PSIKOLOGI EKSISTENSIAL

by - 11:37 PM

PSIKOLOGI EKSISTENSIAL

Dalam tahun-tahun segera setelah Perang Dunia II berakhir, suatu gerakan populer yang dikenal sebagai eksistensialisme menjadi gerakan yang terkemuka di Eropah dan cepat menyebar ke Amerika Serikat. Gerakan tersebut timbul dari perlawan Prancis terhadap penduduk Jerman, dan dua jurubicaranya yang paling vokal adalah Jean Paul Sartre dan Albert Camus. Sartre adalah seorang lulusan Sorbonne yang sangar brilian yang kemudian menjadi filsuf, penulis dan seorang wartawan politik yang terkenal. Camus, yang dilahirkan di Algeria, menjadi terkenal sebagai penulis novel dan esei. Kedua orang tersebut mendapat Hadiah Nobel dalam bidang kesusasteraan, meskipun Sartre menolak hadiah tersebut.
Camus menolak bahwa ia adalah seorang eksistensialis. Mengingat dasar eksistensialisame yang populer, klise-klise dan slogan-slogannya, dan sempalan-sempalannya yang banyak jumlahnya, mungkin ia hanya akan bertahan selama beberapa tahun, seperti yang dialami oleh banyak model intelektual lainnya. Kenyataan bahwa eksistensialisme tidak mengalami nasib demikian, tetapi tampil sebagai sesuatu kekuatan ampuh dalam pemikiran modern, termasuk dalam psikologi dan psikiatri disebabkan karena eksistensialisme memiliki suatu tradisi kokoh dengan deretan nama nenek moyang yang mengesankan dan juga pendukung-pendukung kontemporer yang kuat disamping Sartre.
Martin Heidegger (1889-1976) si filsuf Jerman, Heidegger merupakan jembatan ke arah para psikolog dan psikiater yang pandangan-pandangannya tentang manusia yang akan dibahas. Ide pokok dalam ontologi Heidegger (ontologi adalah cabang filsafat yang berbicar tentang ada atau eksistensi) ialah bahwa individu adalah sesuatu yang ada di dunia.
Heidegger adalah juga seorang fenomenolog, dan fenomenologi memainkan peranan yang sangat penting dalam sejarah psikologi. Fenomenologi adalah dekripsi tentang data (secara harafiah disebut the givens: yang terberi) tentang pengalaman langsung. Fenomenologi berusaha memahami dan bukan menerangkan gejala-gejala. Fenomenologi kadang-kadang di pandang sebagai suatu metode perlengkapan untuk setiap ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan mulai dengan mengamati apa yang dialami secara langsung (Boring, 1950an, hlm. 18).
Fenomenologi, sebagaimana terdapat dalam karya para psikolog, Gestalt dan Erwin Straus, pertama-tama telah dipakai untuk meneliti gejala-gejala dari proses-proses psikologis seperti persepsi, belajar, ingatan, pikiran, dan perasan, tetapi tidak diguanakan untuk meneliti kepribadian. Sebaliknya, psikologi eksistensial telah menggunakan fenomologi untuk menjelaskan gejala-gejala yang kerapkali dipandang sebagai wilayah bidang kepribadian.
Medard Boss lahir di St. Gallen, Swiss, pada tanggal 4 oktober, 1903. Setelah tidak berhasil menjadi seorang seniman, Boss memutuskan untuk belajar kedokteran. Setelah itu, selama dua tahun, Boss mengikuti pendidikan lanjutan psikoanalitik lanjutan di London dan Jerman para psikoanalisis terkemuka. Boss mulai melakukan praktek privat sebagai psikoanalis pada usia 32 tahun, kira – kira pada waktu itu, ia dan beberapa ahli psikoterapi lainnya mulai mengadakan serentetan pertemuan bulanan di rumah Carl Jung.
Tahun 1946 merupakan titik balik dalam kehidupan intelektual Boss. Pada waktu itu, ia mulai kenal secara pribadi dengan Martin Heidegger. Sebagai hasil dari hubungan erat mereka, Boss menciptakan suatu bentuk psikologi dan psikoterapi yang disebut Daseinsanalysis. Dasein adalah suatu kata Jerman yang telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan ungkapan yang diberi garis penghubung “ada-di-dunia” (sebutan psikologi eksistensial dan Daseinsanalysis digunakan secara bergantin dalam bab ini).
Sebagaimana tercermin dalam tulisan Binswanger dan Boss, yang ditentang oleh psikologi eksistensial dalam sistem-sistem psikologi lain, dan yang diperjuangkannya.  Pertama yang terpenting, psikologi eksistensial berkeberatan terhadap pemakain konsep kausalitas yang berasal dari ilmu-ilmu pengetahuan alam dan psikologi. Tidak ada hubungan sebab-akibat dalam eksistensi manusia. Psikologi eksistensial menyatakan bahwa psikologi tidak sama dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya dan tidak akan menirunya. Psikologi eksistensial memerlukan metode sendriri, yakni fenomenologi, dan konsep-konsepnya sendiri, yakni ada-di-dunia, cara-cara eksistensi, kebebasan, tanggung jawab, menjadi, transendensi, spasialitas, temporalitas, dan banyak lain-lainnya, yang semuanya berasal dari ontologi Heidegger.
Psikologi eksistensial mengganti konsep kausalitas dengan konsep motivasi. Motivasi selalu mengandaikan pemahaman (atau kesalahpahaman) tentang hubungan antara sebab dan akibat. Motivasi dan pemahaman merupakan prinsip-prinsip operatif dalam analisis eksistensial tingkah laku.
Erat hubungannya dengan keberatan yang pertama adalah penolakan keras psikologi eksistensial terhadap dualisme antara subjek (jiwa) dan objek (badan, lingkungan, atau benda).
Gejala-gejala ada sebagaimana ditangkap secara langsung, bukan merupakan tampang luar atau derivat dari sesuatu yang lain. Merupakan tugas psikologi untuk menjelaskan gejala-gejala seteliti dan selengkap mungkin pemahaman atau penjelasan fenomenologis merupakan tujuan ilmu psikologi, bukan penjelasan atau pembuktian sebab-akibat.
Bagi seorang fenomenolog, hanya apa yang dapat dilihat atau yang dialami itulah yang ada. Kebenaran tidak dicapai oleh olah intelaktual, melainkan diwahyukan atau disingkapkan dalam gejala-gejala itu sendiri.
Struktur Eksistensi

1.         Ada-di-Dunia (Dasein)
Ada-di-dunia, atau Dasein, adalah eksistensi manusia. Dasein bukanlah milik atau sifat seseorang, bukan bagian dari ada manusia seperti ego pada Freud atau anima pada Jung; melainkan keseluruhan eksistensi manusia. Dasein berati “ada” (sein) “di sana” (da). Terjemahan yang lebih mengadung arti ialah “ada di tempat sana” (to be the there). “Di tempat sana” tentulah bukan dunia sebagai dataran luar, melainkan keterbukaan dunia yang menerangi dan memahami - suatu keadaan di dunia di mana seluruh eksistensi individu yang ada dapat muncul dan menjadi hadir dan hadir.
Dunia di mana manusia memiliki eksistensi meliputi tiga wilayah :
1)      Lingkungan biologis atau fisik (Umwelt),
2)      Lingkungan manusia (Mitwelt),
3)      Sang manusia sendiri termasuk badannya (Eiqenwelt).

2.         Ada-melampaui-dunia (Kemungkinan-kemungkinan dalam Manusia)
Dengan menggunakan istilah ada-melampaui-dunia, Binswanger tidak mengartikan dunia lain (surga) melainkan mau mengungkapkan begitu banyak kemungkinan yang dimiliki manusia untuk mengatasi dunia yang disinggahinya dan memasuki dunia baru.
Boss menyatakan dengan cukup jelas bahwa eksistensi tidak lain terdiri dari kemungkinan-kemungkinan kita untuk menjalin hubungan dengan apa saja yang kita jumpai.

3.         Dasar Eksistensi
Salah satu batas adalah dasar eksistensi ke mana orang-orang “dilemparkan”. Kondisi ”keterlemparan” ini, yakni cara manusia menemukan dirinya dalam dunia yang menjadi dasarnya, merupakan nasibnya. Manusia harus hidup smapai nasibnya berakhir untuk mencapai kehidupan yang autentik. Hukuman terhadap ketidakautentik ialah perasaan-perasaan bersalah. Keterlemparan juga diartikan keadaan diperdaya oleh dunia, dengan akibat orang-orang menjadi terasing dari dirinya sendiri.  

4.         Rancangan-Dunia
Rancangan-dunia adalah istilah yang digunakan Binswanger untuk menyebut pola yang meliputi cara ada-di-dunia seorang individu. Rancangan-dunia seseorang menentukan cara bagaimana ia akan bereaksi terhadap situasi-situasi khusus serta ciri sifat dan simtom macam mana yang akan dikembangkannya. Rancangan-dunia tertanam atau membekas pada segala sesuatu yang dilakukan individu. 
5.         Cara-cara Ada-di-Dunia
Ada banyak cara yang berbeda untuk ada-di-dunia. Setiap cara merupakan cara Dasein memahami, menginterpretasikan, dan mengungkapkan dirinya. Seorang individu yang hidup untuk dirinya sendiri telah memilih suatu cara tunggal dalam eksistensi, sedangkan orang yang menjadikan dirinya tenggelam di tengah orang banyak telah memilih cara anonimitas.

6.         Eksistensial
Sifat-sifat yang melekat disebut eksistensial. Di antara eksistensial yang lebih penting yang dibicarakan Boss adalah Spasialitas eksistensial, Temporalitas eksistensial, Badan, Eksistensi manusia di dunia sebagaimana  milik bersama, dan Suasana hati atau penyesuain (attunement).

You May Also Like

0 komentar