ILMU ADAB
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan Tuhan secara sempurna di alam
ini. Hakekat manusia yang menjadikan ia berbeda dengan lainnya adalah bahwa sesungguhnya
manusia yang membutuhkan bimbingan dan pendidikan. Hanya melalui pendidikan
manusia sebagai homo educable dapat dididik, dengan pelantara guru. Dan
pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada
dalam diri manusia. Sehingga ia mampu menjadi khalifah di bumi, pendudung dan pengembang
kebudayaan.
Dalam suatu pendidikan ini memiliki tujuan yang akan
dicapai, sebagai mana ungkapan Miskawaih “Pendidikan itu bertujuan untuk terwujudnya
pribadi susila, berwatak yang lahir dari prilaku-prilaku luhur dan berbudi
pekerti mulia”.
Untuk membentuk pribadi atau watak terhadap anak
ini, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, melalui pendidikanlah pribadi
tersebut akan tercipta atau melekat pada jiwa anak, dan dalam pendidikan ini
memperkenalkan beberapa metode antara lain metode kebiasaan, keteladanan dan
lain-lain. Hendaklah orang tua untuk selalu membiasakan dan melatih anaknya
untuk menghormati guru atau memuliakannya dan orang yang lebih tua dari
padanya. Di antara memuliakan guru adalah tidak berjalan di depannya, tidak
duduk di tempat duduknya, tidak memulai berbicara.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalahnya, yaitu :
1. Apa
yang dimaksud dengan ilmu adab ?
2. Bagaimana
pengajaran adab didalam perguruan ?
3. Apa
arti dari adab dan kesusilaan ?
4. Apa
yang dimaksud dengan pengajaran budi pekerti ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ilmu Adab Atau Ethik
1.
Pengertian umum
Ilmu adap atau ethik ( ethica ialah ilmu yang
mempelajari segala soal yang kebaikan dan keburukan ) di dalam hidup manusia
seumumnya teristimewa yang mengenai gerak gerik fikiran atau rasa yang
dapat merupakan perbuatan dan perasaan, sampai mengenai tujuannya
yang dapat merupakan perbuatan.
a. Ethik
berasal dari “ethos” dan berati “watak”, adap berati “keluhuran budai”, ini
menimbulkan kehalusan atau kesusilaan, baik yang bersifat batin maupun lahir.
b. Pertanyaan
tentang apa yang dinamakan “kebaikan” (atau”kejahatan”). Sangat bergantung pada
sikap jiwa manusia, individual dan social ( ada sebuatan “universil” pula)
(theory ‘salam bahagia’).
c. Sikap
jiwa manusia terjadi dari tadiat-tabiat “genotype”-nya (sifat asli tiap
manusia) dengan segala pembawaannya, psychis atau kebatinan, psychologis atau
yang mengenai kekuatan-kekuatan rokhani dan fsyiologis atau yang berhubung
dengan sifat-sifat kejesmanian, dalam nama telah termasuk segala pengaruh
turunan, baik yang “erfelijk” biasa (“hereditair” atau “atavistis”); “genotype”
tadi karena pengaruh-pengaruh keadaan (kodrat dan masyarakat, atau alam dan
jaman), teristimewa pengaruh pendidikan, kelaknya menjadi “phaenotype” (sifat
jadi).
Ilmu adab adalah sebagian dari ilmu
“filsafat”, bagian yang terpenting karena mengenai hidup manusia, yang
kesaktiannya mengajari kekuatan alam serta dapat berakibat kemajuan hidup
(evolusi) dan menuju kearah kesempurnaan hidup (bersatu dengan Tuhan).
a. Filsafat
ialah ilmu tentang ke-tahuan (kawikan, pengawikan) dalam mana termasuk 3 bagian
yang terpenting, yakni : hal “tahu”, hal “ilmu” dan hal “manusia” (bagian
inilah yang dinamakan “ethik” ; bagian “ilmu” disebut “metafysica”), sedangkan
soal “tahu” (berfikir, logika, mengerti, insyaf, percaya yakin dan sebagainya)
termasuk dalam ilmu-jiwa atau psychology.
b. Sedang
“ilmu” maka ethic harus “bersistim” dan pula “bermethode”; dalam pada itu
selalu diutamakan “obyektivitet” dan “eksperimen”.
c. Swbagai
ilmu “kemanusiaan” maka ethik itu dalam mempelajari segala soal “kebajikan”
dengan sendiri (mau tak mau) mendapat pengaruh besar daripada ilmu ke Tuhanan
(Theologi) dan selalu berhubungan (saling berpengaruh) dengan ilmu pendidikan
dan kehakiman.
“Sistem dan methodenleer” daripada ethic selalu mengikuti jalan hidup
pengetahuan lain-lainnya, teristimewa yang termasuk dalam golongan ilmu-ilmu
filsafat, yaitu melalui sifat utuh sederhana (primitive) - analaisa
(mementingkan bagian-bagiannya) - tersesat (menimbulkan theori-theori yang
saling bertentangan) - sinthese (membentuk persatuan) - totalitet atau globalitet (utuh sempurna).
2. Apakah
kebaikan itu ?
Soal “kebaikan” dan “kejahatan” bergantung pada
masing-masing individu, sesuai dengan sifat kejiwaannya dan kejasmaniannya,
mulai dari “genotype” sampai “phaenotypenya”, jadi merupaka type sendiri, yakni
mempunyai pandangan hidup sendiri, sikap hidup sendiri, karakter sendiri.
Berhubung dengan sifat jiwa manusia, yang
berjenis-jenis itu, dengan selalu adanya pemandangan hidup dan sikap jiwa
masing-masing, maka banyaklah aliran-aliran tentang apa yang dinamakan “baik”
atau “jahat” didunia.
B.
Pengajaran
Adab Di Dalam Perguruan
1. Apakah
Adab Itu ?
Adab yaitu sifat ketertiban (tata) di dalam hidupnya
manusia, lahir dan batin, hingga hidup manusia itu terlihat berbeda dengan
hidup dari makhluk-makhluk lainnya.
Perkataan “hidup” mengandung arti kekal ; yang kekal
bagian jiwanya, yakni yanh mmenyebabkan hidup, sedangkan rasa atau jasmaninya,
yaitu bagian yang berwujud, akan lenyap.
Tiap-tiap barang yang hidup, tentu mempunyai iradat
hendak hidup kekal; iradat atau kemauan ini mengenai hidup dirinya sendiri dan
hidup dari turunnya. Idarat tersebut menimbulkan 3 macam tabiat yaitu :
a. Keinginan
untuk mempertahankan keselamatan tubuhnya, yang lalu mengadakan aliran
“materialisme” yakni ”keduniawian”.
b. Keinginan
untuk mempertahankan keselamatan jiwanya, yang lalu mengadakan aliran
“idealisme” yakni “kebatinan”, agama dan sebagainya.
c. Alran
tersebut a dan b itu membangkit nafsu untuk maju (evolusi) dengan di ikuti oleh
“differensiasi” atau perkhususan hidup; inilah lalu menimbulkan
adab-kemanusiaan.
Adab yang sebenarnya buahnya iradat
hidup itu, kemudian berbuah sendiri; adapun “buah keadaban” yaitu segala ujud
tertib, baik dan indah, yang keluar dari akal dan budi manusia; kumpulnya
buah-keadaban itu bernama kebudayaan (dari perkataan “budi”) atau dengan perkataan
asing dinamakan kultur.
a. Kultur
menjelma dalam bentuk “sifat tertibnya” aturan negeri (politik); idem dalam
aturan pengadilan; idem dalam kesucian, yakni agama (moral, religi); dalam
sifat-sifat dan hubungan-hubungan didalam masyarakat, yang dinamakan adat
(tata-cara social); dalam tertib dan indahnya
bahasa, kesenian, dsb.
b. Tidak
ada satu bangsa yang lengkap baik dalam segala-galanya yang tersebut diatas
itu; berhubung dengan beberapa keadaan kodrat alam dan masyarakat
dimasing-masing tempat, maka seringkali stu, dua, atau beberapa macam buah adab
itu tidak Nampak pada sesuatu bangsa, walupun bangsa yang sudah beradab
(cultuurvolk)
2. Bahayanya
sistim kenadlaran
Sistim sekolah keberatan itu hamper semata-mata
mengutamakan pendidikian intellektuil, yaitu pendidikn fikiran, lalu
menimbulakn ‘intellektualisme’, yaitu jiwa kenadlaran, dalam mana inteleklah
yang berkuasa dalam jiwa manusia, sedangkan sewuduhnya “budi” manusia berdesak
kebelakang (diktaktur intellek).
Daya upaya untuk menolak intellektualisme sudah
banyak dicoba, misalnya dengan mengadakan pekerjaan tangan, sekolah kerja, dll.
Dan di luar rumah pengajaran dengan kepanduan, pergerakan pemuda dsb. Yang sungguhpun
banyak faedahnya, akan tetapi akan berpengaruh sempurna, karena hanya bersifat
tambahan alat-pendidikan, tidak mengubah dasarnya sistim pengajaran, yang terus
mementingkan pemberian-pengetahuan itu diatas pendidikan watak.
3. Pengajaran
Adab
Pengajaran-adab itu bermaksud memberi macam-macam
pengajaran, agar sewutuhnya jiwa anak terdidik, bersama-sama dengan pendidikan
jasmaninya.
Jiwa
dan raga dari masing-masing orang itu mempunyai siafat sendiri-sendiri yang
khusus dan mewujudkan individualitet (sifat satu-satunya orang) yang utuh ;
individualitet ini, jika terdidik menurut koadratnya akan menjadi keperibadian,
yakni jiwa yang merdeka atau “karakter”.
Jiwa raga yang tidak terpisah hidupnya itu selalu
saling berpengaruh, sehingga mendidik raga itu sambil juga mendidik jiwa.
Kemajuan
dan kecerdasan jiwa-raga itu itu terbatas oleh umur dan alamnya masing-masing
anak, yaitu:
a. Alam
atau widuh pertama, yakni alam dan anak-anak kecil,alam panca-indera dan
bertumbuh bagian jasmani; laki-laki dan perempuan belum berbeda jiwanya ; jiwa
masih utuh, belum ada diferensiasi (total) ; segala penjagaran harus mendidik
tubuh dan panca indera dengan alat permainan, memyanyi, menggambar, cerita,
darmatik (wayang ,tonil) ; semua itu aktif dan passif.
b. Alam
atau widu kedua : alam anak-anak mudah diterima
sudah berbedaan tabiat laki-laki dan perempuan ; alam bertumbuhnya
fikiran (perasaan masih amat kurang), tertalik pada realitet ; alam pengajaran
dan pembiasaan pada laku adab (setia,pemberani,teguh,saksama,jenuh
hati,tlaten(tidak lekas bosan), suka beramal ( ikhlas dan pengabdian)
c. Alam
atau widu ketiga alamya anak-anak dewasa,alam akil-balig atau pubertet, alam
berolah-budi, akan memasyarakatkan; pendidikan harus bersifat pendidikan watak
dengan peralatan : pengajaran ilmu untuk mendadat “keinsyafat” atau “pandangan”
(jangan hanya “tahu”); harus dapat mempergunakan atau memperaktekkan laku-adab;
pendidikan rasa dengan pengajaran agama, kesenian dengan lain-lain kehausan
budi.
C. Adab Dan Kesusilaan
Kita sebagai “pamong” berkewajiban mengajar dan
mendidik. “mengajar” berati memberi ilmu pengetahuan, menuntun gerak-fikiran
serta melatih kecakapan atau kepandaian anak-anak kita, agar mereka kelak
menjadi orang pintan dan pandai, berpengetahuan dan cerdas. “mendidik” berarti
menuntun tumbuhnya budi-pekerti dalam hidup anak-anak kita, supaya mereka kelak
menjadi manusia berperibadi yang beradab dan bersusila.
Apakah artinya “adab” dan “susila” itu? Inilah yang
harus kita ketahui, agar dapat kita mengisi pendidikan kita untuk anak-anak
didik kita. Mengisi pengajaran tak sukar bagi kita, karena banyaklah sudah
buki-buku pengajaran pengetahuan.sedangkan kita sendiri sudah cukup bakal untuk
menunaikan kewajiban kita sebagai “pengajar” . sebaliknya utntuk mengisi
“pendidikan” banyak diantara kita yang merasai sangat sukarnya, karena
kurangnya persiapan berhubung dengan kurangnya buku-buku yang dapat dipakai
sebagai kitab pegangan. Itulah sebabnya maka dalam ruangan ini saya berniat
akan menyajikan pengajaran-pengajaran yang termasuk dalam lingkungan “Adab dan
kesusilaan”, baik secara pandangan-pandangan terlepas, maupun berturut-turut
secara “kursus”. Sebagai permulaan maka dibawah ini saya muatkan beberapa dalil
tentang arti perkataan “adab” dan ”kesusilaan”.
1. Meskipun
perketaan “adab” itu sebenarnya sama artinya dengan perkataan “susila”
(masing-masing dari bahasa Arab dan
Jawa). Tetap sebagai istilah. Perkataan “adab” itu biasa terpakai dalam arti
keluhuran budi manusia (misalnya dalam perkataan “peri keadaban), sedangkan
“susila” itu biasa terpaka dalam arti kehalusan budi manusia (milasnya dalam
perktaan “kesusilaan”. Yang berati adat sopan santun).
2. Keluhuran
dan kehasulan budi, inilah dua sifat yang Nampak dalam hidup manusia sabagai
makhluk terpilih, sebagai makhluk yang berbudi, makhluk yag memiliki
kekuatan-kekuatan dan kesaktian-kesaktian gaib, serta sifat-sifat lainnya, yang
menyebabkan bedanya makhluk manusia dari makhluk hewan.
3. Adab
atau “keluhuran budi” manusia itu menunjukan sifat hidup batinnya manusia
(misalnya keinsyafan tantang kesucian, kemerdekaan, keadilan, ke Tuhanan,
cinta-kasih, kesetian, kesenian, ketertiban, kedamaina, kesosialan dll.
Sebagainya), sedangkan “kesusilaan” dan “kehalusan” itu menunjukan sifat hidup
lahirnya manusia, yang serba halus dan indah ( kebudayaan). Bandingkanlah
adanya perkatan-perkayaan : ethis dan aesthis, yang dipakai juga untuk
menunjukan dua sifat manusia yang luhur dan halus atau imdah itu.
4. Pengajaran
adab dan kesusilaan itu mempersoalkan dan mengajarkan segala sifat dan bentuk
kebaikan dalam hidup manusia, tidak saja untuk diketahui dan dimemgerti, akan
tetapi pula untuk diinsyaif, diingini dan dikehendaki, sampai untuk dilakukan
oleh manusia.
5. Pengajaran
adab dan kesusilaan mengajarkan juga segala hak dan kewajiban manusia, baik
sebagai diri pribadi maupun sebagai anggota daripada masyarakatnya.
D.
Pengajaran
Budi Pekerti
Pengajaran budi pekerti yaitu segala apa yang
mengandung maksud memelihara keinsyafan dan kesadaran dalam hal hidup
tertib-damai, bagi diri dan masyarakat anak-anak, dalam batas-batas
“panca-dharma” kita, maka masih perlulah kiranya kita tahuakan bahan-bahan,
yang harus atau seyogyanya dan yang dapat kita masukkan sebagai isi tadi. Selain
bahan-bahan yang secara “spontan” atau “occasional” kita pergunakan untuk itu,
seperti tersebut dimuka, hendaknya kita insyafi bahwa segala ceritera yang kita
kenal sebagai dongeng-dongeng atau “mythen” dan “legenden” ataupun lakon-lakpn
pada pertunjukan-pertunjukan wayang dan sandiwara, akhirnya segala abad dan
sejarah, baik yang mengenai hidup kebangsaan sendiri maupun
kebangsaan-kebangsaan lain sedunia, dapat kita masukkan kedalam “repertoire”
kita.
Ada lagi sumber-sumber lain yang tak boleh kita
abaikan, yaitu ceritera-ceritera yang terdapat dalam buku-buku ciptaan para
sastrawan diseluruh dunia, yang lazimnya dengan sengaja di karangnya untuk
menggambarkan berbagai “karakter” daripada para pahlawan-pahlawan dalam laku
keutamaan disegala lingkungan atau lapangan hidup perikemanusiaan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adab yaitu sifat ketertiban (tata) di dalam hidupnya
manusia, lahir dan batin, hingga hidup manusia itu terlihat berbeda dengan
hidup dari makhluk-makhluk lainnya.
B.
Saran
Tidak ada suatu bangsa yang lengkap baik dalam
segala-galanya yang berhubungan dengan beberapa keadaan kodrat alam dan
masyarakat di masing-masing tempat, maka serinkali satu, dua atau beberapa
macam buah – adab itu tidak Nampak pada sesuatu bangsa, walaupun bangsa yang
sudah beradab. Untuk itu, di harapkan kepada pembaca yang ingin mengetahui
tentang adab dapat membaca buku-buku atau majalah-majalah yang memuat tentang ilmu
adab.
DAFTAR
PUSTAKA
Dewantar,
Ki Hadjar. 2004. Bagian Pertama
Pendidikan. Yogyakarta : Majelis Luhur
Persatuan
Tamnsiswa
0 komentar