntungan
Refleksi Makna (Mendengar Aktif) :
5.3.1. Orang akan
sangat menghargai bila merasa didengarkan.
5.3.2. Mencegah
meningkatnya rasa marah dan meredakan krisis.
5.3.3. Menghentikan
komunikasi yang salah. Asumsi yang salah, kesalahan-kesalahan dan interpretasi
yang salah dikoreksi pada saat itu juga.
5.3.4. Membantu
konselor mengingat apa yang dikatakan.
5.3.5. Bila
dilakukan mendengar aktif, maka tidak akan dilakukan reaksi-reaksi lain
(seperti menggurui, mengecilkan arti seseorang, dll.) yang akan mengganggu
rapor.
5.3.6. Bila
seseorang merasa didengarkan, ia akan lebih mudah mendengarkan orang lain.
5.4.
Summative Reflection
(Refleksi Sumatif)
5.4.1. Kemungkinan
lain adalah ketakutan akan kemungkinan dipengaruhi orang lain, maka dalam
berkomunukasi terdapat banyak omissions (tidak memberi informasi) dan inaccuracies
(informasi tidak tepat).
5.4.2. Konselor
dan klien berespons terhadap pikiran mereka sendiri, tidak berespons terhadap
apa yang disampaikan oleh orang lain.
5.4.3. Berusaha
mengevaluasi motif-motif dari pihak yang lain sehingga karena tidak
mendengarkan, maka yang terjadi adalah: (i) Kehilangan sebagian informasi yang
dikomunikasikan; (ii) komunikasi defensif dari pihak yang lain.
6.
Halangan Psikologis
Halangan-halangan psikologis mengakibatkan kegagalan memori (memory
failure). Kemungkinan yang terjadi adalah :
6.1.
Lupa
tidak ada informasi, atau yang diingat dan dilupakan bersifat selektif.
6.2.
Distorsi dari informasi.
Karena
ada kekuatan-kekuatan emosional yang menghalangi, terjadi ketidakmampuan
psikologis untuk memproduksi informasi.
7.
Kesulitan Dalam Bahasa
7.1.
Karena kata-kata adalah simbol yang
menggantikan realitas yang ingin disampaikan, sering tidak ditemukan kata-kata
yang tepat. Misalnya :
7.1.1.
Bagaimana menjelaskan suatu perasaan
sakit baik secara fisik maupun psikologis.
7.1.2.
Kemudian kalau sudah ditemukan kata-kata
yang tepat apakah lawan bicara juga mempunyai pemahaman yang sama?
7.2.
Jumlah perbendaharaan kata yang dipunyai
juga menimbulkan kesulitan.
Yang
satu berpendidikan SD dari desa,
yang
lain bependidikan sarjana dari luar negri,
mungkin
akan menimbulkan kesulitan berkomunikasi.
8.
Communication Anxiety
Communication
anxiety ini khusus ada dalam suatu hubungan membantu (termasuk
konseling dan terapi). Merupakan kecemasan yang diasosiasikan dengan komunikasi
data pribadi.
Communication
anxiety ini timbul karena :
8.1.
Cemas moral judgment dari
konselor, klien menghindar memberi informasi yang bisa menimbulkan kritik, atau
penilaian buruk terhadap pribadinya.
8.2.
Dengan memberi informasi, berarti
memberi power/kekuasaan pada orang lain yang bisa mencelakakan dirinya.
Orang tahu apa yang menjadi rahasia pribadinya yang bisa mencelakakannya.
8.3.
Karena konselor adalah orang khusus,
justru konselor akan tahu yang berarti ada orang lain yang tahu tentang horrible
truth yang dia sendiri tidak tahu.
8.4.
Mencuatkan/memunculkan hal-hal yang
selama ini dihindari sebagai usaha mempertahankan diri sendiri dari self
hatred dan self contempt. Pertanyaan–pertanyaan konselor mendatangkan
pikiran-pikiran yang selama ini dihindari.
ASESMEN DALAM KONSELING
Menilai
(melakukan asesmen) apa yang sebenarnya menjadi masalah klien adalah bagian
yang sangat penting dari konseling. Seorang konselor pemula, kadang-kadang
begitu ingin untuk membantu kliennya,
mengurangi penderitaannya, sehingga terburu-buru dalam fase ini.
TUJUAN ASESMEN
Hackney dan
Cormier (2001), menguntip proses asesmen yang dapat meningkatkan hubungan
konselor-klien :
- Melancarkan proses pengumpulan informasi.
- Memungkinkan konselor membuat diagnosis yang akurat.
- Memfasilitasi perkembangan dari suatu rencana tindakan yang efektif.
- Menentukan tepat atau tidaknya seseorang untuk suatu program tindakan tertentu.
- Menyederhanakan pencapaian sasaran dan pengukuran kemajuan.
- Meningkatkan wawasan (insight) mengenai kepribadian seseorang dan mengklarifikasi konsep-diri.
- Menilai lingkungan atau konteks.
- Meningkatkan konseling dan diskusi yang lebih terfokus dan relevan.
- Mengidentifikasi kemungkinan bahwa peristiwa tertentu akan terjadi, seperti sukses dalam usaha okupasional atau akademik.
- Meningkatkan terjemahan dari minat, kemampuan dan dimensi kepriadian dalam peristilahan okupasional.
- Menghasilkan opsi dan alternatif.
- Memfasilitasi perencanaan dan pembuatan keputusan.
KOMPONEN
ASESMEN
Interviu Riwayat Hidup
1.
Data Identifikasi
1.1.Nama
1.2.Alamat
1.3.No.
Telepon
1.4.Umur
1.5.Jenis
kelamin
1.6.Status
Pernikahan
1.7.Pekerjaan/Sekolah
2.
Presentasi Problem oleh Klien
2.1.
Seberapa jauh masalah ini mengganggu
fungsi sehari-hari ?
2.2.
Bagaimana masalah ini “menunjukan”
dirinya, pikiran, perasaan yang diasosiasikan dengan masalah ini. Tingkah laku
apa yang terlihat ?
2.3.
Seberapa sering muncul, sudah berapa
lama, kapan mulai timbulnya ?
2.4.
Apakah ada pola kejadian tertentu
disekitar timbulnya masalah, dengan siapa, kapan terjadinya, apa yang terjadi
sebelum dan sesudahnya, apakah dapat diantisipasi ?
2.5.
Apa yang menyebabkan klien memutuskan
untuk datang konseling sekarang ini ?
3.
Tatanan Kehidupan Klien Saat ini
Apa latar
belakang dan konteks kehidupan sehari-hari klien ?
3.1.
Apa yang merupakan hari atau minggu
tipikal untuk klien ?
3.2.
Aktivitas sosial, religius, rekreasional
apa yang ada ?
3.3.
Bagaimana keadaan pekerjaan/pendidikan
klien ?
3.4.
Apakah ada hal-hal khusus yang
berhubungan dengan budaya, etnik, religi, gaya hidup, usia, fisik yang harus
dihadapi oleh klien ?
4.
Riwayat Keluarga
4.1.Ayah :
4.1.1. Nama
4.1.2. Usia
4.1.3. Pendidikan
4.1.4. Pekerjaan
4.1.5. Deskripsi
Kepribadian
4.1.6. Peran
dalam keluarga
4.1.7. Hubungan
(mereka, klien dengan mereka dan saudara lain)
4.2.Ibu :
4.2.1. Nama
4.2.2. Usia
4.2.3. Pendidikan
4.2.4. Pekerjaan
4.2.5. Deskripsi
Kepribadian
4.2.6. Peran
dalam keluarga
4.3.Saudara
:
4.3.1. Nama
4.3.2. Usia
4.3.3. Pendidikan
4.3.4. Pekerjaan
4.3.5. Situasi
kehidupan (saudara)
4.3.6. Hubungan
(klien dengan saudara)
4.4.
Saudara lain :
4.5.Deskripsi
stabilitas keluarga
4.5.1. Berapa
kali pindah (alasan)
4.5.2. Berapa
banyak pekerjaan yang dipegang
v
Catatan: Informasi ini akan memberi insight
bila kemudian dalam sesi-sesi
selanjutnya muncul masalah klien yang
berkaitan dengan hal ini.
5.
Riwayat Pribadi
5.1.Riwayat
Medik :
Sakit
yang tidak biasa atau yang relevan dari sebelum lahir sampai sekarang.
5.2.Riwayat
Pendidikan :
Dari
kecil sampai sekolah menengah dan sesudahnya. Termasuk kegiatan ekstrakurikuler
(tidak hanya disekolah) dan hubungan dengan teman-teman.
5.3.Riwayat
pekerjaan :
5.3.1. Alamat
tempat kerja
5.3.2. Jenis
pekerjaan
5.3.3. Lama
bekerja
5.3.4. Hubungan
(klien dengan teman sejawat)
5.4.Riwayat
Seksual dan Material :
5.4.1. Dimana
klien mendapat informasi seksual ?
5.4.2. Riwayat
pacaran ?
5.4.3. Pernah
bertunangan atau menikah?
5.4.4. Hubungan
emosional yang serius sebelum yang sekarang ?
5.4.5. Mengapa
putus ?
5.4.6. Bagaimana
hubungan dengan pasangan sekarang ?
5.4.7. Karakteristik-karakteristik
apa yang menyebabkan akhirnya menikah ?
5.4.8. Ada
anak?
5.5.
Pengalaman
5.5.1. Punya
pengalaman apa dengan konseling ?
5.5.2. Sudah
pernah ikut konseling ?
5.5.3. Bagaimana
reaksinya ?
5.6.
Saran pribadi
5.6.1. Apa
saran pribadi klien dalam hidup ?
6.
Deskripsi Tentang Klien Selama Interviu
Observasi
tentang klien :
6.1.
Penampilan fisik
6.2.
Pakaian
6.3.
Sikap tubuh
6.4.
Gerakan-gerakan tangan
6.5.
Ekspresi wajah
6.6.
Kualitas suara
6.7.
Ketegangan
6.8.
Bagaiman klien berelasi selama sesi
6.9.
Kesiapan jawaban klien
6.10. Motivasi
6.11. Kehangatan
6.12. Jarak
6.13. Pasivitas,
dan lain-lain
6.14. Apakah
ada fungsi-fungsi (persepsi, sensori) yang mengganggu ?
6.15. Taraf
informasi yng diberikan, perbendaharaan kata, penilaian klien, kemampuan
abstraksi ?
6.16. Bagaimana
alur berpikir dan caranya berbicara ?
6.17. Apakah
logis ?
6.18. Kesinambungan
pembicaraan ?
7.
Ringkas Dan Rekomendasi
Sundberg, Winebarger dan Taplin (2002),
membagi-bagi garis besar untuk interviu riwayat hidup sebagai berikut :
7.1.
Data Identifikasi :
7.1.1. Nama
7.1.2. Jenis
kelamin
7.1.3. Pekerjaan
7.1.4. Penghasilan
7.1.5. Pendidikan
status marital
7.1.6. Alamat
7.1.7. Tempat
tanggal lahir
7.1.8. Agama
7.1.9. Identitas
kultural, dll.
7.2.
Alasan datang ke institusi, harapan
pelayanan.
7.3.
Keadaan sekarang dan baru-baru ini :
7.3.1. Tempat
tinggal
7.3.2. Kegiatan
utama
7.3.3. Aktivitas
sehari-hari
7.3.4. Perubahan-perubahan
hidup dalam bulan-bulan terakhir
7.3.5. Perubahan
yang akan terjadi.
7.4.
Konstelasi keluarga : Deskripsi tentang
7.4.1. Orangtua
7.4.2. Saudara
7.4.3. Keluarga
lain yang signifikan
7.4.4. Peran
responden dalam masa perkembangannya.
7.5.
Ingatan-ingatan dini :
Deskripsi
tentang peristiwa pertama yang paling jelas diingat dan kejadian yang melingkupinya.
7.6.
Kelahiran dan perkembangan :
7.6.1. Usia
ketika berjalan dan bicara
7.6.2. Masalah
jika dibandingkan anak lain
7.6.3. Kesulitan-kesulitan
perkembangan lainnya
7.6.4. Pandangan
tentang efek dari pengalaman dini.
7.7.
Kondisi kesehatan dan fisik :
Penyakit
dan luka-luka (injury) pada masa kanak-kanak dan kemudian;
7.7.1. Obat-obatan
yang dikomsumsi sekarang berdasarkan resep dokter
7.7.2. Obat
tanpa resep yang diminum
7.7.3. Rokok
7.7.4. Alkohol
7.7.5. Perbandingan
tubuh sendiri dengan orang lain
7.7.6. Kebiasaan
makan dan olahraga.
7.8.
Pendidikan dan pelatihan :
7.8.1. Minat
khusus atau prestasi khusus
7.8.2. Belajar
diluar sekolah
7.8.3. Bidang-bidang
yang menimbulkan kesulitan dan kebanggaan
7.8.4. Apakah
ada masalah budaya.
7.9.
Catatan pekerjaan :
7.9.1. Alasan
ganti pekerjaan
7.9.2. Sikap
terhadap kerja
7.10. Reaksi,
minat dan kesenangan :
7.10.1. Termasuk kerja volunter
7.10.2. Membaca
7.10.3. Pandangan
responden atas kemampuan untuk mengekspresikan diri sendiri
dan membahagiakan diri sendiri.
7.11. Perkembangan
seksual :
7.11.1. Meliputi
awareness
7.11.2. Aktivitas
seksual yang dijalankan
7.11.3. Pandangan
tentang keadekuatan ekspresi seksualnya sekarang ini.
7.12. Data
marital dan keluarga :
7.12.1. Peristiwa-peristiwa
penting dan apa yang menyebabkannya
7.12.2. Perbandingan
antara keluarga sekarang dengan keluarga asal.
7.13. Dukungan
sosial :
Jaringan
komunikasi, dan minta sosial :
7.13.1. Orang-orang
yang paling sering diajak bicara
7.13.2. Orang-orang
yang dapat memberikan berbagai macam bantuan
7.13.3. Jumlah
dan kualitas interaksi
7.13.4. Perasaan
memberi kontribusi kepada orang lain dan minat terhadap masyarakat.
7.14. Deskripsi
diri :
7.14.1. Kekuatan
diri
7.14.2. Kelemahan
diri
7.14.3. Kemampuan
untuk menggunakan imajinasi
7.14.4. Kreativitas
7.14.5. Nilai-nilai
7.14.6. Ideal-ideal.
7.15. Pilihan-pilihan
dan titik ubah (turning point) dalam hidup :
Riviu
mengenai keputusan responden yang paling penting dan
perubahan
penting yang terjadi,
termasuk
di sini satu kejadian yang paling penting.
7.16. Sasaran
pribadi dan pandangan tentang masa depan :
7.16.1. Apa yang
dikehendaki subjek untuk terjadi dalam jangka pendek dan jangka panjang
7.16.2. Apa yang
diperlukan supaya hal itu dapat terjadi
7.16.3. Realisme
dalam orientasi waktu dan kemampuan untuk membuat prioritas.
7.17. Keterangan
lain
Yang
menurut responden belum ditanyakan atau terlupakan dari riwayat hidupnya.
v
Catatan: pedoman untuk interviu riwayat
hidup (case history interview) bersifat
netral, dalam arti dapat
dipakai oleh konselor dari pendekatan yang mana
pun. (Sundberg, Winebarger
dan Taplin; 2002).
DEFINISI MASLAH
Brammer,
Abrego dan Shostrom (1993) mengatakan, seorang konselor yang baik akan berusaha
mengidentifikasikan pengertian pribadi (personalized meaning)
diri suatu masalah.
Bagi klien pribadi, apakah
artinya masalah ini. Mislanya, masalah kesepian
·
Apakah arti masalah kesepian bagi klien
yang datang ini.
·
Apakah kesepian didefinisikan klien
sebagai penghambat pekerjaan ?
·
Ataukah kesepian kemudian termanifestasi
dalam keluhan bahwa dirinya adalah orang yang membosankan, jelek dan sebagai
konsekuensinya tidak dapat membina hubungan dengan orang lain?
Dengan memahami pengertian pribadi ini,
lebih mudah bagi konselor untuk membantu kliennya mencari solusi dari
permasalahannya.
1.
Komponen-Komponen Masalah
Cara-cara
masalah termanifestasi baik secara primer maupun sekunder :
1.1.
Perasaan-perasaan yang diasosiasikan
dengan masalah (perasaan atau efek utama yang perlu dinilai)
1.1.1. Kebingungan
1.1.2. Depresi
1.1.3. Rasa
marah
1.1.4. Takut.
1.2.
Kognisi yang diasosiakin dengan masalah
1.2.1. Pikiran
1.2.2. Keyakinan
1.2.3. Persepsi
dan dialog internal
1.2.4. Ruminasi
1.2.5. Self-talk.
1.3.
Tingkah laku yang diasosiasikan dengan
masalah
Tingkah
laku spesifik yang dapat dilihat oleh orang lain termasuk konselor, tidak hanya
oleh klien sendiri.
1.4.
Keluhan fisik dan somatik yang
diasosiasikan dengan masalah.
1.5.
Aspek interpersonal dari masalah
Efek pada orang-orang lain yang
signifikan dan pada hubungan klien dengan orang lain, tercakup didalamnya :
1.5.1. Hubungan
dengan keluarga
1.5.2. Hubungan
Teman
1.5.3. Hubungan
Saudara
1.5.4. Hubungan
Sejawat
1.5.5. Hubungan
Teman sebaya
Juga
efek dari orang-orang yang signifikan terhadap masalah.
2.
Pola Peristiwa
Yang memberi kontribusi
(dapatkah diidentifikasi suatu pola atau sekuensi/urutan peristiwa yang
sepertinya mengarah kepada timbulnya masalah dan juga mempertahankannya ?)
2.1.
Kapan masalah terjadi ? Di mana? Dengan
siapa?
2.2.
Apa yang terjadi pada waktu ketika
masalah muncul ?
2.3.
Apa yang terjadi sebentar sebelum
masalah muncul ?
2.4.
Apa yang tipikal terajdi segera setelah
masalah muncul ?
2.5.
Apa yang membuat masalah menjadi membaik
? Menghilang ?
2.6.
Apa yang memperburuk masalah ?
3.
Lamanya/Durasi Masalah
Berapa lama masalah ini sudah
mengganggu klien dan/atau merintangi berfungsinya klien sehari-hari ?
3.1.
Sudah berapa lama masalah ini ada ?
3.2.
Seberapa sering masalah ini terjadi ?
3.3.
Berapa lama berlangsungnya bila masalah
ini terjadi ?
3.4.
Apa yang menyebabkan klien meminta
konseling pada saat ini sehubungan dengan masalah ini ?
3.5.
Dengan cara-cara bagaimana masalah ini
mengganggu berfungsinya klien sehari-hari ?
4.
Keterampilan Coping Klien
Kekuatan-kekuatan dan sumber
daya yang dimiliki klein :
4.1.
Bagaiaman caranya klien menanggulangi
masalah itu selama ini ? Mana yang berhasil ? Mana yang tidak berhasil ?
4.2.
Bagaimana cara klien secara sukses
mengatasi masalah lain ?
4.3.
Sumber daya, kekuatan-kekuatan, sistem
dukungan apa saja yang dipunyai klien yang dapat membantu usaha untuk perubahan
?
4.4.
Bagaimana “pandangan mendunia” klien ?
Sejarah
sosiopolitik dari kelompok dimana klien mengidentifikasikan dirinya ?
Bahasa (-bahasa) yang dikuasai klien ?
Lingkungan
dimana klien dibesarkan ?
Agama
yang dipraktikkan klien ?
KETERAMPILAN
YANG DIASOSIASIKAN DENGAN ASESMEN
1.
Pertanyaan-Pertanyaan Untuk Klarifikasi
Kadang-kadang konselor enggan untuk mencari
klarifikasi karena khawatir memutus alur bicara klien atau merupakan distraksi
yang mengganggu. Bila cerita klien betul tidak dapat dipahami, lebih baik untuk
mencari klarifikasi daripada berlarut-larut dan sampai pada kesimpulan yang
salah.
Contoh :
“Dapatkah
Anda menggambarkan perasaan itu dengan cara lain ? Saya tidak
yakin,
saya menangkap betul apa yang ingin Anda sampaikan”.
“Apakah
yang kamu maksud ketika kamu mengatakan bahwa orangtuamu
cuek ?”
2.
Pertanyaan-Pertanyaan Terbuka
Jawaban
terhadap pertanyaan terbuka terdiri dari lebih dari satu kata. Pertanyaan
terbuka akan sanagat bermanfaat pada waktu-waktu yang spesifik, yaitu :
2.1.
Pada awal interviu
Contoh :
“Anda
ingin bicara tentang apa ?”
“Apa
yang membuat Anda akhirnya memutuskan untuk konseling ?”
“Bagaimana
keadaan Anda minggu ini ?”
2.2.
Mendorong klien untuk melakukan
elaborasi
Contoh :
“Apa
yang terjadi ketika Anda kehilangan kendali ?”
“Bagaiman
menurut Anda supaya keadaan membaik ?”
“Apa
yang membuat Anda menjadi bingung ?”
2.3.
Meminta contoh spesifik
Contoh :
“Apa
yang Anda lakukan ketika itu terjadi ?”
“Persisnya,
bagaimana perasaan Anda ?”
“Contohnya
bagaimana ?”
3.
Pertanyaan-Pertanyaan Tertutup
Jawaban sempit dan spesifik.
Pertanyaan yang bisa dijawab dengan “ya” dan ‘tidak”.
Contoh :
“Berapa usia
Anda ketika ayah Anda meninggal ?”
“Apakah
Anda sudah pernah mendapat konseling atau terapi ?”
“Apakah
Anda bekerja sekarang ini ?”
Jangan dilupakan bahwa, membangun rapport
terjadi sepanjang konseling, sehingga tentunya tidak hanya jenis-jenis
pertanyaan di atas ada dalam tahap ini.
EFEK
DARI ASESMEN
Efek
dari asesmen bisa positif dan bisa negatif.
1.
Pisotif
Melakukan
asesmen terhadap klien bisa menyebabkan :
1.1.
Klien merasa dipahami
1.2.
Klien merasa lega
1.3.
Klien mempunyai pengharapan
1.4.
Klien termotivasi untuk melakukan
perubahan-perubahan yang diperlukan.
2.
Negatif
Dari
sisi negatifnya, misalnya :
2.1.
Klien merasa cemas
2.2.
Klien merasa seperti diintrogasi
2.3.
Rentan-penuh pertanyaan (apakah konselor
adalah memang seorang yang dapat betul-betul dipercaya)
2.4.
Merasa dievaluasi (bertanya-tanya
bagaimanakah keadaan dirinya)
2.5.
Apakah dia bodoh, gila
2.6.
Apakah ada sesuatu yang memang
benar-benar salah dalam dirinya.
MENGEMBANGKAN SASARAN
KONSELING DAN MEMILIH STRATEGI INTERVENSI
1.
Mengembangkan
Sasaran Konseling
Mengembangkan
sasaran konseling adalah sangat penting, karena memberi arah pada konseling.
a.
Fungsi
sasaran konseling
Hackney
dan Cormier (2001) mengatakan bahwa adanya sasaran konseling mempunyai 4
fungsi:
1.
Motivasional.
Kalau klien didorong untuk menentukan sasaran yang spesifik, ia akan
termotivasi untuk mencapainya.
2.
Edukasional.
Klien sering tidak berhasil umtuk mengelola hidupnya karena mereka tidak tahu
bagaimana membentuk sasaran yang positif dan dapat dicapai.
3.
Evaluatif.
Sasaran juga dapat dipakai menilai apakah konseling berhasil atau tidak.
4.
Asesmen
untuk teknik intervensi. Apakah suatu bentuk intervensi memang efektif untuk
menangani suatu masalah tertentu.
b.
Kesulitan
dalam Menentukan Sasaran Spesifik
Krumboltz
dan Thoresen (1969) adalah ahli-ahli dalam konseling behavioral. Sebagai
ahli-ahli konseling behavioral, bagi mereka penting sekali untuk menilai sejauh
mana sasaran sudah tercapai dan untuk ini diperlukan untuk parameter tingkah
laku yang jelas.
Seberapa
spesifik suatu sasaran, tergantung dari pemahaman konselor dan klien tentang
masalah tersebut. Menurut Hackney dan Cormier (2001), untuk memudahkan klien
dalam membuat sasaran konkret, dapat dilakukan dengan membuat Peta Penetapan
Sasaran (Goal Setting Map) yang
terdiri dari 3 langkah:
Langkah 1 : pilih sasaran
utama (jangka pendek atau jangka panjang)
Langkah 2 : membuat
subsasaran, tulis lima langkah yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran ini.
Langkah 3 : tugas segera.
Untuk setiap sasaran, tuliskanlah 2 tingkah laku spesifik yang harus dilakukan
agar sasaran tersebut dapat tercapai.
c.
Keterampilan
yang Diasosiasikan dengan Penetapan Sasaran
Keterampilan
dan kondisi yang diasosiasikan dengan hubungan yang efektif perlu untuk
menetapkan sasaran. Jadi rapport adalah utama. Juga kemampuan untuk
mendengarkan, mendengar keinginan dan harapan klien.
Selain
keterampilan untuk mengadakan relasi, mendengarkan, dan bertanya, ada dua
keterampilan yang perlu dalam proses penetapan sasaran, yaitu konfrontasi dan
respon “potensi-kemampuan”.
1.
Konfrontasi
Konfrontasi adalah suatu
respons yang memungkinkan klien untuk menghadapi ada yang dihindarinya, apakah
itu suatu pikiran, perasaan atau tingkah laku. Pada konfrontasi, yang terjadi
adalah menggambarkan tingkah laku klien, mengobservasi tingkah laku klien dan
menunjukkan bukri-bukti yang ada. Fungsi
konfrontasi adalah:
·
Membantu
usaha klien untuk lebih kongruen dengan menunjukkan diskrepansi-diskrepansi tingkah
lakunya.
·
Menegakkan
konselor sebagai model untuk komunikasi yang langsung dan terbuka.
·
Merupakan
respons yang berorientasi-tindakan.
·
Bermanfaat
untuk menjajaki konflik yang diasosiasikan dengan perubahan dan penetapan
sasaran.
2.
Respons
“Potensi-Kemampuan”
Adalah respons konselor yang
menunjukan kepada klien bahwa klien mampu atau mempunyai potensi untuk
melakukan sesuatu bila ia menghendaki. Respons jenis ini bermanfaat karena:
·
Memungkinkan
konselor untuk mensugestikan bahwa klien mempunyai kemampuan atau potensi untuk
melakukan suatu bentuk aktifitas yang spesifik.
·
Respons
ini juga mengomunikasikan dukungan dan keyakinan konselor kepada kemampuan
klien untuk melakukan suatu tindakan.
·
Juga
mengomunikasikan bahwa klien mempunyai sedikit kendali atau kekuasaan atas
lingkungannya.
·
Respons
potensi-kemampuan dapat dipakai untuk mensugestikan suatu alur tindakan yang
mungkin sudah terpikirkan oleh klien atau mungkin juga belum.
·
Sangat
bermanfaat bila klien mengalami kesulitan untuk mengidentifikasikan subsasaran
atau tugas segera.
d.
Efek
Penetapan Sasaran pada Klien
Biasanya berdampak positif.
Manfaatnya:
·
Mengurangi
kebingungan klien, menjadi lebih jelas apa yang menjadi keinginan dan
kebutuhannya.
·
Membantu
klien memilah apa yang penting dan tidak penting dalam hidupnya.
·
Mendorong
klien untuk membuat keputusan dan pilihan yang mewakili nilai-nilai dan
prioritas yang paling signifikan di dalam hidupnya.
·
Memberi
klien pandangan lain tentang masalah dan keprihatinannya.
·
Dapat
bersifat efektif
2.
Memilih
Strategi Intervensi
Memilih strategi intervensi
yang tepat harus melalui proses evaluasi. Seorang konselor harus memperhatikan
beberapa hal kalau dia ingin konselingnya berhasil, antara lain: apakah ada
kecocokan antara metode yang dipakainya dengan simtom (keluhan) yang
disampaikan oleh klien. Satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah person/counselor fit. Yang dimaksud
adalah tidak semua konselor dapat membantu semua orang yang datang minta
bantuan kepadanya, dan adalah destruktif bila konselor mempunyai pikiran
demikian.
a.
Sasaran
yang Diidentifikasi dan Rencana Tindakan
Sasaran berhubungan langsung
dengan pilihan strategi dan intervensi yang akan dipilih oleh konselor.
b.
Basic ID
Basic ID bersifat netral tanpa
memperhatikan faktor lingkungan, kemajemukan budaya dan isu kontekstua, serta
dapat dipakai oleh segala macam pendekatan. Ivey dkk. (2002) mengutip
penjelasan Lazarus tentang BASIC-ID ini sebagai berikut:
B Behavior-
tingkah laku seperti yang diterapkan pada analisis behavioral
A Affect-
perasaan dan emosi
S Sensations-
senses dari penglihatan, suara, bau, sentuhan, rasa (taste) ditambah dengan
sensualitas dan seksualitas
I Imagery-
kemampuan untuk membentuk gambaran mental mengenai kejadian, ditambah dengan
banyaknya khayalan ddan fantasi yang digunakan
C Cognitions-
self-talk dan pikiran-pikiran tentang diri, ide dan falsafah.
I Interpersonal
relationship- gaya umum ditambah dengan seberapa besarnya individu ini
merupakan “people” person.
D Drugs-
faktor obat-obatan dan biologis/kesehatan
0 komentar