BIPOLAR DISORDER PADA ANAK DAN REMAJA
BIPOLAR
DISORDER PADA ANAK DAN REMAJA
Bipolar
Disorder Pada Anak dan Remaja
Istilah Bipolar Disorder (BD)
dimunculkan karena pada kasus-kasus ganggguan jenis ini, anak tidak hanya akan
mengalami periode episode mania (manic episodes) serta juga akan
mengalami depresi (depression episodes) seumur hidup mereka. Manic dan depression sendiri
merupakan dua hal yang saling berlawanan dan berbeda kutub.
Ada
empat jenis mood episodes di dalam BD yaitu mania, hypomania,
depresi, dan episode campuran. Ketika sedang berada dalam episode mania, maka
anak akan mengalami peningkatan aktivitas fisik maupun mental. Misalnya,
menjadi sangat bersemangat ketika melakukan banyak kegiatan, serta
memiliki banyak ide-ide baru yang ingin diwujudkan. Sebaliknya, ketika ia
sedang berada dalam episode depresi, maka ia akan mengalami penurunan
aktivitas. Misalnya, anak menjadi tidak tertarik melakukan kegiatan
sehari-hari, mengurung diri dalam suatu ruangan dan tertutup. Episode mania
biasanya dimulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara dua minggu hingga lima
bulan, sedangkan episode depresi cenderung berlangsung lebih lama.
Sumber Gambar: Cleveland Clinic
Kemunculan
BD pada seseorang berbeda-beda. Kemunculan BD Type I 2,4%, BD Type II
berkisar antara 0,3%-4,8%, Cyclithomania antara 0,5%-6,3%,
dan Hypomania antara 2,6%-7,8%.
Gangguan
bipolar merefleksikan adanya gangguan pada sistem motivasional yang disebut
dengan Behavioral Activation System atau BAS. BAS
memfasilitasi kemampuan manusia untuk memperoleh reward dari
lingkungannya dan ini dikaitkan dengan positive emotional states yang
dimiliki seseorang, karakteristik kepribadian seperti extrovert,
peningkatan energi, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur.
Secara
biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur syaraf dalam otak yang melibatkan dopamine
neurotransmitter dan juga terkait dengan perilaku untuk memperoleh reward
tertentu. Peristiwa kehidupan yang melibatkan pencapaian tujuan atau reward
diprediksi meningkatkan simptom mania. Sedangkan peristiwa positif lainnya
tidak terkait dengan perubahan pada simptom mania, dan pencapaian tujuan tidak
terkait dengan perubahan dalam simptom depresi. Dengan demikian, BAS dan manifestasi
perilakunya, yaituperilaku untuk mencapai tujuan diasosiasikan dengan simptom
mania dari gangguan bipolar.
Anak-anak
dan remaja menunjukkan kemiripan dengan orang dewasa dalam hal mood yang
depresif, tidak mampu untuk merasakan kesenangan, kelelahan, sulit konsentrasi,
dan ide bunuh diri. Perbedaannya terletak pada tingkat usaha untuk bunuh diri
dan rasa bersalah yang lebih tinggi pada anak dan remaja, sering bangun lebih
awal di pagi hari, kehilangan selera makan dan kehilangan berat badan, serta
depresi di pagi hari pada orang dewasa.
Terkadang
depresi disebut sebagai masked depression, yaitu menampilkan
perilaku agresif dan menyimpang, yang biasanya pada orang dewasa tidak dilihat
sebagai refleksi dari depresi.
Masalah
utama dalam melakukan diagnosis depresi pada anak-anak terletak pada
komorbiditas dengan gangguan lain, misalnya kecemasan. Lebih dari 70% dari
anak-anak yang depresi juga memiliki gangguan kecemasan atau simptom kecemasan
yang signifikan. Anak-anak yang berusia lebih muda cenderung mengalami
pengalaman depresi yang parah dan membutuhkan waktu yang lama untuk
penyembuhan.
Secara
umum, depresi muncul kurang dari 1% pada anak-anak prasekolah dan 2–3% pada
anak usia sekolah. Pada remaja, rata-rata penderita depresi sama dengan orang dewasa,
dengan rata-rata 7-13% dan lebih banyak muncul pada anak perempuan.
Masalah
genetis adalah faktor umum yang menjadi penyebab BD. Anak yang memiliki salah
satu orangtua dengan BD memiliki resiko mengidap penyakit yang sama sebesar
15-30%. Apabila kedua orangtuanya mengidap BD, maka anak-anaknya beresiko
mengalami BD sebesar 50-75%. Kembar identik dari seorang pengidap BD juga
memiliki resiko tertinggi akan juga mengalami BD dibandingkan anak yang bukan
kembar identik.
Orangtua
dengan anak yang mengalami depresi biasanya juga memiliki saudara dekat (first-degree
relatives) yang mengalami mood disorder. Ibu yang mengalami
depresi juga besar kemungkinan akan memiliki anak yang juga mengalami depresi.
Secara
fisiologis, salah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap BD adalah
karena terganggunya keseimbangan cairan kimia utama di dalam otak seperti
hormon norepinephrin, dopamine, dan serotonine.
Sebagai contoh, ketika seseorang yang mengalami BD dan kadar dopamine dalam
otaknya sedang tinggi, maka saat itu ia akan merasa sangat bersemangat,
antusias, dan agresif.
Ada
pula Central Nervous System (CNS) yang mempengaruhi mood seseorang.
Pentingnya pengaruh CNS pada mood seseorang sudah diketahui
sejak lama, diawali dengan adanya penelitian terhadap orang dewasa yang diberi
obat reserpine untuk menurunkan tekanan darah tinggi.
Hasilnya, 20% dari orang tersebut menjadi mengalami depresi parah. Sejak saat
itu, diketahui bahwa reserpine memang menurunkan pergerakan
dari monoamine neurotransmitters (norepinephrin, dopamine,
dan serotonine) dalam CNS. Penemuan ini mengarahkan pada
munculnya monoamine hypothesis, yaitu penurunan monoamine
neurotransmitters menyebabkan depresi. Hipotesis ini rpada
perkembangan pengobatan trycyclic antidepressant, seperti imipramine,
yang menyebabkan peningkatan monoamine neurotransmitters dan
mengurangi perasaan depresi.
Penelitian
selanjutnya menemukan bahwa monoamine hypothesis terlalu
sederhana karena ditemukan juga neurotransmitters lainnya yang
banyak berpean dalam depresi. Ada pula peranan hypothalamus-pituitary-adrenal (HPA)
yang merespon stress.
Sementara
itu, secara psikologis, seseorang yang mengalami banyak tekanan dari dalam
maupun luar dirinya akan dapat mengalami disstres berkepanjangan.
Apabila tidak ditambah dengan strategi pemecahan masalah (coping) yang
memadai, maka ia pun dapat menderita BD.
Pola
asuh orangtua yang neglectful dan abusive juga
mempengaruhi perkembangan anak, di mana anak berkemungkinan untuk mengalami
depresi yang disebabkan oleh stress. Bayi atau anak yang masih kecil yang belum
mampu melakukan regulasi emosi atau mood negatif akan
mengalami mood negatif lebih sering dan memakan waktu lebih
lama, di mana hal ini meningkatkan kemungkinan mereka untuk mengembangkan
perilaku BD pada masa anak-anak dan remaja. Regulasi emosi ini mengacu pada
proses pengaturan pengendalian, dan modifikasi dari emotional
arousal untuk menghasilkan perilaku yang adaptif. Tujuan utama dari
regulasi emosi pada bayi adalah supaya mereka mempelajari cara untuk meregulasi
dorongan emosi yang disebabkan stress fisiologis, seperti kebutuhan untuk
mendapatkan makanan. Meskipun bayi memiliki kemampuan untuk menenangkan diri
sendiri di masa-masa stressful, namun pengaturan terhadap dorongan
tersebut harus dibantu oleh orang lain seperti dengan digendong, diberi makan,
dan diberi kehangatan emosional.
Sumber
Bagan: Kolom Psikologi Indonesia
Gambaran
Kasus
Sheyna,
13 tahun, memiliki orangtua yang overprotective dan sangat
menuntut supaya Sheyna mengikuti apa saja perintah yang diberikan kepadanya. Sheyna
merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara, dan hanya ia yang perempuan. Sheyna
menganggap dirinya sangat bergantung pada orangtua, ditambah lagi orangtua
memperlakukan Sheyna seperti anak kecil yang berusia di bawah usia dirinya.
Kedua
kakak Sheyna sangat pembangkang bahkan kakak pertama Sheyna (18 tahun)
pernah blak-blakan mengaku kepada orangtua mereka bahwa ia
telah melakukan aktivitas seksual dengan teman di sekolah. Tentu saja, orangtua
menjadi sangat marah, apalagi orangtua sangat strict terhadap
isu-isu seksual. Bahkan, orangtua selalu membahas kepada Sheyna dan kedua kakak
bahwa virginity itu harus dijaga hingga kelak
menikah. Kondisi kakaknya ini berbanding terbalik dengan Sheyna yang
sangat pasif dan penurut, serta menjadi satu-satunya anak yang dianggap “baik”
oleh orangtuanya sehingga Sheyna dijuluki “Little Miss Perfect”.
Ada
riwayat sakit mental di dalam keluarga Sheyna. Nenek kandung Sheyna dari pihak Ibu
serta Bibi Sheyna dari pihak Ayah sama-sama menderita depresi.
Sheyna
mengalami insomnia sejak ia berusia 10 tahun. Setiap malam ia
mengalami kesulitan untuk tidur dan akhirnya mengganggu kegiatan belajar di
sekolah. Nilai Sheyna sampai mengalami penurunan yang cukup parah, sehingga
orangtua memutuskan supaya Sheyna menjalani home-schooling saja
supaya Sheyna dapat mengatur waktu kapan untuk belajar. Perilaku insomnia ini
dialami Sheyna pasca pertengkaran hebat di dalam keluarga, di mana kakak
pertama Sheyna ternyata sampai menghamili temannya di sekolah. Pada saat itu,
kondisi rumah sangat “panas”, Ayah dan Ibu selalu bertengkar setiap ada
kesempatan di pagi-siang-sore-malam. Keadaan semakin memanas karena kakak
pertama Sheyna sempat kabur dari rumah bersama teman yang ia hamili, sehingga
memicu pertengkaran antara keluarga Sheyna dengan keluarga yang anaknya
dihamili oleh kakak Sheyna tersebut. Kondisi tersebut berlangsung hingga
kurang-lebih dua bulan dan sejak itu, Sheyna sulit sekali memejamkan mata seberapa
pun dirinya mengantuk karena bayangan pertengkaran dan suasana memanas itu
selalu menghantui Sheyna. Untuk pertama kalinya, di masa sebulan itu, Sheyna
mengalami ledakan emosi yang tinggi.
Sejak
saat itu, Sheyna juga semakin sering menyendiri di dalam kamar untuk
menghindari pertengkaran. Bagi Sheyna, dia menjadi lebih rileks dengan berada
di dalam kamar. Dia juga semakin bisa berpikir, mencari tahu, dan menganalisa
segala hal yang ia senangi. Sheyna tertarik dengan politik dan memiliki
pemikiran tersendiri tentang politik, misalnya ia percaya bahwa dirinya
merupakan reinkarnasi dari seorang politikus Romawi di masa lalu.
Keluarga
dan teman-teman Sheyna melihat Sheyna sebagai orang yang sangat rapi dan
teroganisir. Sheyna senang menuliskan apapun ide-ide yang ia miliki dan
menuliskan di buku diary, komputer, bahkan dinding kamarnya penuh
dengan papernote yang ditempelkan secara berantakan dan berisi
ide-idenya tersebut. Kebanyakan ide yang Sheyna tuliskan berisi tentang hal-hal
yang selama ini dianggap tabu untuk dibicarakan di dalam keluarganya, seperti
tentang dorongan seksual dan tingkat spiritualitas. Aktivitas ini semakin
menjadi-jadi saat ia merasakan gairah luar biasa untuk melakukan sesuatu.
Selama
proses pertengkaran di dalam keluarganya, Sheyna sempat mengalami depresi dan
depresi yang ia miliki semakin menjadi-jadi karena hingga saat ini Sheyna masih
menderita insomnia. Sheyna juga menderita kesulitan untuk makan dan
konsentrasi. Di puncak depresinya, Sheyna akhirnya beberapa kali melakukan
percobaan bunuh diri. Beruntung, Ibu selalu menemukan Sheyna tepat waktu
sehingga Sheyna masih bisa diselamatkan.
Analisa
Kasus Sheyna
Sheyna
menunjukkan simptom perilaku yang mengarah ke Bipolar I Disorder.
Sheyna meyakini bahwa dirinya merupakan reinkarnasi dari politisi Romawi di
masa lalu, yang menunjukkan simptop psikotis ada pada dirinya. Simptom psikotis
sendiri hanya muncul pada Bipolar I Disorder. Sheyna juga menunjukkan perilaku
mania dengan cara menuliskan semua ide-ide yang ia miliki di buku diary,
komputer, bahkan papernote yang ditempel berantakan di dinding
kamarnya. Ide-ide tersebut termasuk pula ide-ide yang sebenarnya selalu tabu
untuk dibicarakan di dalam keluarga (tentang seksualitas dan spiritualitas).
Perilaku ini jelas berbeda dengan kebiasaan Sheyna yang selalu rapi dan
terorganisir. Kemunculan perilaku mania ini dibarengi pula dengan kemunculan
perilaku depresi yang membuat Sheyna sampai beberapa kali melakukan percobaan
bunuh diri.
Pada
kasus Sheyna, ditemukan bahwa ada riwayat genetis di dalam keluarga dekatnya
yang memiliki gangguan depresi, yaitu Nenek kandung Sheyna dari pihak Ibu serta
Bibi Sheyna dari pihak Ayah. Perlu ada pemeriksaan mendalam tentang apakah
kasus Sheyna terkait dengan riwayat genetis di dalam keluarganya. Tetapi,
kemungkinan itu tetap ada.
BD
yang diderita Sheyna merupakan masalah yang perlu penanganan hingga seumur
hidup karena tidak dapat dengan mudah ditentukan bahwa gejala mania dan depresi
yang diderita Sheyna tidak akan lagi muncul di masa depan. Cara terbaik untuk
memberikan treatment kepada Sheyna adalah dengan memberikan
pengobatan medis yang tepat serta menjalani psikoterapi. Misalnya,
mengkombinasikan pemberian obat antipsychotic (seperti: Seroquel)
dan mood-stabilizer (seperti: Lithium), ditambah
psikoterapi (seperti: terapi regulasi emosi, anger management untuk
membantu Sheyna dalam mengatasi mania dan depresi yang muncul di dirinya).
0 komentar