­

ILMU ADAB

by - 6:52 PM


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Manusia diciptakan Tuhan secara sempurna di alam ini. Hakekat manusia yang menjadikan ia berbeda dengan lainnya adalah bahwa sesungguhnya manusia yang membutuhkan bimbingan dan pendidikan. Hanya melalui pendidikan manusia sebagai homo educable dapat dididik, dengan pelantara guru. Dan pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri manusia. Sehingga ia mampu menjadi khalifah di bumi, pendudung dan pengembang kebudayaan.
Dalam suatu pendidikan ini memiliki tujuan yang akan dicapai, sebagai mana ungkapan Miskawaih “Pendidikan itu bertujuan untuk terwujudnya pribadi susila, berwatak yang lahir dari prilaku-prilaku luhur dan berbudi pekerti mulia”.
Untuk membentuk pribadi atau watak terhadap anak ini, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, melalui pendidikanlah pribadi tersebut akan tercipta atau melekat pada jiwa anak, dan dalam pendidikan ini memperkenalkan beberapa metode antara lain metode kebiasaan, keteladanan dan lain-lain. Hendaklah orang tua untuk selalu membiasakan dan melatih anaknya untuk menghormati guru atau memuliakannya dan orang yang lebih tua dari padanya. Di antara memuliakan guru adalah tidak berjalan di depannya, tidak duduk di tempat duduknya, tidak memulai berbicara.

B.     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya, yaitu :

1.      Apa yang dimaksud dengan ilmu adab ?
2.      Bagaimana pengajaran adab didalam perguruan ?
3.      Apa arti dari adab dan kesusilaan ?
4.      Apa yang dimaksud dengan pengajaran budi pekerti ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ilmu Adab Atau Ethik

1.      Pengertian umum
Ilmu adap atau ethik ( ethica ialah ilmu yang mempelajari segala soal yang kebaikan dan keburukan ) di dalam hidup manusia seumumnya teristimewa yang mengenai gerak gerik fikiran atau rasa yang dapat merupakan perbuatan dan perasaan, sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.
a.       Ethik berasal dari “ethos” dan berati “watak”, adap berati “keluhuran budai”, ini menimbulkan kehalusan atau kesusilaan, baik yang bersifat batin maupun lahir.
b.      Pertanyaan tentang apa yang dinamakan “kebaikan” (atau”kejahatan”). Sangat bergantung pada sikap jiwa manusia, individual dan social ( ada sebuatan “universil” pula) (theory ‘salam bahagia’).
c.       Sikap jiwa manusia terjadi dari tadiat-tabiat “genotype”-nya (sifat asli tiap manusia) dengan segala pembawaannya, psychis atau kebatinan, psychologis atau yang mengenai kekuatan-kekuatan rokhani dan fsyiologis atau yang berhubung dengan sifat-sifat kejesmanian, dalam nama telah termasuk segala pengaruh turunan, baik yang “erfelijk” biasa (“hereditair” atau “atavistis”); “genotype” tadi karena pengaruh-pengaruh keadaan (kodrat dan masyarakat, atau alam dan jaman), teristimewa pengaruh pendidikan, kelaknya menjadi “phaenotype” (sifat jadi).
Ilmu adab adalah sebagian dari ilmu “filsafat”, bagian yang terpenting karena mengenai hidup manusia, yang kesaktiannya mengajari kekuatan alam serta dapat berakibat kemajuan hidup (evolusi) dan menuju kearah kesempurnaan hidup (bersatu dengan Tuhan).
a.       Filsafat ialah ilmu tentang ke-tahuan (kawikan, pengawikan) dalam mana termasuk 3 bagian yang terpenting, yakni : hal “tahu”, hal “ilmu” dan hal “manusia” (bagian inilah yang dinamakan “ethik” ; bagian “ilmu” disebut “metafysica”), sedangkan soal “tahu” (berfikir, logika, mengerti, insyaf, percaya yakin dan sebagainya) termasuk dalam ilmu-jiwa atau psychology.
b.      Sedang “ilmu” maka ethic harus “bersistim” dan pula “bermethode”; dalam pada itu selalu diutamakan “obyektivitet” dan “eksperimen”.
c.       Swbagai ilmu “kemanusiaan” maka ethik itu dalam mempelajari segala soal “kebajikan” dengan sendiri (mau tak mau) mendapat pengaruh besar daripada ilmu ke Tuhanan (Theologi) dan selalu berhubungan (saling berpengaruh) dengan ilmu pendidikan dan kehakiman.
“Sistem dan methodenleer”  daripada ethic selalu mengikuti jalan hidup pengetahuan lain-lainnya, teristimewa yang termasuk dalam golongan ilmu-ilmu filsafat, yaitu melalui sifat utuh sederhana (primitive) - analaisa (mementingkan bagian-bagiannya) - tersesat (menimbulkan theori-theori yang saling bertentangan) - sinthese (membentuk persatuan)  - totalitet atau globalitet  (utuh sempurna).
2.      Apakah kebaikan itu ?
Soal “kebaikan” dan “kejahatan” bergantung pada masing-masing individu, sesuai dengan sifat kejiwaannya dan kejasmaniannya, mulai dari “genotype” sampai “phaenotypenya”, jadi merupaka type sendiri, yakni mempunyai pandangan hidup sendiri, sikap hidup sendiri, karakter sendiri.
Berhubung dengan sifat jiwa manusia, yang berjenis-jenis itu, dengan selalu adanya pemandangan hidup dan sikap jiwa masing-masing, maka banyaklah aliran-aliran tentang apa yang dinamakan “baik” atau “jahat” didunia.

B.     Pengajaran Adab Di Dalam Perguruan

1.      Apakah Adab Itu ?
Adab yaitu sifat ketertiban (tata) di dalam hidupnya manusia, lahir dan batin, hingga hidup manusia itu terlihat berbeda dengan hidup dari makhluk-makhluk lainnya.
Perkataan “hidup” mengandung arti kekal ; yang kekal bagian jiwanya, yakni yanh mmenyebabkan hidup, sedangkan rasa atau jasmaninya, yaitu bagian yang berwujud, akan lenyap.
Tiap-tiap barang yang hidup, tentu mempunyai iradat hendak hidup kekal; iradat atau kemauan ini mengenai hidup dirinya sendiri dan hidup dari turunnya. Idarat tersebut menimbulkan 3 macam tabiat yaitu :
a.       Keinginan untuk mempertahankan keselamatan tubuhnya, yang lalu mengadakan aliran “materialisme” yakni ”keduniawian”.
b.      Keinginan untuk mempertahankan keselamatan jiwanya, yang lalu mengadakan aliran “idealisme” yakni “kebatinan”, agama dan sebagainya.
c.       Alran tersebut a dan b itu membangkit nafsu untuk maju (evolusi) dengan di ikuti oleh “differensiasi” atau perkhususan hidup; inilah lalu menimbulkan adab-kemanusiaan.
Adab yang sebenarnya buahnya iradat hidup itu, kemudian berbuah sendiri; adapun “buah keadaban” yaitu segala ujud tertib, baik dan indah, yang keluar dari akal dan budi manusia; kumpulnya buah-keadaban itu bernama kebudayaan (dari perkataan “budi”) atau dengan perkataan asing dinamakan kultur.
a.       Kultur menjelma dalam bentuk “sifat tertibnya” aturan negeri (politik); idem dalam aturan pengadilan; idem dalam kesucian, yakni agama (moral, religi); dalam sifat-sifat dan hubungan-hubungan didalam masyarakat, yang dinamakan adat (tata-cara social); dalam tertib dan indahnya  bahasa, kesenian, dsb.
b.      Tidak ada satu bangsa yang lengkap baik dalam segala-galanya yang tersebut diatas itu; berhubung dengan beberapa keadaan kodrat alam dan masyarakat dimasing-masing tempat, maka seringkali stu, dua, atau beberapa macam buah adab itu tidak Nampak pada sesuatu bangsa, walupun bangsa yang sudah beradab (cultuurvolk)

2.      Bahayanya sistim kenadlaran
Sistim sekolah keberatan itu hamper semata-mata mengutamakan pendidikian intellektuil, yaitu pendidikn fikiran, lalu menimbulakn ‘intellektualisme’, yaitu jiwa kenadlaran, dalam mana inteleklah yang berkuasa dalam jiwa manusia, sedangkan sewuduhnya “budi” manusia berdesak kebelakang (diktaktur intellek).
Daya upaya untuk menolak intellektualisme sudah banyak dicoba, misalnya dengan mengadakan pekerjaan tangan, sekolah kerja, dll. Dan di luar rumah pengajaran dengan kepanduan, pergerakan pemuda dsb. Yang sungguhpun banyak faedahnya, akan tetapi akan berpengaruh sempurna, karena hanya bersifat tambahan alat-pendidikan, tidak mengubah dasarnya sistim pengajaran, yang terus mementingkan pemberian-pengetahuan itu diatas pendidikan watak.

3.      Pengajaran Adab
Pengajaran-adab itu bermaksud memberi macam-macam pengajaran, agar sewutuhnya jiwa anak terdidik, bersama-sama dengan pendidikan jasmaninya.
Jiwa dan raga dari masing-masing orang itu mempunyai siafat sendiri-sendiri yang khusus dan mewujudkan individualitet (sifat satu-satunya orang) yang utuh ; individualitet ini, jika terdidik menurut koadratnya akan menjadi keperibadian, yakni jiwa yang merdeka atau “karakter”.
Jiwa raga yang tidak terpisah hidupnya itu selalu saling berpengaruh, sehingga mendidik raga itu sambil juga mendidik jiwa.
Kemajuan dan kecerdasan jiwa-raga itu itu terbatas oleh umur dan alamnya masing-masing anak, yaitu:  
a.       Alam atau widuh pertama, yakni alam dan anak-anak kecil,alam panca-indera dan bertumbuh bagian jasmani; laki-laki dan perempuan belum berbeda jiwanya ; jiwa masih utuh, belum ada diferensiasi (total) ; segala penjagaran harus mendidik tubuh dan panca indera dengan alat permainan, memyanyi, menggambar, cerita, darmatik (wayang ,tonil) ; semua itu aktif dan passif.
b.      Alam atau widu kedua : alam anak-anak mudah diterima  sudah berbedaan tabiat laki-laki dan perempuan ; alam bertumbuhnya fikiran (perasaan masih amat kurang), tertalik pada realitet ; alam pengajaran dan pembiasaan pada laku adab (setia,pemberani,teguh,saksama,jenuh hati,tlaten(tidak lekas bosan), suka beramal ( ikhlas dan pengabdian)
c.       Alam atau widu ketiga alamya anak-anak dewasa,alam akil-balig atau pubertet, alam berolah-budi, akan memasyarakatkan; pendidikan harus bersifat pendidikan watak dengan peralatan : pengajaran ilmu untuk mendadat “keinsyafat” atau “pandangan” (jangan hanya “tahu”); harus dapat mempergunakan atau memperaktekkan laku-adab; pendidikan rasa dengan pengajaran agama, kesenian dengan lain-lain kehausan budi.

C.    Adab Dan Kesusilaan

Kita sebagai “pamong” berkewajiban mengajar dan mendidik. “mengajar” berati memberi ilmu pengetahuan, menuntun gerak-fikiran serta melatih kecakapan atau kepandaian anak-anak kita, agar mereka kelak menjadi orang pintan dan pandai, berpengetahuan dan cerdas. “mendidik” berarti menuntun tumbuhnya budi-pekerti dalam hidup anak-anak kita, supaya mereka kelak menjadi manusia berperibadi yang beradab dan bersusila.
Apakah artinya “adab” dan “susila” itu? Inilah yang harus kita ketahui, agar dapat kita mengisi pendidikan kita untuk anak-anak didik kita. Mengisi pengajaran tak sukar bagi kita, karena banyaklah sudah buki-buku pengajaran pengetahuan.sedangkan kita sendiri sudah cukup bakal untuk menunaikan kewajiban kita sebagai “pengajar” . sebaliknya utntuk mengisi “pendidikan” banyak diantara kita yang merasai sangat sukarnya, karena kurangnya persiapan berhubung dengan kurangnya buku-buku yang dapat dipakai sebagai kitab pegangan. Itulah sebabnya maka dalam ruangan ini saya berniat akan menyajikan pengajaran-pengajaran yang termasuk dalam lingkungan “Adab dan kesusilaan”, baik secara pandangan-pandangan terlepas, maupun berturut-turut secara “kursus”. Sebagai permulaan maka dibawah ini saya muatkan beberapa dalil tentang arti perkataan “adab” dan ”kesusilaan”.

1.      Meskipun perketaan “adab” itu sebenarnya sama artinya dengan perkataan “susila” (masing-masing dari bahasa Arab  dan Jawa). Tetap sebagai istilah. Perkataan “adab” itu biasa terpakai dalam arti keluhuran budi manusia (misalnya dalam perkataan “peri keadaban), sedangkan “susila” itu biasa terpaka dalam arti kehalusan budi manusia (milasnya dalam perktaan “kesusilaan”. Yang berati adat sopan santun).
2.      Keluhuran dan kehasulan budi, inilah dua sifat yang Nampak dalam hidup manusia sabagai makhluk terpilih, sebagai makhluk yang berbudi, makhluk yag memiliki kekuatan-kekuatan dan kesaktian-kesaktian gaib, serta sifat-sifat lainnya, yang menyebabkan bedanya makhluk manusia dari makhluk hewan.
3.      Adab atau “keluhuran budi” manusia itu menunjukan sifat hidup batinnya manusia (misalnya keinsyafan tantang kesucian, kemerdekaan, keadilan, ke Tuhanan, cinta-kasih, kesetian, kesenian, ketertiban, kedamaina, kesosialan dll. Sebagainya), sedangkan “kesusilaan” dan “kehalusan” itu menunjukan sifat hidup lahirnya manusia, yang serba halus dan indah ( kebudayaan). Bandingkanlah adanya perkatan-perkayaan : ethis dan aesthis, yang dipakai juga untuk menunjukan dua sifat manusia yang luhur dan halus atau imdah itu.
4.      Pengajaran adab dan kesusilaan itu mempersoalkan dan mengajarkan segala sifat dan bentuk kebaikan dalam hidup manusia, tidak saja untuk diketahui dan dimemgerti, akan tetapi pula untuk diinsyaif, diingini dan dikehendaki, sampai untuk dilakukan oleh manusia.
5.      Pengajaran adab dan kesusilaan mengajarkan juga segala hak dan kewajiban manusia, baik sebagai diri pribadi maupun sebagai anggota daripada masyarakatnya.   

D.    Pengajaran Budi Pekerti

Pengajaran budi pekerti yaitu segala apa yang mengandung maksud memelihara keinsyafan dan kesadaran dalam hal hidup tertib-damai, bagi diri dan masyarakat anak-anak, dalam batas-batas “panca-dharma” kita, maka masih perlulah kiranya kita tahuakan bahan-bahan, yang harus atau seyogyanya dan yang dapat kita masukkan sebagai isi tadi. Selain bahan-bahan yang secara “spontan” atau “occasional” kita pergunakan untuk itu, seperti tersebut dimuka, hendaknya kita insyafi bahwa segala ceritera yang kita kenal sebagai dongeng-dongeng atau “mythen” dan “legenden” ataupun lakon-lakpn pada pertunjukan-pertunjukan wayang dan sandiwara, akhirnya segala abad dan sejarah, baik yang mengenai hidup kebangsaan sendiri maupun kebangsaan-kebangsaan lain sedunia, dapat kita masukkan kedalam “repertoire” kita.
Ada lagi sumber-sumber lain yang tak boleh kita abaikan, yaitu ceritera-ceritera yang terdapat dalam buku-buku ciptaan para sastrawan diseluruh dunia, yang lazimnya dengan sengaja di karangnya untuk menggambarkan berbagai “karakter” daripada para pahlawan-pahlawan dalam laku keutamaan disegala lingkungan atau lapangan hidup perikemanusiaan.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Adab yaitu sifat ketertiban (tata) di dalam hidupnya manusia, lahir dan batin, hingga hidup manusia itu terlihat berbeda dengan hidup dari makhluk-makhluk lainnya.

B.     Saran

Tidak ada suatu bangsa yang lengkap baik dalam segala-galanya yang berhubungan dengan beberapa keadaan kodrat alam dan masyarakat di masing-masing tempat, maka serinkali satu, dua atau beberapa macam buah – adab itu tidak Nampak pada sesuatu bangsa, walaupun bangsa yang sudah beradab. Untuk itu, di harapkan kepada pembaca yang ingin mengetahui tentang adab dapat membaca buku-buku atau majalah-majalah yang memuat tentang ilmu adab.



DAFTAR PUSTAKA

Dewantar, Ki Hadjar. 2004.  Bagian Pertama Pendidikan. Yogyakarta : Majelis Luhur
Persatuan Tamnsiswa

You May Also Like

0 komentar