KREATIVITAS
A. PENGUKURAN KREATIVITAS
Kreativitas atau bakat kreatif dapat
diukur secara langsung dan tidak langsung, dan dapat menggunakan metode tes dan
non- tes. Ada pula alat untuk mengukur cirri-ciri kepribadian kreatif, dan
dapat dilakukan pengamatan langsung terhadap kinerja kreatif.
Sesuai dengan definisi USOE (U. S Office of Education) yang membedakan enam jenis bakat dikembangkan alat identifikasi untuk masing-masing bidang tertentu.
Untuk mengukur kemampuan intelektual umum, tes individual lebih cermat, tetapi lebih banyak memakan waktu dan biaya. Yang sudah dugunakan di Indonesia adalah tes Stanford-Binet dan Wechsler intelligence Scale for Children. Tes inteligensi kelompok lebih efisien dalam ukuran waktu dan biaya. Keterbatasannya adalah kita tidak tahu apakah prestasi anak sudah optimal. Di Indonesiayang sudah banyak digunakan adalah tes Progressive Matrices, Culture-Fair Intelligence Test dan Tes Inteligensi Kolektif Indonesia yang khusus dikontruksi untuk Indonesia.
Sesuai dengan definisi USOE (U. S Office of Education) yang membedakan enam jenis bakat dikembangkan alat identifikasi untuk masing-masing bidang tertentu.
Untuk mengukur kemampuan intelektual umum, tes individual lebih cermat, tetapi lebih banyak memakan waktu dan biaya. Yang sudah dugunakan di Indonesia adalah tes Stanford-Binet dan Wechsler intelligence Scale for Children. Tes inteligensi kelompok lebih efisien dalam ukuran waktu dan biaya. Keterbatasannya adalah kita tidak tahu apakah prestasi anak sudah optimal. Di Indonesiayang sudah banyak digunakan adalah tes Progressive Matrices, Culture-Fair Intelligence Test dan Tes Inteligensi Kolektif Indonesia yang khusus dikontruksi untuk Indonesia.
Tes Potensi Akademik (TPA) yang khusus
dirancang untuk Indosnesia, dapat digunakan untuk mengukur bakat akademik,
misalnya sejah mana seseorang mampu mengikuti pendidikan tersier.
Tes untuk mengukur bakat
kepemimpinan belum banyak digunakan di Indonesia, demikian pula tes untuk
mengukur bakat dalam salah satu bidang seni atau bakat psikomotorik. Tes luar
negeriyang mengukut kreativitas adalah tes dari Guilford yang mengukur
kemampuan berpikir divergen, dengan membedakan aspek kelancaran, kelenturan,
orisionalitas dan kerncian dalam berpikir.
Tes Torrance untuk mengukur berpikir
kreatif (Torrance Test of Creative Thinking) dapat digunakan mulai usia
prasekolah sampai tamat sekolah menengah, mempunyai bentuk verbal dan figural.
Tes ini telah digunakan di Indonesia untuk tujuan peneltian. Tes lainnya untuk
mengukur berpikir kreatif dan termasuk baru ialah Tes Berpikir Kreatif-Produksi
Menggambar (TRest forCreative Thinking-Drawing Production) dari Jellen dan
Urban (1985). Penilaiannya mencakup sembilan dimensi.
Tes yang khusus di konstruksi di Indonesia
ialah Tes Kreativitas Verbal (Utami Munandar,1977). Tes ini disusun berdasarkan
model Struktur Intelekdari Guilford, dengan dimensi operasi berpikir divergen,
dimensi konten, dimensi berpikir verbal, dan berbeda dalam dimensi produk.
Untuk setiap kategori produk ada satu sub-tes. Ada enam sub-tes, yaitu
permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifatyang
sama, macam-macam penggunaan, dan apa akibatnya. Setiap sub-tes terdiri dari
empat butir. Pada bentuk parallel (ada dua bentuk) hanya dua butir. Tes ini
seperti tes Guilford mengukur kelancara, kelenturan, orisionalitas, dan
elaborasi dalam berpikir. Tahun 1986 telah dilakukan penelitian pembakuan
TKVyang menghasilkan nilai baku untuk umur 10 – 18 tahun, dan pengukuran “Creative
Questient”.
Tes Kreativitas Figural diadaptasi
dari Torrance “Circles Test”, dan dibukukan untuk umur 10-18 tahun oleh
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. TKF kecuali mengukur aspek
kreativitas tersebut di muka, juga mengukur kreativitas sebagai kemampuan untuk
kombinasi antara unsure-unsuryang diberikan.
Skala Sikap Kreatif yang juga khusus
disusn di Indonesia mengukur dimensi efektif dari kreativitas, yaitu sikap
kreatif, yang dioperalisasi dalam tujuh dimensi. Skala ini disusun untuk anak
SD dan SMP. Skala Penilaian Anak Berbakat oleh Guru disusun oleh Renzulli dan
terdiridari empat sub-skala, yaitu untuk mengukur fungsi kognitif (belajar),
motivasi, kreativitas dan kepemimpinan. Sub-skala untuk kreativitas meliputi 10
butir untuk dinilai guru. Akibat kesuliatan dalam menggunakan alatdari
Renzulli, maka disusun Alat Sederhana untuk Identifikasi Kreativitas, dengan
format untuk Sekolah Dasar dan format untuk Sekolah Menengah. Disnilah dimensi
kreativitas digabungka dengan dimensi laindari keberbakatan.
Skala Nominasi Keberbakatan yang dapat digunakan oleh guru, teman sebaya, dan diri sendiri dikembangkan oleh Lydia Freyani Akbar untuk siswa SD. Ketiga skala tersebut ternyata mempunyai hubungan yang bermakan dengan pengubah keberbakatan.
Skala Nominasi Keberbakatan yang dapat digunakan oleh guru, teman sebaya, dan diri sendiri dikembangkan oleh Lydia Freyani Akbar untuk siswa SD. Ketiga skala tersebut ternyata mempunyai hubungan yang bermakan dengan pengubah keberbakatan.
Sama dengan inteligensi, pengukuran
kreativitas bisa diobyektifkan. Yaitu dengan memberikan suatu hal (misalnya:
pinsil) untuk merangsang pemikiran manfaat dari benda tsb. (misalnya: untuk
menulis, menggambar, mengorek, menggaris, melempar, batas halaman buku, mencungkil,
dsb.). Makin banyak alternatif yang bisa dikembangkan, makin tinggi skornya,
yang juga berarti makin kreatif. Skor kreativitas itu dinamakan CQ (creative
quotient), yang diperoleh juga dengan cara membandingkan prestasi seseorang
dengan kelompok sebayanya.
Pencarian pengukuran proses
kreatif,pemikiran primer didapat menggunakan deretan pemikiran divergent.Pada
satu waktu,antara peneliti dan pembelajar menggunakan tes proses kreatif untuk
beberapa decade,dan tes pemikiran divergent menjadi popular mengukur dari
proses dan potensial kreatif.
Tes pemikiran divergent meminta
individu untuk menghasilkan beberapa respon tepat khusus, perbedaannya jelas
menstandarisasi tes prestasi atau kemampuan membutuhkan satu jawaban yang
benar.Diantara tes pemikiran divergent pertama yang dikeluarkan oleh
Guilford(1967) structure of the intellect(SOI)divergent production
test,Torrance’s (1962,1974) test of creative thinking (TTCT). Hampir semua dari
tes-tes ini digunakan secara luas dalam penelitian dan pelajaran kreatifitas.
The SOI test,terdiri dari beberapa
tes yang subjeknya diminta menunjukkan fakta-fakta beberapa hasil area yang
berbeda.Tes SOI ini mempresentasikan beberapa aspek dari
(1)ketepatan,(2)kelenturan, (3)keaslian,(4)Inovasi ide terdahulu.
Getzels dan Jackson (1962) and
Wallach dan kogan (1965) mengembangkan deretan pemikiran divergent yang hampir
sama dengan SOI tes.Sebagai contoh,The Instances Test meminta student list as
many things that move on wheels,(Wallach dan Kogan, 1965) di variasi dari
penggunan tes,student memberikan respon yang tepat “ceritakan pada saya cara
berbeda penggunaan kursi”.Tes lainnya dari deretan tes kreatif memasukkan
asosiasi kata,melekatkan angka atau bilangan,penyelesaian cerita, problem
bangunan tugas-tugas dan interpretasi susunan gambar dan warna,dan interpretasi
bermacam masalah . (Sternberg J.Robert, (1999),Handbook of Creativity,
Cambridge University Press,United State of America)
B. CONTOH - CONTOH ALAT UKUR KREATIVITAS
Tes yang mengukur kreatifitas secara
langsung, sejumlah tes kreatifitas telah disusun,diantaranya tes dari Torrance
untuk mengukur pemikiran kreatif (Torrance Test of Creative Thingking : TTCT)
yang mempunyai bentuk verbal dan bentuk figural.Yang terakhir sudah ada yang
diadaptasi untuk Indonesia,yaitu tes lingkaran(circles test) dari Torrance. Tes
ini pertama kali digunakan di Indonesia oleh Utami Munandar (1977) dalam
penelitian untuk disertasinya Creativity and Education, guna membandingkan
ukuran kreativitas verbal dengan ukuran kreativitas figu-ral.Kemudian tahun
1988 Jurusan Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
melakukan penelitian standarisasi tes lingkaran,dan tes ini kemudian disebut
tes kreatifitas figural.Ditentukan nilai baku untuk usia 10 sampai dengan 18
tahun. Tahun 1977 diperkenankan tes kreatifitas pertama yang khusus
dikonstruksikan untuk Indonesia,yaitu Tes Kreatifitas Verbal oleh Utami
Munandar,berdasarkan konstruk Model Struktur Intelek dari Guilford.
Tes yang mengukur Unsur-unsur
kreatifitas, Kreatifitas merupakan suatu konstruk yang
multi-dimensional,terdiri dari berbagai dimensi,yaitu dimensi kognitif
(berfikir kreatif), dimensi afektif (sikap dan kepribadian),dan dimensi
psikomotor (keterampilan kreatif).Masing-masing dimensi meliputi berbagai
kategori,seperti misalnya dimensi kognitif dari kreatifitas-berfikir
divergen-mencakup antara lain, kelancaran, kelenturan dan orisinilitas dalam
berfikir,kemampuan untuk merinci (elaborasi) dan lain-lain.Untuk masing-masing
unsure dikonstruksi tes tersendiri, misalnya untuk orisinalitas. Beberapa
contoh tes yang mengukur orisinalitas adalah : tes menulis cerita. Tes
penggunaan batu bata yang meminta subjek untuk memikirkan berbagai macam
penggunaan yang tidak lazim untuk batu bata,tes purdue yang biasanya digunakan
dikawasan industry juga meminta subjek untuk memberi macam-macam gagasan untuk
penggunaan benda-benda yang berkaitan dengan industry.
Tes yang mengukur ciri kepribadian
kreatif, dari berbagai hasil ditemukan paling sedikit 50 ciri kepribadian yang
berkaitan dengan kreatifitas;dari ciri-ciri ini disusun skala yang dapat
mengukur sejauh mana seseorang memiliki ciri-ciri tersebut.beberapa tes
mengukur ciri-ciri tersebut.Beberapa tes mengukur ciri-ciri khusus,diantaranya
adalah:
a. Tes mengajukan pertanyaan,yang
merupakan bagian dari tes Torrance untuk berfikir kreatif dan dimaksudkan untuk
mengukur kelenturan berfikir.
b. Tes Risk Taking,digunakan untuk
menunjukkan dampak dari pengambilan risiko terhadap kreatifitas.
c. Tes Figure Preference dari
Barron-Welsh yang menunjukkan prefensi untuk ketidakteraturan,sebagai salah
satu cirri kepribadian kreatif
d. Tes Sex Role Identity untuk
mengukur sejauh mana seseorang mengidentifikasikan diri dengan peran jenis
kelaminnya.Alat yang sudah digunakan di Indonesia ialah Ben Sex Role Inventory.
Mengatasi keterbatasan dari tes
kertas dan pensil untuk mengukur kreatifitas,dirancang beberapa pendekatan
alternative:
a. Daftar periksa (Checklist) dan
Kuisoner, alat ini disusun berdasarkan penelitian tentang karakteristik khusus
yang dimiliki pribadi kreatif.
b. Daftar pengalaman, teknik ini
menilai apa yang telah dilakukan seseorang dimasa lalu. Beberapa studi
menemukan korelasi yang tinggi antara “laporan diri” dan prestasi kreatif
dimasa depan.Format yang paling sederhana meminta seseorang menulis
autobiografi singkat, yang kemudian dinilai untuk kuantitas dan kualitas
prilaku kreatif.
c. Bagian dari berfikir kreatif.
Asumsi kita adalah bahwa kreatif proses yang bergerak salah satunya karena
suatu masalah telah teridentifikasi atau karena orang berlomba-lomba untuk
menghasilkan sesuatu yang sebelumnya dianggap belum ada dan tidak mungkin,atau
karena seseorang ingin mengetahui apa yang mungkin jika suatu aktifitas telah
berjalan,orang kemudian harus mulai berfikir tentang berbagai arah tujuannya.
Sekarang
kita sampai pada inti dari proses ide kreatif,dalam konteks ini,(Guilford (1950
)mengacu pada munculnya ide-ide ini tampak nyata ketika ide ini digunakan pada
kesempatan sehingga berguna atau bermanfaat,Guilford berpendapat juga bahwa
kelancaran ide/gagasan adalah kapasitas untuk menghasilkan sebuah angka besar
Dari ide-ide dalam periode waktu yang diberikan,yang relavan dengan beberapa
situasi,ini menjadi salah satu karakter berfikir positif.
Selain
itu untuk menjadi lancar dalam menghasilkan ide,pemikir kreatif juga harus
menjadi pemikir yang fleksibel.Pendapat Guilford,berfikir negative dapat
mungkin memerlukan bahwa menjauh dari suatu kebiasaan berfikir dan
meninggalkannya kemudian masuk dalam pola fikir yang baru.
Pemikir
kreatif selalu menghasilkan ide yang original.Orang yang menghasilkan banyak
ide-ide original, dalam pandangan Guilford adalah orang yang juga menghasilkan
solusi yang kreatif untuk sebuah masalah.Guilford menyatakan kelancaran
flexibilitas, originalitas dan combinasi pengukuran kedalam cara berfikir
divergen.
Sejauh ini bahwa Guilford menggunakan keahliannya dengan tes IQ dan pengembangan tes untuk mengukur kapasitas berfikir,lebih lanjut lagi persamaan psikometri dengan IQ,Guilford percaya bahwa masing-masing orang mempunyai kemampuan berfikir kreatif. Ini berarti kemampuan berfikir divergen, terditribusi dengan normal diantara populasi.
Sejauh ini bahwa Guilford menggunakan keahliannya dengan tes IQ dan pengembangan tes untuk mengukur kapasitas berfikir,lebih lanjut lagi persamaan psikometri dengan IQ,Guilford percaya bahwa masing-masing orang mempunyai kemampuan berfikir kreatif. Ini berarti kemampuan berfikir divergen, terditribusi dengan normal diantara populasi.
Orang
yang menghasilkan kemajuan - kemajuan kreatifitas (Picasso, Edison, Mozart)
menjadi bagian dari kapasitas berfikir divergen untuk derajat yang luar
biasa,tetapi tiap orang mempunyai beberapa kemampuan,jika satu dari kemampuan
ini tidak dites dengan membuat suatu asumsi,ini bisa jadi bukan tes kreatifitas
dan kepribadian kreatif,oleh karena itu tes yang lain harus diasumsikan sebagai
kelanjutan diantara proses-proses. (Weisberg W.Robert,(2006),
Creativity-Understanding Innovation in problem solving, science, inventions,
and the arts, John Wiley & Sons,Inc)
C. RELIABILITAS DAN VALIDITAS
Pertanyaan pertama yang mesti
diajukan tentang setiap instrumen pengukuran,apakah itu bathroom scale atau
kapasitas berfikir kreatif (creative-thinking capacity) apakah ini
reliabel?artinya apakah test itu memberikan hasil (outcomes) yang
konsisten.stabilitas test melewati berbagai administrasi disebut “test-retest
reliability” mendemonstrasikan reliabilitas test-retest merupakan kepentingan
kritis bagi setiap tes, karena ini berarti kita bisa memiliki rasa percaya diri
dalam skor yang dihasilkan oleh orang-orang ketika mereka menggunakannya.
Bentuk lain reliabilitas menjadi
penting ketika sebuah instrumen pengukuran mengandung aitem-aitem majemuk.
Salah seorang menggabungkan aitem-aitem itu bersama-sama dalam men-skor
tiap-tiap orang, karena lebih banyak aitem, maka skor akan lebih stabil.Itu
berarti bahwa seseorang akan berharap bahwa aitem-aitem yang beragam akan
memberikan support yang hampir sama,sejak mereka teleh merancang mengukur
kapasitas yang sama(dalam contoh ini) kapasitas berfikir secara kreatif. Utnuk
menentukan konsistensi beragam aitem itu pada tes,seseorang bisa memisahkan tes
kedalam bagian-bagian. Seseorang lalu bisa menentukan tiap skor orang pada
masing-masing bagian tes. Jika dua perangkat aitem variabel dalam mengukur
kapasitas yang sama skor orang yang diberikan pada dua bagian dari tes
seharusnya sama,hal ini disebut split half reliability.
Studi penelitian telah menemukan
bahwa tes berfikir divergent reliable;studi memberikan hasil bahwa tes-tes
tersebut beralasan bersifat konsisten,(Baron and Harington,1981) ini berarti
sebagaimana dicatat kita bisa percaya diri bahwa skor seseorang bersifat
representatif,performansinya walaupun demikian ada satu penyebab yang harus
dikemukan disini,kadang-kadang ditemukan bahwa performance pada tes berfikir
divergent dipengaruhi oleh kondisi dimana tes di berikan. Sebagai contoh jika
anda memerintah orang untuk menjadi kreatif dalam respon,mereka boleh memberi
skor lebih tinggi daripada bila anda tidak mengatakan sesuatu tentang menjadi
kreatif pada tes. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan berfikir divergent
adalah sebuah strategi yang bisa diterapkan kepada situasi pengetesan, daripada
beberapa ciri menarik. Ide berubah secara otomatis atau karakteristik seseorang
sehingga hal menarik dari temuan-temuan ini adalah bahwa seseorang bisa
mengubah performance orang pada tes berfikir kreatif dengan mengatakan kepada
mereka untuk menjadi kreatif,sebagai situasi analog,.dalam hal ini adalah
ferformance pada tes intelegensi.
Kesimpulan bahwa tes-tes yang di
design untuk mengukur kapasitas berfikir kreatif adalah reliable,menimbulkan
pertanyaan kedua tentang apakah bahwa instrumen-instrumen mengukur?
kenyataannya menggunakan tes didasarkan pada asumsi bahwa tes-tes itu mengukur
kapasitas untuk berfikir secara kreatif yaitu apa yang mereka(tes-tes) design
untuk mengukur pertanyaan dari apakah sebuah tes mengukur sesuatu yang didesign
untuk mengukur adalah pertanyaan,apakah tes itu valid?:sebuah tes yang valid
mengukur apa yang disangka benar.Jika sebuah tes tidak valid,.kemudian ini bisa
menjadi reliabel tetapi akan menjadi tidak berguna,Bathroom scale bisa secara
ekstreem reliabel tapi ini tidak berguna jika kita ingin mengukur IQ atau
jumlah uang dalam rekening tabungan. (Weisberg W.Robert,(2006), Creativity-Understanding
Innovation in problem solving, science, inventions, and the arts, John Wiley
& Sons,Inc)
D. MACAM-MACAM PENGUKURAN
KREATIVITAS
1. PENGUKURAN
KREATIVITAS BERFIKIR
Guilford merupakan salah seorang ahli yang
berusaha mengembangkan instrumen yang diperlukan untuk mengukur kreativitas
berpikir. Temuan baru Guilford merupakan kemajuan penting dalam psikologi dan
pendidikan di mana kreativitas berpikir dapat diukur dan memungkinkan
dihubungkan dengan gejala-gejala kejiwaan lainnya. Terdapat dua hal yang dapat
disimpulkan dari instumen kreativitas berpikir yang dikembangkan oleh Guilford.
1. Peserta didorong untuk memberikan penampilan
maksimum dalam menjawab butir-butir instrumen. Oleh karenanya, instrumen yang
dipakai untuk mengukur kreativitas berpikir merupakan instrumen jenis tes yang
dikenal dengan tes kreativitas berpikir.
2. Peserta tes tidak memberikan respons atas
alternatif yang sudah disediakan, tapi harus memproduksi sendiri jawaban atas
persoalan yang diajukan. Oleh karenanya, Guilford menyebut kreativitas berpikir
dengan kemampuan memproduksi secara divergen (divergent production abilities).
Tes kreativitas berpikir mengacu kepada model
struktur intelektual Guilford. Dari segi operasi, tes kreativitas berpikir
mengukur kemampuan berpikir divergen. Dari segi konten, proses berpikir
divergen mengolah bahan berupa figural dan simbol. Sedang dari segi produk,
proses berpikir divergen yang mengolah bahan berupa figural dan simbol akan
menghasilkan produk berupa unit, kelas, hubungan, sistem, transformasi dan
implikasi. Adapun butir-butir tes kreativitas
berpikir itu adalah sebagai berikut :
1.
Dari bangun berikut buatlah sebanyak mungkin gambar nyata ! (waktu Anda 1
menit).
2. Buatlah sebanyak mungkin kata dengan huruf awal L dan
huruf akhir N! (waktu Anda 1 menit).
3. Buatlah sebanyak mungkin gambar dengan mengkombinasikan
bangun berikut! (waktu Anda 1 menit)
4. Terdapat beberapa benda sebagai berikut :
a. Anak panah
b. Lebah
c. Buaya
d. Ikan
e. Layang-layang
f. Perahu
Dengan menuliskan huruf depannya saja, tentukan :
a. Yang dijumpai di udara
b. Yang dijumpai di air
c. Binatang
d. Punya ekor
(waktu Anda 1 menit)
5. Terdapat lima angka yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5. Kombinasikan
beberapa angka yang kalau dijumlahkan hasilnya 7 sebanyak mungkin (waktu Anda 1
menit).
6.
Terdapat empat bangun sebagai berikut :
Kombinasikan dengan berbagai cara untuk membentuk objek sebanyak
mungkin dan namailah objek itu (waktu Anda 1 menit). Misalnya :
Wajah
7. Buatlah kalimat dengan petunjuk huruf berikut
sebanyak mungkin (waktu Anda 1 menit)
M ------ E ------ P
Misalnya : Mengapa engkau pergi.
8. Dari gambar berikut, buanglah tiga garis sehingga membuang dua
kotak.
Misalnya :
9. Buatlah sebuah kotak dan hiasilah sehingga menjadi lebih bagus.
10. Ada dua persamaan : B – C = D dan Z = A + D.
Kembangkan sebanyak mungkin persamaan baru berdasarkan kedua persamaan
tersebut! Misalnya : B – C = Z - A
Perhitungan skor kreativitas berpikir
Dalam perhitungan skor, jawaban peserta tes atas
butir-butir pertanyaan kreativitas berpikir diubah ke dalam skor kreativitas
berpikir dengan cara tertentu. Pengukuran kreativitas berpikir dilakukan dengan
meminta peserta tes membuat jawaban sebanyak mungkin atas butir-butir tugas
dalam waktu yang ditentukan. Untuk dapat diubah menjadi skor, jawaban
diinterpretasikan dalam kelancaran, keluwesan dan keaslian. Menurut Ellis dan
Hunt (1993 : 280), Woolfolk dan Nicolich (1984 : 144), Good dan Brophy (1990 :
617), Winkel (1996 : 143) dan Rakhmat (1999 : 75), respons peserta tes akan
diinterpretasikan berdasarkan tingkat kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility)
dan keaslian (originality) proses berpikir. Skor kreativitas berpikir
adalah skor gabungan dari ketiga unsur.
Kelancaran menjawab berhubungan dengan kemampuan
menghasilkan banyak gagasan alternatif pemecahan masalah dalam waktu yang
singkat.Unsur ini mengukur kemampuan menguraikan banyak alternatif pemecahan
masalah. Oleh karenanya kemampuan ini berhubungan dengan arus ide. Menurut Good
dan Brophy (1999 : 75), kelancaran adalah kemampuan menghasilkan banyak gagasan
pemecahan masalah dalam waktu singkat. Hal yang sama dinyatakan oleh Rakhmat
(1999 : 75), kelancaran adalah kemampuan menyebutkan sebanyak mungkin.
Kelancaran tidak hanya berhubungan dengan jumlah
jawaban, tapi juga kesesuaian jawaban dengan masalahnya. Tes kreativitas
berpikir mendorong peserta tes menyebutkan sebanyak mungkin jawaban dalam waktu
tertentu dan skor diberikan dengan menghitung jumlah semua respons yang sesuai
dengan masalahnya. Menurut Ellis dan Hunt (1993 : 280), kelancaran adalah
kemampuan menguraikan banyak alternatif pemecahan masalah sesuai dengan
perangkat yang dipersyaratkan. Sedang menurut Munandar (1992 : 49), kelancaran
adalah kemampuan memberikan banyak jawaban.
Jawaban yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan masalahnya. Bukan hanya
kuantitatas yang diperhatikan, tapi juga kualitasnya.
Keluwesan adalah kemampuan yang berhubungan
dengan kesiapan mengubah arah atau memodifikasi informasi. Keluwesan
berhubungan dengan kemampuan mengubah dengan mudah pendekatan pemecahan masalah
yang digunakan jika masalah atau kondisi baru membutuhkan pendekatan baru.
Menurut Good dan Brophy (1990 : 617), keluwesan dapat mengubah dengan mudah
pendekatan pemecahan masalah yang digunakan, jika masalah atau kondisi baru
membutuhkan pendekatan atau perspektif baru. Pendapat sama dikemukakan oleh
Ellis dan Hunt (1993 : 280) yang menyatakan bahwa keluwesan adalah kemampuan
mengubah pendekatan dalam pemecahan masalah. Di samping itu, keluwesan
memungkinkan seseorang melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjauan.
Menurut Munandar (1992 : 49), keluwesan adalah kemampuan melihat masalah dari
berbagai sudut tinjauan.
Dalam tes kreativitas berpikir, keluwesan
ditandai oleh jumlah golongan jawaban yang berbeda. Kadar keluwesan diukur
dengan menghitung jumlah kategori respons yang berbeda. Peserta tes diminta
memberikan respons sebanyak mungkin, lalu skor keluwesan diberikan pada jumlah kategori
atau golongan respons. Skor diberikan atas jawaban yang menunjukkan keragaman
atau variasi. Menurut Woolfolk dan Nicolich (1984 : 144), keluwesan diukur
dengan menghitung jumlah kategori respons yang berbeda.
Keaslian membuat seseorang mampu mengajukan
usulan yang tidak biasa atau unik dan mampu melakukan pemecahan masalah yang
baru atau khusus. Dengan kata lain, keaslian adalah kemampuan untuk
menghasilkan jawaban yang jarang diberikan oleh peserta tes. Jawaban original
adalah jawaban yang jarang diberikan oleh anak-anak lain. Keaslian mengukur
kemampuan peserta tes dalam membuat usulan yang tidak biasa atau unik. Menurut
Winkel (1996 : 143), jawaban mempunyai orisinalitas apabila sangat sedikit
orang yang menghasilkan pikiran seperti itu. Woolfolk dan Nicolich (1984 : 144)
memberikan kriteria mengenai keaslian. Respons yang orisinal menurutnya
diberikan oleh lebih sedikit dari 5 atau 10 dari 100 peserta pengambil tes. Ada
pendapat yang memberikan kriteria lebih spesifik. Menurutnya, respons yang diberikan
oleh 5 % dari kelompok bersifat tidak biasa, dan respons yang hanya diberikan
oleh 1 % dari kelompok bersifat unik
|
Menurut Prof. Dr. Sukarni Catur
Utami Munandar, Dipl. Psych., untuk menjadi individu kreatif, dibutuhkan
kemampuan berpikir yang mengalir lancar, bebas, dan ide yang orisinal yang
didapat dari alam pikirannya sendiri. Berpikir kreatif juga menuntut yang bersangkutan
memiliki banyak gagasan. Agar anak bisa berpikir kreatif, ia haruslah bisa
bersikap terbuka dan fleksibel dalam mengemukakan gagasan. Makin banyak ide
yang dicetuskannya menandakan makin kreatif si anak.
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat
kreativitas seorang anak, pakar pendidikan ini berupaya mengembangkan Tes
Kreativitas Verbal dan Figural. Tes kreativitas verbal dilakukan pada anak
berusia minimal 10 tahun karena dianggap sudah lancar menulis dan kemampuan
berbahasanya pun sudah berkembang. Sedangkan tes kreativitas figural dilakukan
terhadap anak mulai usia 5 tahun.
Adapun unsur penilaian berfikir
keratif adalah sebagai berikut :
1. Fleksibel
Anak mampu memberikan jawaban yang
berbeda-beda. Untuk gambar lingkaran, contohnya, anak mengasosiasikannya
sebagai piring, bulan, bola, telur dadar dan sebagainya. Anak juga diminta
untuk membuat sebanyak mungkin objek mati maupun hidup pada gambar lingkaran
tadi. Namun, tes kreativitas ini bukan dimaksudkan sebagai tes menggambar,
melainkan sebagai tes gagasan, sehingga unsur "keindahan" tidak
diprioritaskan.
2. Orisinalitas
Anak mampu memberikan jawaban yang
jarang/langka dan berbeda dengan jawaban anak lain pada umumnya. Dari bentuk
lingkaran yang sama, contohnya, anak mahir menggambarkannya sebagai wajah
orang.
3. Elaborasi
Anak mampu memberikan jawaban secara
rinci sekaligus mampu memperkaya dan mengembangkan jawaban tersebut. Dia bisa
melengkapi gambar wajah tersebut dengan mata, hidung, bibir, telinga, leher,
rambut sampai aksesoris semisal kalung dan jepit rambut. Makin detail ornamen
atau organ-organ yang digambarkannya, berarti mencirikan ia anak yang kreatif.
"Jadi, anak yang kreatif tak sekadar mengemukakan ide, tapi juga dapat
mengembangkan gagasan yang dilontarkannya," tandas Utami.
Untuk tes kreativitas figural, ada
enam topik pertanyaan yang diajukan, yaitu :
1. Tes Permulaan Kata
Misalnya kepada anak diberikan huruf
"k" dan "a". Kemudian ia diminta untuk membentuk sebanyak
mungkin kata yang bisa dibentuk dari kedua huruf tadi. Umpamanya anak menjawab
"kami", "kapal", "karung" dan sebagainya.
2. Tes Membentuk Kata
Kepada anak diberikan kata tertentu,
semisal "proklamasi". Nah, berdasarkan kata tersebut anak diminta
membentuk kata-kata lain sebanyak mungkin. Umpamanya anak akan menjawab
"kolam", "lama", "silam" dan lain-lain.
3. Tes Kalimat 3 Kata
Misalnya kepada anak diberi tiga huruf,
yakni "a", "m", dan "p". Lalu mintalah ia
menyusun sebanyak mungkin kalimat-kalimat yang diawali dari huruf-huruf yang
diberikan tadi, dengan urutan yang boleh diubah-ubah. Umpamanya, jawabanya
adalah "Ani makan pisang" atau "Mana payung Anton".
4. Tes Kesamaan Sifat
Misalnya anak mendapat soal mengenai
sifat bulat dan keras. Anak dimita untuk memikirkan dan menyebutkan sebanyak
mungkin benda-benda yang memiliki sifat/ciri-ciri tersebut. Jawabannya mungkin
adalah bola tenis, kelereng, roda kursi, dan sebagainya.
5. Tes Penggunaan Tak Lazim
Contohnya, anak akan diberi benda
yang ditemuinya sehari-hari. Akan tetapi, ia justru diminta untuk membuat
sesuatu yang tak biasa dengan benda tersebut. Umpamanya, ketika anak diberi
surat kabar, ia menggunakannya untuk membuat kapal-kapalan, topi, bola, dan
sebagainya, bukan sebagai bahan bacaan.
6. Tes Sebab-Akibat
Anak mendapat pertanyaan mengenai
situasi tertentu yang dalam keadaan nyata tak pernah terjadi. Nah, mintalah
anak untuk menjawab apa kira-kira akibatnya bila situasi tersebut betul-betul
terjadi. Dalam hal ini, anak dituntut untuk bebas berimajinasi. Contohnya
adalah pertanyaan, "Apa jadinya bila semua orang di dunia ini
pandai?" atau, "Apa akibatnya jika setiap orang bisa mengetahui
pikiranmu?"
Menurut Utami, setiap tes tersebut
terdiri dari 4 soal. Untuk tes pertama dan kedua, setiap soal harus dijawab
dalam waktu 2 menit. Sedangkan untuk tes ketiga, diberikan waktu 3 menit untuk
setiap soal, sementara untuk tes berikutnya per soal diberi durasi 4 menit.
Hasil akhir tes kreativitas ini sama
halnya dengan tes IQ, yakni berupa skor. Anak yang mencapai skor 90-110 berarti
tingkat kreativitasnya rata-rata, skor di bawah 80 dikategorikan sangat lamban,
sedangkan yang mampu mencapai skor 130 ke atas tergolong sangat unggul.
Namun dari pengalaman Utami selama
ini, hanya sedikit anak yang bisa mencapai skor kreativitas yang tinggi.
Kebanyakan berada pada kisaran skor 90-100. Sebaliknya, banyak sekali anak yang
bisa mencapai skor tinggi untuk tes IQ. Menurutnya, "Hal ini disebabkan
berpikir kreatif kurang dirangsang, sehingga anak tak terbiasa berpikir
bermacam-macam arah."
Selain pengukuran kreativitas yang
sudah disebutkan, ada juga pengukuran skala sikap kreatif yang lebih menyangkut
pada segi afektif. Menurut Utami, dari berbagai penelitian ternyata kemampuan
berpikir kreatif belumlah cukup jika tanpa disertai sikap kreatif. Tanpa sikap
kreatif ini katanya produk kreatif pun takkan terwujud. Jadi, berpikir kreatif
itu sendiri harus disertai ciri-ciri sikap kreatif sebagai berikut:
1. Terbuka terhadap pengalaman baru,
2. Memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi,
3. Tidak takut melakukan kesalahan
ketika mengemukakan ide,
4. Imajinatif, dan
5. Berani mengambil risiko terhadap langkah yang diambil.
3. KREATIVITAS ANGKA
Potensi kreativitas sebenarnya ada
pada tiap orang dan kreativitas tersebut dapat diasah salah satunya melalui
Angka (METRIS), yaitu dalam hal kemampuan mengenali keteratutan pola bilangan.
Bila daya kreativitas seseorang dalam pengenalan pola meningkat maka tentu saja
dapat berimbas ke jenis kreativitas yang lain, seperti peningkatan daya
kreativitas pada seni, strategi bisnis atau ilmu pengetahuan. Dengan
begitu peningkatan kreativitas tersebut dapat dijadikan sebagai barometer dalam
merepresentasikan potensi daya kreativitas seseorang.
Dengan perkembangan teknologi
pengenalan pola pada cuaca seperti negara adidaya ‘Uncle Sam’ maka badai
topan yang maha dahysatpun dapat dikenali arah pola gerakannya sehingga mampu
meminimalis jatuhnya korban jiwa. Contoh di atas membuktikan betapa pentingnya
kemampuan kita dalam pengenalan pola untuk kasus tertentu. Nah, kemampuan
pengenalan pola tersebut dapat terus diasah, dimana salah satu caranya dapat
melalui kecerdasan kreativitas metris. Apalagi ditunjang oleh fakta bahwa
pengukuran kecerdasan kreativitas metris sifatnya kuantitatif sehingga
kemajuannya dapat dipantau dengan lebih objektif.
Mengapa siswa perlu belajar
kecerdasan kreativitas angka (metris)? Siswa bila telah dilatih sehingga
mempunyai kemampuan pengenalan pola bilangan yang baik maka kemampuan dalam
menyelesaikan permasalahan kuantitatif akan lebih cepat dan efisien. Kemampuan
ini tentu saja akan berimbas pada kemampuan memilah-milah suatu permasalahan
yang kemudian mampu berusaha mengelompokannya menjadi beberapa kelompok dengan
lebih baik. Bila dalam mengklasifikasikan masalah sudah benar maka
penyelesaiannya akan menjadi lebih mudah karena bisa tahu masalah mana yang
lebih prioritas dan bisa tahu bagian apa saja yang tepat ditugaskan untuk
menyelesaikan tiap kelompok masalah tersebut. Jadi orang yang bekerja pada
bidang dimana kemampuan pengenalan pola masalah sangat dibutuhkan seperti
pekejaan seorang manager, maka sangat diuntungkan apabila mempunyai kecerdasan
kreativitas metris karena kemampuan pengenalan pola masalah tersebut dapat
lebih terasah.
Dalam dunia kerja kreativitas
seseorang sangat dibutuhkan, misalkan seorang guru dalam mengajarkan matematika
kepada anak didiknya. Kita semua tahu bahwa pelajaran matematika menjadi momok
yang menakutkan bagi sebagian besar siswa. Oleh karena itu pengajaran yang
bentuknya konkret tidak abstrak sangat penting bagi anak untuk belajar
memvisualisasi suatu angka atau bilangan. Nah disitulah letak seberapa besar
kreativitas seorang guru bisa membawa materi yang diajarkan sekonkret mungkin
dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi seorang pengusaha (enterprenur)
kemampuan mengenali pola usaha tertentu dengan potensi profit yang akan
dihasilkan pada masa yang akan datang tentu saja sangat dibutuhkan. Orang
sering menyebutnya kemampuan membaca pola usaha itu sebagai intuisi bisnis.
Demikian juga kemampuan menghubungan pola informasi yang satu dengan informasi
yang lain sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis, dunia saham. Dalam perkembangan
ilmu pengetahuan kemampuan tersebut sangat penting. Misalkan terbukti dalam
sejarah ketika Michelson melakukan percobaan menentukan kecepatan cahaya dari
berbagai arah terbukti secara eksperimen bahwa kecepatan cahaya terbukti selalu
sama. Nah, informasi ini bagi sijenius Einstein mempunyai makna yang sangat
spesial. Dengan kemampuan dia mengenali pola informasi dari percobaan Michelson
dengan pemahaman dia saat itu maka muncul kreativitas dari pemikirannya bahwa
ETER tidak perlu ada. Cahaya atau gelombang elektromagnet (gel.TV, gel.radio dll)
dalam proses perambatannya tidak membutuhkan zat perantara atau ETER. Nah, jadi
sudah menjadi lebih jelaskan, bahwa kemampuan mengenali keteraturan pola atau
menghubungkan pola satu dengan pola yang lainnya akan memunculkan kemampuan
daya kreativitas, makanya kemampuan ini sangat berguna bagi orang yang ingin
sukses.
Salah satu enterpreneur yang
fenomenal adalah steve jobs, pendiri perusahaan komputer apple. Setelah cukup
lama tidak me-lauching produk sefenomenal komputer apple yang menekankan
pada konsep grafis, namun daya kreativitasnya tidaklah meredup. Hal ini
terbukti setelah apple memproduksi iPod yang laku keras dan yang lebih
fenomenal adalah produk iPhonenya dengan konsep inovatifnya dimana semua tombol
untuk mengoperasikan sebuah hand phone menggunakan full touch screen.
Ini sungguh ide kreatif yang sangat brialian sehingga produknya selalu laris
diserap oleh pasar.
Kemampuan kreativitas Angka (Metris)
dapat diasah melalui peningkatan kemampuan pengenalan keteraturan pola bilangan
dengan makin baik. Beberapa pola bilangan yang akan coba dikenali
keteraturannya membutuhkan tingkat kreativitas tertentu mulai dari yang biasa
(pola bilangan eksplisit) hingga kreativitas tinggi (pola bilangan implisit).
Kelebihan dari mengasah Kreativitas melalui Angka (Metris) ini karena
pengukuran kreativitas dapat dilakukan secara obyektif melalui faktor ketepatan
dan kecepatan dalam mengeksekusi pola bilangan.
REFERENSI
Darsono, Licen Indahwati. DETERMINAN KREATIVITAS DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA: SEBUAH STUDI EMPIRIS DI DUNIA PENDIDIKAN TINGGI.
Unika Widya Mandala. Surabaya: 2006
http://old.nabble.com/TaManBinTaNG-%3E%3E%3E-KAKA:-Kompetisi-Asah-Kreativitas-Angka-td19196323.html. 18 Desember 2009
Purwanto. Kreativitas Berpikir Menurut Guilford. STAIN
Surakarta; 2007
0 komentar