Teori tentang Kreativitas dan Pembentukannya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kreativitas merupakan usaha melibatkan
diri pada proses kreatif yang didasari oleh intelegensi, gaya kognitif, dan
kepribadian/motivasi, juga merupakan kemampuan untuk menghasilkan atau mencipta
sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk
ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya baru
maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif
berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Kreativitas dahulu dianggap
sebagai ”anugerah yang ajaib”, yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Namun
saat ini, kreativitas bisa dimiliki semua orang, termasuk anak usia dini.
Itulah mengapa seorang guru PAUD/TK diharapkan memiliki pengetahuan dan
kreativitas yang tinggi untuk dapat menstimulasi anak didik dengan baik, dan
menghasilkan anak-anak yang cerdas, aktif dan menghasilkan produk-produk
kreatif.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan kreativitas ?
2. Bagaimana
hubungan antara kreativitas dan pra-sadar ?
3. Bagaimana
hubungan antara kreativitas dan intelegensi ?
4. Apa saja aspek
dalam pembentukan kreativitas ?
5. Bagaimana cara
untuk mengembangkan kreativitas ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk
mengetahui pengertian dari kreativitas.
2. Untuk
mengetahui hubungan kreativitas dan pra-sadar.
3. Untuk
mengetahui hubungan kreativitas dan intelegensi.
4. Untuk
mengetahui aspek-aspek dalam membentuk kreativitas.
5. Untuk
mengetahui cara untuk mengembangkan kreativitas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kreativitas
Terdapat banyak batasan tentang
kreativitas seperti National Advisory Committee on Creative and Cultural
Education (NACCE-1999) atau Komite Nasional Penasehat Bidang Kreativitas dan
Pendidikan Budaya (Inggris), menyebutkan kreativitas sebagai bentuk aktivitas
imajinatif yang mampu menghasilkan sesuatu yang bersifat asli (original).
Walaupun ada pengakuan ilmiah terhadap pentingnya
kreativitas, namun hingga kini hanya sedikit sekali penelitian yang telah
dilakukan. Hal itu disebabkan adanya kesulitan metodologi dan karena adanya
keyakinan bahwa kreativitas adalah suatu faktor bawaan individual sehingga
hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk mengendalikannya.
Beberapa pengertian kreativitas menurut para ahli,
diantaranya :
A. Utami Munandar (1995 : 25),
kreativitas adalah suatu kemampuan umum untuk menciptakan suatu yang baru,
sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan
dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan
baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.
B. Imam Musbikin (2006 : 6),
kreativitas adalah kemampuan memulai ide, melihat hubungan yang baru, atau tak
diduga sebelumnya, kemampuan memformulasikan konsep yang tak sekedar menghafal,
menciptakan jawaban baru untuk soal-soal yang ada, dan mendapatkan pertanyaan
baru yang perlu di jawab.
C. Mangunhardjana (1986 : 11),
adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya berguna (useful), lebih
enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan,
mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan,
mendatangkan hasil lebih baik atau banyak.
D. Sternberg (1988),
kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis,
yaitu intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi.
E. Baron (1969) yang
menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan
sesuatu yang baru.
F. Supriyadi dalam Yeni
Rachmawati dan Euis Kurniati (2005 : 15) mengutarakan bahwa kreativitas adalah
kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan
maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada. Selanjutnya
ia menambahkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi
yang mengimplikasikan terjadinya eskalasi dalam kemampuan berpikir, ditandai
oleh suksesi, diskontinuitas, diverensiasi, dan integrasi antara setiap tahap
perkembangan.
G. Clark Moustakis (1967), ahli
psikologi humanistic menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman
mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu
dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain.
H. Rhodes, umumnya kreativitas
didefinisikan sebagai Person, Process, Press, Product. Keempat P ini saling
berkaitan, yaitu Pribadi (Person) kreatif yang melibatkan diri dalam proses
(Process) kreatif, dan dengan dorongan dan dukungan (Press) dari lingkungan,
menghasilkan produk (Product) kreatif.
I. Hulbeck (1945), “
Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the
environment in an unique and characteristic way”. Dimana tindakan kreatif
muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan
lingkungannya.
J. Haefele (1962),
kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang
mempunyai makna social.
K. Torrance (1988),
kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat
dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan menguji dugaan atau
hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan
hasil-hasilnya.
Dari berbagai
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan makna dari
kreativitas, dapat
diambil kesimpulan bahwa kreativitas adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang
baru, proses konstuksi ide yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan masalah,
serta suatu kegiatan yang bermanfaat.
2.1.1
Ciri-ciri
Kreativitas
Guilford (dalam
Munandar, 2009) mengemukakan ciri-ciri dari kreativitas antara lain:
a. Kelancaran berpikir (fluency of
thinking), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari
pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan
adalah kuantitas, dan bukan kualitas.
b. Keluwesan berpikir (flexibility),
yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau
pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut
pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda,
serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang
yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat
meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang
baru.
c. Elaborasi (elaboration), yaitu
kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci
detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi.
2.1.2
Faktor-faktor
Kreativitas
Menurut Rogers (dalam Munandar, 2009), faktor-faktor yang
dapat mendorong terwujudnya kreativitas individu diantaranya :
a. Dorongan dari dalam diri sendiri
(motivasi intrinsik)
Menurut Roger
(dalam Munandar, 2009) setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan
dari dalam dirinya untuk berkreativitas, mewujudkan potensi, mengungkapkan dan
mengaktifkan semua kapasitas yang dimilikinya. Dorongan ini merupakan motivasi
primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru
dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya (Rogers dalam
Munandar, 2009). Hal ini juga didukung oleh pendapat Munandar (2009) yang
menyatakan individu harus memiliki motivasi intrinsik untuk melakukan sesuatu
atas keinginan dari dirinya sendiri, selain didukung oleh perhatian, dorongan,
dan pelatihan dari lingkungan.
Menurut Rogers
(dalam Zulkarnain, 2002), kondisi internal (interal press) yang dapat
mendorong seseorang untuk berkreasi diantaranya:
1. Keterbukaan
terhadap pengalaman
Keterbukaan
terhadap pengalaman adalah kemampuan menerima segala sumber informasi dari
pengalaman hidupnya sendiri dengan menerima apa adanya, tanpa ada usaha defense,
tanpa kekakuan terhadap pengalaman-pengalaman tersebut dan keterbukaan terhadap
konsep secara utuh, kepercayaan, persepsi dan hipotesis. Dengan demikian
individu kreatif adalah individu yang mampu menerima perbedaan.
2. Kemampuan untuk
menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang (internal locus of
evaluation)
Pada dasarnya
penilaian terhadap produk ciptaan seseorang terutama ditentukan oleh diri
sendiri, bukan karena kritik dan pujian dari orang lain. Walaupun demikian
individu tidak tertutup dari kemungkinan masukan dan kritikan dari orang lain.
3. Kemampuan untuk
bereksperimen atau “bermain” dengan konsep-konsep.
Merupakan
kemampuan untuk membentuk kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
b. Dorongan dari lingkungan (motivasi
ekstrinsik)
Munandar (2009)
mengemukakan bahwa lingkungan yang dapat mempengaruhi kreativitas individu
dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga
merupakan kekuatan yang penting dan merupakan sumber pertama dan utama dalam
pengembangan kreativitas individu. Pada lingkungan sekolah, pendidikan di
setiap jenjangnya mulai dari pra sekolah hingga ke perguruan tinggi dapat
berperan dalam menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas individu. Pada
lingkungan masyarakat, kebudayaan-kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat
juga turut mempengaruhi kreativitas individu. Rogers (dalam Munandar, 2009)
menyatakan kondisi lingkungan yang dapat mengembangkan kreativitas ditandai
dengan adanya:
1. Keamanan
psikologis
Keamanan
psikologis dapat terbentuk melalui 3 proses yang saling berhubungan, yaitu:
i.
Menerima
individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya.
ii.
Mengusahakan
suasana yang didalamnya tidak terdapat evaluasi eksternal (atau
sekurang-kurangnya tidak bersifat atau mempunyai efek mengancam.
iii.
Memberikan
pengertian secara empatis, ikut menghayati perasaan, pemikiran, tindakan
individu, dan mampu melihat dari sudut pandang mereka dan menerimanya.
2. Kebebasan
psikologis
Lingkungan yang
bebas secara psikologis, memberikan kesempatan kepada individu untuk bebas
mengekspresikan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya.
Munandar (dalam Zulkarnain, 2002) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi
kreativitas dapat berupa kemampuan berpikir dan sifat kepribadian yang
berinteraksi dengan lingkungan tertentu. Faktor kemampuan berpikir terdiri dari
kecerdasan (inteligensi) dan pemerkayaan bahan berpikir berupa pengalaman dan
ketrampilan. Faktor kepribadian terdiri dari ingin tahu, harga diri dan
kepercayaan diri, sifat mandiri, berani mengambil resiko dan sifat asertif
(Kuwato, dalam Zulkarnain, 2002).
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas,
terdapat berbagai faktor lainnya yang dapat menyebabkan munculnya variasi atau
perbedaan kreativitas yang dimiliki individu, yang menurut Hurlock (1993)
yaitu:
a. Jenis kelamin
Anak laki-laki
menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak perempuan, terutama
setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian besar hal ini disebabkan
oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Anak
laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh teman sebaya untuk
lebih mengambil resiko dan didorong oleh para orangtua dan guru untuk lebih
menunjukkan inisiatif dan orisinalitas.
b. Status sosial
ekonomi
Anak dari
kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif daripada anak
yang berasal dari sosial ekonomi kelompok yang lebih rendah. Lingkungan anak
kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas.
c. Urutan
kelahiran
Anak dari
berbagai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda.
Perbedaan ini lebih menekankan lingkungan daripada bawaan. Anak yang lahir di
tengah, lahir belakangan dan anak tunggal mungkin memiliki kreativitas yang
tinggi dari pada anak pertama. Umumnya anak yang lahir pertama lebih ditekan
untuk menyesuaikan diri dengan harapan orangtua, tekanan ini lebih mendorong
anak untuk menjadi anak yang penurut daripada pencipta.
d. Ukuran keluarga
Anak dari
keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih kreatif daripada anak
dari keluarga besar. Dalam keluarga besar, cara mendidik anak yang otoriter dan
kondisi sosioekonomi kurang menguntungkan mungkin lebih mempengaruhi dan
menghalangi perkembangan kreativitas.
e. Lingkungan kota
vs lingkungan pedesaan
Anak dari
lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak lingkungan pedesaan.
f. Inteligensi
Setiap anak
yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak yang
kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani
suasana sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konflik
tersebut.
2.2 Kreativitas dan Pra-sadar
Menurut Kubie (Suratno:2005), pemikiran
pra-sadar menjadikan orang kreatif, sedangkan pemikiran bawah sadar yang
terlalu dominan akan menjauhkan dari kreativitas, demikian juga halnya dengan
pemikiran irasional yang dominan juga akan menjauhkan dari kreatif. Contoh
pemikiran pra-sadar seperti mimpi pada waktu tidur, mengkhayal, fantasi,
meditasi, lamunan, ingatan pendengaran, ingatan penciuman, dsb.
Samples (Suratno:2005) berkeyakinan
bahwa orang yang kreatif adalah orang yang tetap mempertahankan kemampuan sejak
masa kanak-kanak untuk menerima apa yang mereka pahami dan tidak merekapahami.
Orang yang kreatif dapat memasuki hal-hal yang telah mereka ketahui tetapi juga
tidak asing dalam hal-hal yang belum diketahuinya.
Lebih lanjut Samples menyatakan bahwa
orang yang kreatif itu menyenangkan. Kecerdikan mereka mengilhami kehidupan
sehari-hari. Orang yang kreatif berhubungan dengan orang lain secara terbuka.
Karena itu, orang kreatif terhindar dari penyakit stress. Hal itu sebagai
akibat dari sifatnya yang terbuka terhadap suatu perubahan,baik yang
menyenangkan atau tidak bagi dirinya dengan semangat petualangan.
2.3 Kreativitas dan Intelegensi
Intelegensi merupakan faktor total
berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi,
penasaran, perhatian, minat dan sebagainya juga mempengaruhi intelegensi
seseorang). Kita hanya dapat mengetahui intelegensi dari tingkah laku atau
perbuatannya yang tampak. Intelegensi hanya dapat kita ketahui dengan cara
tidak langsung melalui “kelakuan intelegensinya”. Bagi suatu perbuatan intelegensi
bukan hanya kemapuan yang dibawa sejak lahir saja, yang penting faktor-faktor
lingkungan dan pendidikan pun memegang peranan. Bahwa manusia itu dalam
kehidupannya senantiasa dapat menentukan tujuan-tujuan yang baru, dapat
memikirkan dan menggunakan cara-cara untuk mewujudkan dan mencapai tujuan itu.
Kreativitas dan
intelegensi adalah dua hal yang berbeda. Dengan demikian kecerdasan itu beragam
dari berpikir abstrak sampai dengan kemampuan menyesuaikan diri dalam keadaan
yang asing bagi dirinya. Kreativitas tidak demikian halnya, kreativitas
berkaitan dengan bagaimana memberdayakan apa yang di dalam dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang baru atau orisinil.
2.3.1
Faktor-faktor
yang Memengaruhi Intelegensi
a. Faktor Bawaan
Banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari suatu
keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi
(+0,50), orang yang kembar (+ 0,90) yang tidak bersanak saudara (+ 0,20), anak
yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya (+ 0,10 - + 0,20).
b. Faktor
Lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi
oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian
makanan bergizi dengan intelegensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini
merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain guru,
rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga
memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai
keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka).
c.
Stabilitas
Intelegensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi
merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah
hasil dari suatu tes intelegensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai
kelompok dari intelegensi). Stabilitas inyelegensi tergantung perkembangan
organik otak.
d.
Faktor
Kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia
mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat
dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan
fungsinya.
e.
Minat dan
Pembawaan yang Khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada
suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia
terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk
berinteraksi dengan dunia luar.
2.3.2 Hubungan antara intelegensi dengan
kreativitas
Kreativitas
merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga
merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan
antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang
memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang
bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari
berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti
oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak
selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ
tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi,
ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Para ahli telah
berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford (1967) menjelaskan
bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu
kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi
yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur
proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu
jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini
merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang
memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini
terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu
pengetahuan.
Kreativitas dan inteligensi
merupakan dua ranah kemampuan manusia yang berbeda dalam sifat dan
orientasinya. Dalam konteks keterkaitan, inteligensi tidak dapat dijadikan
kriteria tunggal untuk mengidentifikasi orang-orang yang kreatif.
Mengembangkan potensi kreatif anak
supaya dapat diwujudkan dalam karya kreatif memerlukan bimbingan yang intensif
dan dorongan dari orang tua karena pola asuh dalam keluarga dapat menunjang
pengembangan potensi kreatif anak. Utami Munandar dalam bukunya Pengembangan
Kreativitas Anak Berbakat (1999) mengemukakan beberapa sikap orang tua yang
menunjang pengembangan kreativitas anak yaitu:
a. Menghargai pendapat anak dan
mendorongnya untuk mengungkapkannya,
b. Memberi waktu kepada anak untuk
berpikir, merenung dan berhayal,
c. Membiarkan anak mengambil
keputusannya sendiri,
d. Mendorong ketelitian anak, untuk
menjajagi dan mempertanyakan banyak hal,
e. Meyakinkan anak bahwa orang tua
menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan dan apa hasilnya,
f. Menunjang dan mendorong kegiatan
anak,
g. Menikmati keberadaannya bersama
anak,
h. Memberi pujian yang sungguh-sungguh
kepada anak,
i. Mendorong kemandirian anak dalam
bekerja, dan
j. Melatih hubungan kerja sama yang
baik dengan anak.
Lingkungan
yang mendukung dengan disediakannya kesempatan, contoh-contoh yang positif,
bimbingan yang fektif dapat mengembangkan dan mengarahkan anak yang kreatif
menjadi anak yang produktif. Tetapi dalam pengembangan kreativitas itu harus
ada hal-hal yang menjadi koridor yaitu etika dan nilai-nilai yang ditanamkan
kepada anak agar kreativitas itu tidak destruktif atau liar.
2.4 Teori Pembentukan Kreativitas
2.4.1
Pembentukan Pribadi Kreatif
1. Teori Psikoanalisa
Psikoanalisa
memandang kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu masalah, yang biasanya
dimulai sejak di masa anak-anak. Priadi kreatif dipandang sebagai seseorang
yang pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan memungkinkan
gagasan-gagasan yang disadari dan yang tidak disadari bercampur menjadi
pemecahan inovatif dari trauma.
Adapun
tokoh-tokohnya adalah:
a.
Sigmund Freud
Ia
menjelaskan proses kreatif dari mekanisme pertahanan, yang merupakan upaya tak
sadar untuk menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak menyenangkan atau
yang tidak dapat diterima. Sehingga biasanya mekanisme pertahanan merintangi
produktivitas kreatif. Meskipun kebanyakan mekanisme pertahanan menghambat
tindakan kreatif, namun justru mekanisme sublimasi justru merupakan penyebab
utama dari kreativitas.
b.
Ernest Kris
Ia
menekankan bahwa mekanisme pertahanan regresi (beralih ke perilaku sebelumnya
yang akan memberi kepuasaan, jika perilaku sekarang tidak berhasil atau tidak
memberi kepuasaan) juga sering muncul dalam tindakan kreatif.
c.
Carl Jung
Ia
juga percaya bahwa ketidaksadaran memainkan peranan yang amat penting dalam
kreativitas tingkat tinggi. Alam pikiran yang tidak disadari dibentuk oleh masa
lalu pribadi. Dengan adanya ketidaksadaran kolektif, akan timbul penemuan,
teori, seni, dan karya-karya baru lainnya. Prose inilah yang menyebabkan
kelanjutan dari eksistensi manusia.
2. Teori Humanistik
Humanistik
lebih menekankan kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat
tinggi. Dan kreativitas dapat berkembang selama hidup dan tidak terbatas pada
usia lima tahun pertama.
a.
Abraham Maslow
Ia
menekankan bahwa manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata
sebagai kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan itu, diwujudkan Maslow sebagai hirarki
kebutuhan manusia, dari yang terendah hingga yang tertinggi.
b.
Carl Rogers
Ia
menjelaskan ada 3 kondisi dari pribadi yang kreatif, adalah keterbukaan
terhadap pengalaman, kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan Patoka
pribadi seseorang, kemampuan untuk bereksperiman atau untuk ‘bermain’ dengan
konsep-konsep.
2.4.2
Dorongan atau Motivasi
Agar kreativitas dapat terwujud diperlukan dorongan dari
individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan (motivasi
ekstrinsik)
1. Motivasi Intrinsik dari Kreativitas
Setiap individu memiliki
kecenderungan atau dorongan mewujudkan potensinya, mewujudkan dirinya, dorongan
berkembang menjadi matang, dorongan mengungkapkan dan mengaktifkan semua
kapasitasnya.
Dorongan ini merupakan motivasi
primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru
denganlingkungannya dalam upaya manjadi dirinya sepenuhnya. (Rogers dan Vernon
1982)
2. Kondisi eksternal yang mendorong
perilaku kreatif
Kreativitas memang tidak dapat
dipaksakan, tetapi harus dimungkinkan untuk tumbuh, bibit unggul memerlukan
kokdisi yang memupuk dan memungkinkan bibit itu mengembangkan sendiri
potensinya.
2.4.3
Proses Kreatif
Proses
penciptaan disebut juga proses kreatif, yaitu rangkaian kegiatan seorang dalam
menciptakan dan melahirkan karya-karya seninya sebagai ungkapan gagasan dan
keinginannya. Kemampuan kreatif atau mencipta tersebut sesungguhnya bukanlah
sesuatu yang istimewa. Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki tiga
kemampuan utama, yaitu kemampuan fisik, kemampuan rasio atau akal, dan
kemampuan kreatif. Hanya perimbangannnya saja yang berbeda-beda antara orang
per orang.
Wallas dalam bukunya “The Art of Thought” menyatakan bahwa
proses kreatif meliputi 4 tahap :
1. Tahap Persiapan, memperisapkan diri untuk
memecahkan masalah dengan mengumpulkan data/ informasi, mempelajari pola
berpikir dari orang lain, bertanya kepada orang lain.
2. Tahap Inkubasi, pada tahap ini pengumpulan
informasi dihentikan, individu melepaskan diri untuk sementara masalah
tersebut. Ia tidak memikirkan masalah tersebut secara sadar, tetapi
“mengeramkannya’ dalam alam pra sadar.
3. Tahap Iluminasi, tahap ini merupakan tahap timbulnya
“insight” atau “Aha Erlebnis”, saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru.
4. Tahap Verifikasi, tahap ini merupakan tahap
pengujian ide atau kreasi baru tersebut terhapad realitas. Disini
diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Proses divergensi
(pemikiran kreatif) harus diikuti proses konvergensi (pemikiran kritis).
Pemunculan
kreativitas anak tidak dapat diwujudkan dengan instant. Pemunculan kreativitas
perlu proses melalui pemberian kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif.
Karena itu orang tua, lingkungan, keluarga dan juga guru TK hendaknya
memberikan kesempatan yang luas kepada anak untuk beraktivitas melalui berbagai
kegiatan kreatif. Yang penting dalam memunculkan kreativitas anak, adalah
pemberian kebebasan kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan eksperimen
dalam rangka mewujudkan atau mengekspresikan diri secara kreatif.
Orang tua,
anggota keluarga dan juga guru TK hendaknya tidak memaksa anak untuk melakukan
sesuatu jika anak memang tidak berminat ataupun sesungguhnya belum mampu
melakukannya.
2.4.4
Produk Kreatif
Definisi produk kreativitas
menekankan bahwa apa yang dihasilkan dari proses kreativitas adalah sesuatu
yang baru, orisinil, dan bermakna.
Stein (Basuki:2010),
menyatakan bahwa suatu produk baru
dapat disebut karya kreatif jika mendapatkan pengakuan (penghargaan) oleh
masyarakat pada waktu tertentu.
Pada pribadi yang kreatif, bila
memiliki kondisi pribadi dan lingkungan yang memberi peluang bersibuk diri
secara kreatif (proses), maka dapat diprediksikan bahwa produk kreatifnya akan
muncul.
Cropley (1994) menunjukkan hubungan
antara tahap-tahap proses kreatif dari Wallas (persiapan, inkubasi, iluminasi,
verifikasi) dan produk yang psikologis yang berinteraksi. Konfigurasi dapat
berupa gagasan, model, tindakan cara menyusun kata, melodi atau bentuk. Pemikir
divergen (kreatif) mampu menggabungkan unsur-unsur mental dengan cara-cara yang
tidak lazim atau tidak diduga. Konstruksi konfigurasi tersebut tidak hanya
memerlukan berpikir konvergen dan divergen saja, tetapi juga motivasi, karakteristik
pribadi yang sesuai (misalnya keterbukaan terhadap pembaruan unsur-unsur
sosial, ketrampilan komunikasi). Proses ini disertai perasaan atau emosi yang
dapat menunjang atau menghambat.
Besemer dan Treffirger menyarankan
produk kreatif digolongkan menjadi 3 kategori :
1. Kebaruan
(novelty)
a.
Kebaruan
Sejauh mana produk itu baru, dalam
hal jumlah dan luas proses yang baru, teknik baru, bahan baru, konsep baru,
produk kreatif dimasa depan.
b. Produk itu orisinal
Sangat langka diantara produk yang
dibuat orang dengan pengalaman dan pelatihan yang sama, juga menimbulkan kejutan
(suprising) dan juga germinal (dapat menimbulkan gagasan produk orisinal
lainnya
2. Pemecahan
(resolution)
Menyangkut derajat sejauh mana
produk itu memenuhi kebutuhan untuk mengatasi masalah.
Ada 3 kriteria dalam dimensi ini :
a.
produk harus bermakna
b. produk harus logis
c.
produk harus berguna (dapat
diterapkan secara praktis).
3. Keterperincian (elaboration) dan
sintesis
Dimensi ini merujuk pada derajat
sejauh mana produk itu menggabungkan unsur-unsur yang tidak sama / serupa
menjadi keseluruhan yang canggih dan koheren.
Ada 5 kriteria untuk dimensi ini :
a.
produk itu harus organis (mempunyai arti
inti dalam penyusunan produk)
b. elegan, yaitu canggih (mempunyai
nilai lebih dari yang tampak)
c.
kompleks, yaitu berbagai unsur
digabung pada satu tingkat atau lebih
d. dapat dipahami (tampil secara jelas)
e.
menunjukan ketrampilan atau keahlian
2.4.5
Pengembangan Kreativitas
Perkembangan kreativitas mengikuti
pola yang dapat diramalkan, pertama-tama terlihat dalam permainan anak, lalu
secara bertahap menyebar ke berbagai bidang kehidupan lainnya seperti pekerjaan
sekolah, kegiatan rekreasi dan pekerjaan. Hasil kreatif biasanya mencapai
puncaknya pada usia tiga puluh dan empat puluhan. Setelah itu tetap mendatar
atau secara bertahap menurun. Apakah pola ini akan diikuti atau tidak sebagian
besar tergantung pada pengaruh-pengaruh lingkungan yang memudahkan atau
menghalangi ekspresi kreativitas. Spock (1974) menekankan betapa pentingnya
sikap awal orang tua terhadap ekspresi kreativitas anak.
I.
Ekspresi Kreativitas Anak
Beberapa cara yang paling umum digunakan anak untuk
mengekspresikan kreativitas pada berbagai usia dijelaskan oleh Hurlock (1999),
sebagai beikut:
Animisme adalah kecenderungan untuk
menganggap benda mati sebagai benda hidup. Anak kecil mempunyai pengetahuan dan
pengalaman yang terlalu minim untuk mampu membedakan antara hal-hal yang
mempunyai sifat hidup dan yang tidak. Pikiran animistic dimulai sekitar usia
anak 2 tahun, mencapai puncaknya antara 4 dan 5 tahun, kemudian menurun dengan
cepat dan menghilang segera sesudah anak masuk sekolah.
Bermain drama, sering disebut
“permainan pura-pura”, sejajar dengan pemikiran animistik. Permainan ini
kehilangan daya tariknya kurang lebih pada saat anak masuk sekolah. Bila
kemampuan penalaran dan pengalaman menjadikan anak mampu membedakan antara
kenyataan dan khayalan, mereka kehilangan minat pada parmainan pura-pura dan
mengalihkan dorongan kreatifnya pada kegiatan lainya, biasanya permainan yang
konstruktif.
Bermain konstruktif dimulai sejak
awal, seringkali lebih awal dari bermain drama, tetapi permainan ini dikalahkan
oleh permainan pura-pura yang lebih menyenangkan. Kemudian apabila permaianan
ini kehilangan daya tariknya bagi anak, mereka mengalihkan permainan mereka ke
tipe permainan kreatif. Bermain konstruktirf awal sifatnya reproduktif. Anak
meniru apa saja yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan bertambahnya usia, mereka
kemudian menciptakan konstruksi dengan menggunakan benda dan situasi
sehari-hari serta mengubahnya agar sesuai dengan khayalannya. Teman imajiner
adalah orang, hewan atau benda yang diciptakan anak dalam khayalannya untuk
memainkan peran seorang teman. Karena banyak permainan membutuhkan teman
bermain, supaya menyenangkan, anak yang tidak mempunyai teman sering
menciptakan seorang teman imajiner.
Melamun merupakan bentuk permaian
mental, dan biasanya disebut “khayalan” untuk membedakannya dari ekspresi
imajinasi yang lebih terkendali. Walaupun melamun dapat dimulai sejak awal,
namun kegiatan ini mencapai puncaknya selama masa puber. Melamun merupakan
bentuk hiburan favorit di kalangan anak yang lebih tua bila mereka merasa bosan
atau kemungkinan untuk permainan lain terbatas.
Dusta putih (white lie), suatu ekspresi kreativitas yang umum di kalangan
anak-anak kecil, yang sering disebut “dongeng berlebihan”. Dusta putih adalah
kebohongan yang diceritakan seorang anak yang sebenarnya mereka merasa yakin
bahwa hal itu benar.
Melucu/Humor, mempunyai dua aspek:
kemampuan untuk mempersepsikan kelucuan dan kemampuan melucu. Kedua aspek ini
dapat menunjang penerimaan sosial, karena hal itu membantu menciptakan kesan
bahwa anak itu cukup menyenangkan dalam pergaulan dan sportif.
II.
Faktor-faktor yang Meningkatkan Kreativitas
Semua anak mempunyai potensi untuk
kreatif, walaupun tingkat kreativitasnya berbeda. Titik pandangan baru mengenai
kreativitas mendorong diadakannya penelitian untuk menentukan apa saja kondisi
lingkungan yang menguntungkan dan membekukan perkembangan kreativitas.
Penelitian ini telah menunjukkan dua faktor yang penting (Hurlock, 1999).
Pertama, sikap sosial yang ada dan tidak menguntungkan kreativitas harus
ditanggulangi.
Alasannya karena sikap seperti itu
mempengaruhi teman sebaya, orang tua dan guru serta perlakuan mereka terhadap
anak yang berpotensi kreatif. Apabila harus dibentuk kondisi yang menguntungkan
bagi perkembangan kreativitas, faktor negatif ini harus dihilangkan.
Kedua, kondisi yang menguntungkan
bagi perkembangan kreativitas harus diadakan pada awal kehidupannyua ketika
kreativitas mulai berkembang dan harus dilanjutkan terus sampai berkembang
dengan baik.
Banyak hal dapat dilakukan untuk
meningkatkan kreativitas, seperti memberi dorongan kreatif, waktu untuk bermain
dan sebagainya. Anak membutuhkan waktu dan kesempatan menyendiri untuk
mengembangkan kehidupan imajinatif yang kaya. Selain hal tersebut mereka juga
membutuhkan sarana untuk bermain dan kelak sarana lainnya harus disediakan
untuk merangsang dorongan eksperimental dan eksplorasi, yang merupakan unsur penting
dari semua kreativitas dengan dukungan lingkungan yang merangsang.
Tentang kondisi lingkungan yang
dapat merangsang kreativitas dijelaskan oleh Hurlock (1999) bahwa lingkungan
rumah dan sekolah harus merangsang kreativitas dengan memberikan bimbingan dan
dorongan untuk menggunakan sarana yang akan mendorong kreativitas.
Kurangnya rangsangan, sebagai salah
satu hambatan yang paling umum terjadi, akan menghambat perkembangan
kreativitas dan membekukan kreativitas itu sendiri. Kurangnya rangsangan dapat disebabkan
ketidaktahuan orang tua dan orang lain dalam lingkungan anak tentang pentingnya
kreativitas atau mungkin ditimbulkan oleh asumsi bahwa kreativitas merupakan
sifat bawaan, sehingga alam akan mengatur perkembangnnya dan karenanya
rangsangan tidak diperlukan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Kreativitas
penulis mengambil kesimpulan bahwa kreativitas adalah kemampuan menciptakan
sesuatu yang baru, proses konstuksi ide yang dapat diterapkan dalam
menyelesaikan masalah, serta suatu kegiatan yang bermanfaat.
Pemikiran
pra-sadar menjadikan orang kreatif, sedangkan pemikiran bawah sadar yang
terlalu dominan akan menjauhkan dari kreativitas, demikian juga halnya dengan
pemikiran irasional yang dominan juga akan menjauhkan dari kreatif. Contoh
pemikiran pra-sadar seperti mimpi pada waktu tidur, mengkhayal, fantasi,
meditasi, lamunan, ingatan pendengaran, ingatan penciuman, dsb.
Intelegensi merupakan faktor total
berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi,
penasaran, perhatian, minat dan sebagainya juga mempengaruhi intelegensi
seseorang). Dalam
konteks keterkaitan, inteligensi tidak dapat dijadikan kriteria tunggal untuk
mengidentifikasi orang-orang yang kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
Gunarsa, Singgih D.1981. Dasar
dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta : PT
BPK Gunung
Mulia.
Hurlock, Elizabeth B. 1993. Perkembangan Anak Jilid 2 (terjemahan
Meitasari
Tjandrasa). Jakarta: Erlangga.
Maslow, Abraham H. 1959. Creativity in
Self-Actualizing People. Dalam H.H.
Anderson (Ed). Creativity in its Cultivation. New
York:Harper& Brothers.
Mayang Sari, Sriti, 2004. Peran Warna Interior Terhadap
Perkembangan dan
Pendidikan Anak di Taman Kanak-Kanak. Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Dimensi
Interior Vol.2, No.1. Surabaya: Puslit Univ. Kristen Petra.
Munandar, Utami, 1999. Pengembangan Kreativitas Anak
Berbakat. Jakarta: PT
Penerbit Rineka Cipta.
Suratno. 2005. Pengembangan
Kreativitas Anak Usia Dini. Jakarta:Departemen
Pendidikan
Nasional.
0 komentar