Teori tentang Kreativitas dan Pembentukannya

by - 12:58 AM


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Kreativitas merupakan usaha melibatkan diri pada proses kreatif yang didasari oleh intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi, juga merupakan kemampuan untuk menghasilkan atau mencipta sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Kreativitas dahulu dianggap sebagai ”anugerah yang ajaib”, yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Namun saat ini, kreativitas bisa dimiliki semua orang, termasuk anak usia dini. Itulah mengapa seorang guru PAUD/TK diharapkan memiliki pengetahuan dan kreativitas yang tinggi untuk dapat menstimulasi anak didik dengan baik, dan menghasilkan anak-anak yang cerdas, aktif dan menghasilkan produk-produk kreatif.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kreativitas ?
2.      Bagaimana hubungan antara kreativitas dan pra-sadar ?
3.      Bagaimana hubungan antara kreativitas dan intelegensi ?
4.      Apa saja aspek dalam pembentukan kreativitas ?
5.      Bagaimana cara untuk mengembangkan kreativitas ?

1.3  Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian dari kreativitas.
2.      Untuk mengetahui hubungan kreativitas dan pra-sadar.
3.      Untuk mengetahui hubungan kreativitas dan intelegensi.
4.      Untuk mengetahui aspek-aspek dalam membentuk kreativitas.
5.      Untuk mengetahui cara untuk mengembangkan kreativitas.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Kreativitas
Terdapat banyak batasan tentang kreativitas seperti National Advisory Committee on Creative and Cultural Education (NACCE-1999) atau Komite Nasional Penasehat Bidang Kreativitas dan Pendidikan Budaya (Inggris), menyebutkan kreativitas sebagai bentuk aktivitas imajinatif yang mampu menghasilkan sesuatu yang bersifat asli (original).
Walaupun ada pengakuan ilmiah terhadap pentingnya kreativitas, namun hingga kini hanya sedikit sekali penelitian yang telah dilakukan. Hal itu disebabkan adanya kesulitan metodologi dan karena adanya keyakinan bahwa kreativitas adalah suatu faktor bawaan individual sehingga hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk mengendalikannya.
Beberapa pengertian kreativitas menurut para ahli, diantaranya :
A.    Utami Munandar (1995 : 25), kreativitas adalah suatu kemampuan umum untuk menciptakan suatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.
B.     Imam Musbikin (2006 : 6), kreativitas adalah kemampuan memulai ide, melihat hubungan yang baru, atau tak diduga sebelumnya, kemampuan memformulasikan konsep yang tak sekedar menghafal, menciptakan jawaban baru untuk soal-soal yang ada, dan mendapatkan pertanyaan baru yang perlu di jawab.
C.     Mangunhardjana (1986 : 11), adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya berguna (useful), lebih enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik atau banyak.
D.    Sternberg (1988), kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis, yaitu intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi.
E.     Baron (1969) yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru.
F.      Supriyadi dalam Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati (2005 : 15) mengutarakan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada. Selanjutnya ia menambahkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mengimplikasikan terjadinya eskalasi dalam kemampuan berpikir, ditandai oleh suksesi, diskontinuitas, diverensiasi, dan integrasi antara setiap tahap perkembangan.
G.    Clark Moustakis (1967), ahli psikologi humanistic menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain.
H.    Rhodes, umumnya kreativitas didefinisikan sebagai Person, Process, Press, Product. Keempat P ini saling berkaitan, yaitu Pribadi (Person) kreatif yang melibatkan diri dalam proses (Process) kreatif, dan dengan dorongan dan dukungan (Press) dari lingkungan, menghasilkan produk (Product) kreatif.
I.       Hulbeck (1945), “ Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an unique and characteristic way”. Dimana tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya.
J.       Haefele (1962), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna social.
K.    Torrance (1988), kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya.
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan makna dari kreativitas, dapat diambil kesimpulan bahwa kreativitas adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru, proses konstuksi ide yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan masalah, serta suatu kegiatan yang bermanfaat.
2.1.1        Ciri-ciri Kreativitas
Guilford (dalam Munandar, 2009) mengemukakan ciri-ciri dari kreativitas antara lain:
a.    Kelancaran berpikir (fluency of thinking), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan bukan kualitas.
b.   Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru.
c.    Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi.

2.1.2        Faktor-faktor Kreativitas
Menurut Rogers (dalam Munandar, 2009), faktor-faktor yang dapat mendorong terwujudnya kreativitas individu diantaranya :

a.      Dorongan dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik)
Menurut Roger (dalam Munandar, 2009) setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan dari dalam dirinya untuk berkreativitas, mewujudkan potensi, mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas yang dimilikinya. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya (Rogers dalam Munandar, 2009). Hal ini juga didukung oleh pendapat Munandar (2009) yang menyatakan individu harus memiliki motivasi intrinsik untuk melakukan sesuatu atas keinginan dari dirinya sendiri, selain didukung oleh perhatian, dorongan, dan pelatihan dari lingkungan.
Menurut Rogers (dalam Zulkarnain, 2002), kondisi internal (interal press) yang dapat mendorong seseorang untuk berkreasi diantaranya:
1.      Keterbukaan terhadap pengalaman
Keterbukaan terhadap pengalaman adalah kemampuan menerima segala sumber informasi dari pengalaman hidupnya sendiri dengan menerima apa adanya, tanpa ada usaha defense, tanpa kekakuan terhadap pengalaman-pengalaman tersebut dan keterbukaan terhadap konsep secara utuh, kepercayaan, persepsi dan hipotesis. Dengan demikian individu kreatif adalah individu yang mampu menerima perbedaan.
2.      Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation)
Pada dasarnya penilaian terhadap produk ciptaan seseorang terutama ditentukan oleh diri sendiri, bukan karena kritik dan pujian dari orang lain. Walaupun demikian individu tidak tertutup dari kemungkinan masukan dan kritikan dari orang lain.
3.      Kemampuan untuk bereksperimen atau “bermain” dengan konsep-konsep.
Merupakan kemampuan untuk membentuk kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

b.      Dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik)
Munandar (2009) mengemukakan bahwa lingkungan yang dapat mempengaruhi kreativitas individu dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan kekuatan yang penting dan merupakan sumber pertama dan utama dalam pengembangan kreativitas individu. Pada lingkungan sekolah, pendidikan di setiap jenjangnya mulai dari pra sekolah hingga ke perguruan tinggi dapat berperan dalam menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas individu. Pada lingkungan masyarakat, kebudayaan-kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat juga turut mempengaruhi kreativitas individu. Rogers (dalam Munandar, 2009) menyatakan kondisi lingkungan yang dapat mengembangkan kreativitas ditandai dengan adanya:
1.      Keamanan psikologis
Keamanan psikologis dapat terbentuk melalui 3 proses yang saling berhubungan, yaitu:
                                                                          i.            Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya.
                                                                        ii.            Mengusahakan suasana yang didalamnya tidak terdapat evaluasi eksternal (atau sekurang-kurangnya tidak bersifat atau mempunyai efek mengancam.
                                                                      iii.            Memberikan pengertian secara empatis, ikut menghayati perasaan, pemikiran, tindakan individu, dan mampu melihat dari sudut pandang mereka dan menerimanya.
2.      Kebebasan psikologis
Lingkungan yang bebas secara psikologis, memberikan kesempatan kepada individu untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya. Munandar (dalam Zulkarnain, 2002) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas dapat berupa kemampuan berpikir dan sifat kepribadian yang berinteraksi dengan lingkungan tertentu. Faktor kemampuan berpikir terdiri dari kecerdasan (inteligensi) dan pemerkayaan bahan berpikir berupa pengalaman dan ketrampilan. Faktor kepribadian terdiri dari ingin tahu, harga diri dan kepercayaan diri, sifat mandiri, berani mengambil resiko dan sifat asertif (Kuwato, dalam Zulkarnain, 2002).

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, terdapat berbagai faktor lainnya yang dapat menyebabkan munculnya variasi atau perbedaan kreativitas yang dimiliki individu, yang menurut Hurlock (1993) yaitu:
a.       Jenis kelamin
Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh teman sebaya untuk lebih mengambil resiko dan didorong oleh para orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas.
b.      Status sosial ekonomi
Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif daripada anak yang berasal dari sosial ekonomi kelompok yang lebih rendah. Lingkungan anak kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas.
c.       Urutan kelahiran
Anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan lingkungan daripada bawaan. Anak yang lahir di tengah, lahir belakangan dan anak tunggal mungkin memiliki kreativitas yang tinggi dari pada anak pertama. Umumnya anak yang lahir pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orangtua, tekanan ini lebih mendorong anak untuk menjadi anak yang penurut daripada pencipta.
d.      Ukuran keluarga
Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih kreatif daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar, cara mendidik anak yang otoriter dan kondisi sosioekonomi kurang menguntungkan mungkin lebih mempengaruhi dan menghalangi perkembangan kreativitas.
e.       Lingkungan kota vs lingkungan pedesaan
Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak lingkungan pedesaan.
f.       Inteligensi
Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani suasana sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut.

2.2  Kreativitas dan Pra-sadar
Menurut Kubie (Suratno:2005), pemikiran pra-sadar menjadikan orang kreatif, sedangkan pemikiran bawah sadar yang terlalu dominan akan menjauhkan dari kreativitas, demikian juga halnya dengan pemikiran irasional yang dominan juga akan menjauhkan dari kreatif. Contoh pemikiran pra-sadar seperti mimpi pada waktu tidur, mengkhayal, fantasi, meditasi, lamunan, ingatan pendengaran, ingatan penciuman, dsb.
Samples (Suratno:2005) berkeyakinan bahwa orang yang kreatif adalah orang yang tetap mempertahankan kemampuan sejak masa kanak-kanak untuk menerima apa yang mereka pahami dan tidak merekapahami. Orang yang kreatif dapat memasuki hal-hal yang telah mereka ketahui tetapi juga tidak asing dalam hal-hal yang belum diketahuinya.
Lebih lanjut Samples menyatakan bahwa orang yang kreatif itu menyenangkan. Kecerdikan mereka mengilhami kehidupan sehari-hari. Orang yang kreatif berhubungan dengan orang lain secara terbuka. Karena itu, orang kreatif terhindar dari penyakit stress. Hal itu sebagai akibat dari sifatnya yang terbuka terhadap suatu perubahan,baik yang menyenangkan atau tidak bagi dirinya dengan semangat petualangan.

2.3  Kreativitas dan Intelegensi
Intelegensi merupakan faktor total berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi, penasaran, perhatian, minat dan sebagainya juga mempengaruhi intelegensi seseorang). Kita hanya dapat mengetahui intelegensi dari tingkah laku atau perbuatannya yang tampak. Intelegensi hanya dapat kita ketahui dengan cara tidak langsung melalui “kelakuan intelegensinya”. Bagi suatu perbuatan intelegensi bukan hanya kemapuan yang dibawa sejak lahir saja, yang penting faktor-faktor lingkungan dan pendidikan pun memegang peranan. Bahwa manusia itu dalam kehidupannya senantiasa dapat menentukan tujuan-tujuan yang baru, dapat memikirkan dan menggunakan cara-cara untuk mewujudkan dan mencapai tujuan itu.
Kreativitas dan intelegensi adalah dua hal yang berbeda. Dengan demikian kecerdasan itu beragam dari berpikir abstrak sampai dengan kemampuan menyesuaikan diri dalam keadaan yang asing bagi dirinya. Kreativitas tidak demikian halnya, kreativitas berkaitan dengan bagaimana memberdayakan apa yang di dalam dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang baru atau orisinil.

2.3.1     Faktor-faktor yang Memengaruhi Intelegensi
a.       Faktor Bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi (+0,50), orang yang kembar (+ 0,90) yang tidak bersanak saudara (+ 0,20), anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya (+ 0,10 - + 0,20).
b.      Faktor Lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka).
c.       Stabilitas Intelegensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes intelegensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari intelegensi). Stabilitas inyelegensi tergantung perkembangan organik otak.
d.      Faktor Kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya.
e.       Minat dan Pembawaan yang Khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.

2.3.2     Hubungan antara intelegensi dengan kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford (1967) menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.
Kreativitas dan inteligensi merupakan dua ranah kemampuan manusia yang berbeda dalam sifat dan orientasinya. Dalam konteks keterkaitan, inteligensi tidak dapat dijadikan kriteria tunggal untuk mengidentifikasi orang-orang yang kreatif.
Mengembangkan potensi kreatif anak supaya dapat diwujudkan dalam karya kreatif memerlukan bimbingan yang intensif dan dorongan dari orang tua karena pola asuh dalam keluarga dapat menunjang pengembangan potensi kreatif anak. Utami Munandar dalam bukunya Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat (1999) mengemukakan beberapa sikap orang tua yang menunjang pengembangan kreativitas anak yaitu:
a.       Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya,
b.      Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung dan berhayal,
c.       Membiarkan anak mengambil keputusannya sendiri,
d.      Mendorong ketelitian anak, untuk menjajagi dan mempertanyakan banyak hal,
e.       Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan dan apa hasilnya,
f.       Menunjang dan mendorong kegiatan anak,
g.      Menikmati keberadaannya bersama anak,
h.      Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak,
i.        Mendorong kemandirian anak dalam bekerja, dan
j.        Melatih hubungan kerja sama yang baik dengan anak.
Lingkungan yang mendukung dengan disediakannya kesempatan, contoh-contoh yang positif, bimbingan yang fektif dapat mengembangkan dan mengarahkan anak yang kreatif menjadi anak yang produktif. Tetapi dalam pengembangan kreativitas itu harus ada hal-hal yang menjadi koridor yaitu etika dan nilai-nilai yang ditanamkan kepada anak agar kreativitas itu tidak destruktif atau liar.
2.4  Teori Pembentukan Kreativitas
2.4.1     Pembentukan Pribadi Kreatif
1.      Teori Psikoanalisa
Psikoanalisa memandang kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu masalah, yang biasanya dimulai sejak di masa anak-anak. Priadi kreatif dipandang sebagai seseorang yang pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari dan yang tidak disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif dari trauma.
Adapun tokoh-tokohnya adalah:
a.       Sigmund Freud
Ia menjelaskan proses kreatif dari mekanisme pertahanan, yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak menyenangkan atau yang tidak dapat diterima. Sehingga biasanya mekanisme pertahanan merintangi produktivitas kreatif. Meskipun kebanyakan mekanisme pertahanan menghambat tindakan kreatif, namun justru mekanisme sublimasi justru merupakan penyebab utama dari kreativitas.
b.      Ernest Kris
Ia menekankan bahwa mekanisme pertahanan regresi (beralih ke perilaku sebelumnya yang akan memberi kepuasaan, jika perilaku sekarang tidak berhasil atau tidak memberi kepuasaan) juga sering muncul dalam tindakan kreatif.
c.       Carl Jung
Ia juga percaya bahwa ketidaksadaran memainkan peranan yang amat penting dalam kreativitas tingkat tinggi. Alam pikiran yang tidak disadari dibentuk oleh masa lalu pribadi. Dengan adanya ketidaksadaran kolektif, akan timbul penemuan, teori, seni, dan karya-karya baru lainnya. Prose inilah yang menyebabkan kelanjutan dari eksistensi manusia.

2.      Teori Humanistik
Humanistik lebih menekankan kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Dan kreativitas dapat berkembang selama hidup dan tidak terbatas pada usia lima tahun pertama.
a.       Abraham Maslow
Ia menekankan bahwa manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan itu, diwujudkan Maslow sebagai hirarki kebutuhan manusia, dari yang terendah hingga yang tertinggi.
b.      Carl Rogers
Ia menjelaskan ada 3 kondisi dari pribadi yang kreatif, adalah keterbukaan terhadap pengalaman, kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan Patoka pribadi seseorang, kemampuan untuk bereksperiman atau untuk ‘bermain’ dengan konsep-konsep.

2.4.2     Dorongan atau Motivasi
Agar kreativitas dapat terwujud diperlukan dorongan dari individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik)
1.      Motivasi Intrinsik dari Kreativitas
Setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan mewujudkan potensinya, mewujudkan dirinya, dorongan berkembang menjadi matang, dorongan mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitasnya.
Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru denganlingkungannya dalam upaya manjadi dirinya sepenuhnya. (Rogers dan Vernon 1982)

2.      Kondisi eksternal yang mendorong perilaku kreatif
Kreativitas memang tidak dapat dipaksakan, tetapi harus dimungkinkan untuk tumbuh, bibit unggul memerlukan kokdisi yang memupuk dan memungkinkan bibit itu mengembangkan sendiri potensinya.


2.4.3     Proses Kreatif
Proses penciptaan disebut juga proses kreatif, yaitu rangkaian kegiatan seorang dalam menciptakan dan melahirkan karya-karya seninya sebagai ungkapan gagasan dan keinginannya. Kemampuan kreatif atau mencipta tersebut sesungguhnya bukanlah sesuatu yang istimewa. Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki tiga kemampuan utama, yaitu kemampuan fisik, kemampuan rasio atau akal, dan kemampuan kreatif. Hanya perimbangannnya saja yang berbeda-beda antara orang per orang.
Wallas dalam bukunya “The Art of Thought” menyatakan bahwa proses kreatif meliputi 4 tahap :
1.      Tahap Persiapan, memperisapkan diri untuk memecahkan masalah dengan mengumpulkan data/ informasi, mempelajari pola berpikir dari orang lain, bertanya kepada orang lain.
2.      Tahap Inkubasi, pada tahap ini pengumpulan informasi dihentikan, individu melepaskan diri untuk sementara masalah tersebut. Ia tidak memikirkan masalah tersebut secara sadar, tetapi “mengeramkannya’ dalam alam pra sadar.
3.      Tahap Iluminasi, tahap ini merupakan tahap timbulnya “insight” atau “Aha Erlebnis”, saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru.
4.      Tahap Verifikasi, tahap ini merupakan tahap pengujian ide atau kreasi baru tersebut terhapad realitas. Disini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Proses divergensi (pemikiran kreatif) harus diikuti proses konvergensi (pemikiran kritis).
Pemunculan kreativitas anak tidak dapat diwujudkan dengan instant. Pemunculan kreativitas perlu proses melalui pemberian kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif. Karena itu orang tua, lingkungan, keluarga dan juga guru TK hendaknya memberikan kesempatan yang luas kepada anak untuk beraktivitas melalui berbagai kegiatan kreatif. Yang penting dalam memunculkan kreativitas anak, adalah pemberian kebebasan kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan eksperimen dalam rangka mewujudkan atau mengekspresikan diri secara kreatif.
Orang tua, anggota keluarga dan juga guru TK hendaknya tidak memaksa anak untuk melakukan sesuatu jika anak memang tidak berminat ataupun sesungguhnya belum mampu melakukannya.

2.4.4     Produk Kreatif
Definisi produk kreativitas menekankan bahwa apa yang dihasilkan dari proses kreativitas adalah sesuatu yang baru, orisinil, dan bermakna.
Stein (Basuki:2010), menyatakan bahwa suatu produk baru dapat disebut karya kreatif jika mendapatkan pengakuan (penghargaan) oleh masyarakat pada waktu tertentu.
Pada pribadi yang kreatif, bila memiliki kondisi pribadi dan lingkungan yang memberi peluang bersibuk diri secara kreatif (proses), maka dapat diprediksikan bahwa produk kreatifnya akan muncul.
Cropley (1994) menunjukkan hubungan antara tahap-tahap proses kreatif dari Wallas (persiapan, inkubasi, iluminasi, verifikasi) dan produk yang psikologis yang berinteraksi. Konfigurasi dapat berupa gagasan, model, tindakan cara menyusun kata, melodi atau bentuk. Pemikir divergen (kreatif) mampu menggabungkan unsur-unsur mental dengan cara-cara yang tidak lazim atau tidak diduga. Konstruksi konfigurasi tersebut tidak hanya memerlukan berpikir konvergen dan divergen saja, tetapi juga motivasi, karakteristik pribadi yang sesuai (misalnya keterbukaan terhadap pembaruan unsur-unsur sosial, ketrampilan komunikasi). Proses ini disertai perasaan atau emosi yang dapat menunjang atau menghambat.
Besemer dan Treffirger menyarankan produk kreatif digolongkan menjadi 3 kategori :
1.      Kebaruan (novelty)
a.       Kebaruan
Sejauh mana produk itu baru, dalam hal jumlah dan luas proses yang baru, teknik baru, bahan baru, konsep baru, produk kreatif dimasa depan.
b.      Produk itu orisinal
Sangat langka diantara produk yang dibuat orang dengan pengalaman dan pelatihan yang sama, juga menimbulkan kejutan (suprising) dan juga germinal (dapat menimbulkan gagasan produk orisinal lainnya
2.      Pemecahan (resolution)
Menyangkut derajat sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhan untuk mengatasi masalah.
Ada 3 kriteria dalam dimensi ini :
a.       produk harus bermakna
b.      produk harus logis
c.       produk harus berguna (dapat diterapkan secara praktis).
3.      Keterperincian (elaboration) dan sintesis
Dimensi ini merujuk pada derajat sejauh mana produk itu menggabungkan unsur-unsur yang tidak sama / serupa menjadi keseluruhan yang canggih dan koheren.
Ada 5 kriteria untuk dimensi ini :
a.       produk itu harus organis (mempunyai arti inti dalam penyusunan produk)
b.      elegan, yaitu canggih (mempunyai nilai lebih dari yang tampak)
c.       kompleks, yaitu berbagai unsur digabung pada satu tingkat atau lebih
d.      dapat dipahami (tampil secara jelas)
e.       menunjukan ketrampilan atau keahlian

2.4.5     Pengembangan Kreativitas
Perkembangan kreativitas mengikuti pola yang dapat diramalkan, pertama-tama terlihat dalam permainan anak, lalu secara bertahap menyebar ke berbagai bidang kehidupan lainnya seperti pekerjaan sekolah, kegiatan rekreasi dan pekerjaan. Hasil kreatif biasanya mencapai puncaknya pada usia tiga puluh dan empat puluhan. Setelah itu tetap mendatar atau secara bertahap menurun. Apakah pola ini akan diikuti atau tidak sebagian besar tergantung pada pengaruh-pengaruh lingkungan yang memudahkan atau menghalangi ekspresi kreativitas. Spock (1974) menekankan betapa pentingnya sikap awal orang tua terhadap ekspresi kreativitas anak.
                                        I.            Ekspresi Kreativitas Anak
Beberapa cara yang paling umum digunakan anak untuk mengekspresikan kreativitas pada berbagai usia dijelaskan oleh Hurlock (1999), sebagai beikut:
Animisme adalah kecenderungan untuk menganggap benda mati sebagai benda hidup. Anak kecil mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang terlalu minim untuk mampu membedakan antara hal-hal yang mempunyai sifat hidup dan yang tidak. Pikiran animistic dimulai sekitar usia anak 2 tahun, mencapai puncaknya antara 4 dan 5 tahun, kemudian menurun dengan cepat dan menghilang segera sesudah anak masuk sekolah.
Bermain drama, sering disebut “permainan pura-pura”, sejajar dengan pemikiran animistik. Permainan ini kehilangan daya tariknya kurang lebih pada saat anak masuk sekolah. Bila kemampuan penalaran dan pengalaman menjadikan anak mampu membedakan antara kenyataan dan khayalan, mereka kehilangan minat pada parmainan pura-pura dan mengalihkan dorongan kreatifnya pada kegiatan lainya, biasanya permainan yang konstruktif.
Bermain konstruktif dimulai sejak awal, seringkali lebih awal dari bermain drama, tetapi permainan ini dikalahkan oleh permainan pura-pura yang lebih menyenangkan. Kemudian apabila permaianan ini kehilangan daya tariknya bagi anak, mereka mengalihkan permainan mereka ke tipe permainan kreatif. Bermain konstruktirf awal sifatnya reproduktif. Anak meniru apa saja yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan bertambahnya usia, mereka kemudian menciptakan konstruksi dengan menggunakan benda dan situasi sehari-hari serta mengubahnya agar sesuai dengan khayalannya. Teman imajiner adalah orang, hewan atau benda yang diciptakan anak dalam khayalannya untuk memainkan peran seorang teman. Karena banyak permainan membutuhkan teman bermain, supaya menyenangkan, anak yang tidak mempunyai teman sering menciptakan seorang teman imajiner.
Melamun merupakan bentuk permaian mental, dan biasanya disebut “khayalan” untuk membedakannya dari ekspresi imajinasi yang lebih terkendali. Walaupun melamun dapat dimulai sejak awal, namun kegiatan ini mencapai puncaknya selama masa puber. Melamun merupakan bentuk hiburan favorit di kalangan anak yang lebih tua bila mereka merasa bosan atau kemungkinan untuk permainan lain terbatas.
Dusta putih (white lie), suatu ekspresi kreativitas yang umum di kalangan anak-anak kecil, yang sering disebut “dongeng berlebihan”. Dusta putih adalah kebohongan yang diceritakan seorang anak yang sebenarnya mereka merasa yakin bahwa hal itu benar.
Melucu/Humor, mempunyai dua aspek: kemampuan untuk mempersepsikan kelucuan dan kemampuan melucu. Kedua aspek ini dapat menunjang penerimaan sosial, karena hal itu membantu menciptakan kesan bahwa anak itu cukup menyenangkan dalam pergaulan dan sportif.

                                     II.            Faktor-faktor yang Meningkatkan Kreativitas
Semua anak mempunyai potensi untuk kreatif, walaupun tingkat kreativitasnya berbeda. Titik pandangan baru mengenai kreativitas mendorong diadakannya penelitian untuk menentukan apa saja kondisi lingkungan yang menguntungkan dan membekukan perkembangan kreativitas. Penelitian ini telah menunjukkan dua faktor yang penting (Hurlock, 1999). Pertama, sikap sosial yang ada dan tidak menguntungkan kreativitas harus ditanggulangi.
Alasannya karena sikap seperti itu mempengaruhi teman sebaya, orang tua dan guru serta perlakuan mereka terhadap anak yang berpotensi kreatif. Apabila harus dibentuk kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan kreativitas, faktor negatif ini harus dihilangkan.
Kedua, kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan kreativitas harus diadakan pada awal kehidupannyua ketika kreativitas mulai berkembang dan harus dilanjutkan terus sampai berkembang dengan baik.
Banyak hal dapat dilakukan untuk meningkatkan kreativitas, seperti memberi dorongan kreatif, waktu untuk bermain dan sebagainya. Anak membutuhkan waktu dan kesempatan menyendiri untuk mengembangkan kehidupan imajinatif yang kaya. Selain hal tersebut mereka juga membutuhkan sarana untuk bermain dan kelak sarana lainnya harus disediakan untuk merangsang dorongan eksperimental dan eksplorasi, yang merupakan unsur penting dari semua kreativitas dengan dukungan lingkungan yang merangsang.
Tentang kondisi lingkungan yang dapat merangsang kreativitas dijelaskan oleh Hurlock (1999) bahwa lingkungan rumah dan sekolah harus merangsang kreativitas dengan memberikan bimbingan dan dorongan untuk menggunakan sarana yang akan mendorong kreativitas.
Kurangnya rangsangan, sebagai salah satu hambatan yang paling umum terjadi, akan menghambat perkembangan kreativitas dan membekukan kreativitas itu sendiri. Kurangnya rangsangan dapat disebabkan ketidaktahuan orang tua dan orang lain dalam lingkungan anak tentang pentingnya kreativitas atau mungkin ditimbulkan oleh asumsi bahwa kreativitas merupakan sifat bawaan, sehingga alam akan mengatur perkembangnnya dan karenanya rangsangan tidak diperlukan.



BAB III
PENUTUP

  3.1            Simpulan
Kreativitas penulis mengambil kesimpulan bahwa kreativitas adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru, proses konstuksi ide yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan masalah, serta suatu kegiatan yang bermanfaat.
Pemikiran pra-sadar menjadikan orang kreatif, sedangkan pemikiran bawah sadar yang terlalu dominan akan menjauhkan dari kreativitas, demikian juga halnya dengan pemikiran irasional yang dominan juga akan menjauhkan dari kreatif. Contoh pemikiran pra-sadar seperti mimpi pada waktu tidur, mengkhayal, fantasi, meditasi, lamunan, ingatan pendengaran, ingatan penciuman, dsb.
Intelegensi merupakan faktor total berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi, penasaran, perhatian, minat dan sebagainya juga mempengaruhi intelegensi seseorang). Dalam konteks keterkaitan, inteligensi tidak dapat dijadikan kriteria tunggal untuk mengidentifikasi orang-orang yang kreatif.


DAFTAR PUSTAKA


Gunarsa, Singgih D.1981. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta : PT
            BPK Gunung Mulia.

Hurlock, Elizabeth B. 1993. Perkembangan Anak Jilid 2 (terjemahan Meitasari
Tjandrasa). Jakarta: Erlangga.

Maslow, Abraham H. 1959. Creativity in Self-Actualizing People. Dalam H.H.
Anderson (Ed). Creativity in its Cultivation. New York:Harper& Brothers.

Mayang Sari, Sriti, 2004. Peran Warna Interior Terhadap Perkembangan dan
Pendidikan Anak di Taman Kanak-Kanak. Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Dimensi Interior Vol.2, No.1. Surabaya: Puslit Univ. Kristen Petra.

Munandar, Utami, 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT
Penerbit Rineka Cipta.

Suratno. 2005. Pengembangan Kreativitas Anak Usia Dini. Jakarta:Departemen
            Pendidikan Nasional.

You May Also Like

0 komentar