Isu Metodologi dalam Psikologi Lintas Budaya
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada
tahun awal, penelitian lintas-budaya dilakukan oleh para peneliti dari barat dengan
tujuan untuk membuktikan bahwa teori atau temuan mereka berlaku umum di
masyarakat yang hidup di budaya lain. Alat ukur yang biasa digunakan untuk
meneliti adalah alat ukur yang dikembangkan dan digunakan di negara si
peneliti, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa setempat. Hasilnya dibawa pulang
dan dibandingkan dengan hasil penelitian di negaranya. Bila hasilnya berbeda
maka disimpulkan bahwa perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan budaya dari
mana sampel penelitian berasal. Dengan semakin banyaknya penelitian
lintas-budaya dan sikap kritis dari para peneliti, semakin disadari bahwa
penelitian lintas-budaya yang baik tidaklah sesederhana itu.
B. Rumusan
masalah
1.
Apa pengertian lintas-budaya ?
2.
Bagaimana hubungan psikologi lintas budaya dengan ilmu lainnya?
3.
Apa saja tipe studi lintas budaya ?
4.
Bagaimana penentuan budaya dan subjek ?
5.
Alat ukur yang bagiaman yang digunakan ?
C. Tujuan
Untuk
membuktikan bahwa teori atau temuan berlaku umum di masyarakat yang hidup di
budaya lain.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Lintas Budaya
Psikologi
lintas budaya adalah kajian mengenai persamaan dan perbedaan fungsi individu
secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik, mengenai
hubungan-hubungan diantara budaya psikologis dan sosio-budaya, ekologis dan
ubahan biologis, serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam
budaya-budaya tersebut. Dengan memperluas metodologi penelitian untuk mengenali
variasi budaya dalam perilaku, bahasa dan makna, berusaha untuk memperluas dan
mengembangkan psikologi. Karena psikologi sebagai disiplin akademis yang
dikembangkan terutama di Amerika Utara, beberapa psikolog menjadi khawatir
bahwa konstruksi diterima sebagai universal tidak sebagai invarian seperti yang
diasumsikan sebelumnya, terutama karena banyak usaha untuk mereplikasi
percobaan penting dalam budaya lain telah mendapatkan berbagai keberhasilan.
B. Hubungan
Antara Psikologi Lintas Budaya dengan Ilmu Lainnya
Hubungan
psikologi lintas budaya dengan ilmu lain dapat dikatakan seperti simbiosis
mutualisme, yaitu saling membantu, saling mengisi satu sama lain. Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku hubungan antar individu, dan
antar individu kelompok dalam berperilaku sosial. Melihat pengertian sosiologi
jelas hubungan psikologi lintas budaya dan sosiologi amat erat, lalu seiring
berjalannya waktu kita lebih mudah mengatakan psikologi lintas budaya karena
kita melihat hubungan yang erat antara kedua ilmu tersebut.
C. Tipe
studi Lintas Budaya
Dua jenis di sebelah kiri menekankan
uji hipotesis. Studi pertama berusaha agar hasil penelitian dari satu kelompok
(biasanya di Barat) dapat digeneralisasikan ke kelompok lain di Barat ataupun
non-Barat. Pada jenis yang kedua yaitu studi yang berdasarkan teori, faktor
budaya merupakan kerangka kerja teoritis. Pada dua jenis penelitian yang di
sebelah kanan, uji hipotesis tidak merupakan tujuan. Studi tentang perbedaan
psikologi merupakan studi yang paling banyak dilakukan. Studi tentang validasi
eksternal berusaha mengekplorasi makna dan penyebab perbedaan lintas-budaya
dengan bantuan faktor eksternal.





D. Penentuan budaya dan subyek
1. Penentuan budaya
-
Pemilihan sampel berdasarkan kemudahan (convenient sampling). Dalam hal ini
peneliti memilih budaya tertentu karena adanya faktor kemudahan dan bukan
karena adanya pertanyaan teoritis yang ingin di jawab.
-
Pemilihan sampel secara sistematis. Peneliti memilih budaya dengan berpedoman
pada teori atau hipotesis tertentu.
-
Penentuan sampel secara acak dalam jumlah besar. Cara ini biasanya digunakan
peneliti untuk mengevaluasi apakah benar suatu struktur atau teori dapat
dianggap bersifat universal.
2. Penentuan
Subyek
Kelompok
budaya yang akan dibandingkan harus memiliki latar belakang yang kurang lebih
sama.
E.
Isu Metodologi Dalam Psikologi Lintas-Budaya
Isu yang mengemuka tentang hubungan antara psikologi dan
budaya yang kemudian muncul dalam gerakan psikologi lintas budaya antara lain
didorong oleh pemahaman baru tentang realitas pertemuan budaya. Globalisasi kapitalisme yang merupakan arus
utama di dunia dewasa ini pada dasarnya telah mengakibatkan penyempitan dunia.
Wilayah dunia seolah semakin mengecil. Tidak jelas lagi batas-batas antar
negara dalam arti kultural. Ditambah lagi dengan pesatnya pemakaian teknologi cyber
yang luar biasa menjadikan seolah-olah dunia adalah satu adanya. Fenomena
demikian membawa konsekuensi berupa adanya pertemuan orang atau bangsa yang
tidak hanya bersifat orang perorang tetapi lebih dari itu adalah pertemuan
antar budaya. Sebagian kalangan dinilai sebagai gerak maju peradaban yang di satu sisi harus dihadapi dan dijalani
kalau tidak ingin dikatakan sebagai komunitas yang tertinggal dan terkesan
mengisolasi diri, sementara itu di sisi yang lain dampak dari kesemuanya itu
adalah terjadinya persoalan benturan budaya. Persoalan yang tidak sederhana ini
tidak hanya menuntut adanya pemecahan atau resolusi. Lebih dari itu perlu
penyikapan yang sehat yang berangkat dari kesadaran dan pemahaman individu dan
masyarakat akan adanya keberagaman budaya yang pada gilirannya menuntut kompetensi
mereka dalam beradaptasi, menerima perbedaan, membangun hubungan yang luas,
mengatasi konflik yang berakar pada perbedaan budaya.
Isu tentang hubungan antar budaya atau lintas budaya
merupakan persoalan yang pelik dan kompleks. Tidak saja karena kemungkinan
benturan atau gegar budaya yang ditimbulkan tetapi terlebih-lebih lagi ketika
memasuki era global yang meniscayakan pentingnya pergaulan antar budaya lintas
bangsa ini, menimbulkan ekses yang
mengancam jati diri budaya lokal. Wacana tentang budaya lokal versus
global menguatkan hal tersebut. Budaya lokal akan hilang tertelan budaya global
merupakan contoh kecemasan yang selama ini dirasakan oleh sebagian anggota
masyarakat yang peduli terhadap identitas budayanya. Ada beberapa kemungkinan
yang terjadi dari peristiwa tersebut. Antara lain misalnya ada budaya tertentu
yang pendukungnya lebih memilih menghindari konflik dengan jalan menghindari
budaya tertentu dengan pertemuan dengan pendukung budaya yang lain dan hanya
berdiam di kawasan budayanya sendiri. Dengan demikian terkesan lebih bersikap
tinggal atau berdiam dalam kawasan budayanya sendiri. Sepintas terkesan bahwa
dengan hanya mengembangkan interaksi pergaulan di lingkungan sendiri akan
menjadikan warga masyarakat pendukung budaya tersebut lebih aman dan terhindar
dari konflik apalagi gegar budaya akibat bertemu dengan budaya lain. Contoh
kasus misalnya negara tertentu yang sama
sekali tidak mengizinkan beroperasinya sistem internet karena takut akan dampak
negatifnya bagi warganya. Namun apabila kita cermati, ternyata penyikapan yang demikian itu ternyata
tidak menguntungkan bagi perkembangan yang sehat bagi suatu budaya. Masyarakat
pendukung budaya tersebut menjadi ekslusif dan terisolasi. Mereka kehilangan
peluang memperoleh akses informasi dan wacana yang berkembang di dunia
internasional yang sesungguhnya menjadi
kunci untuk tetap eksis dalam pergaulan antar bangsa. Mereka ini akhirnya hanya
akan menjadi ”katak dalam tempurung” dan kehilangan kesempatan untuk belajar
dan mengaktualisasikan diri secara lebih baik.
Padahal budaya yang maju adalah budaya yang mau dan siap membuka diri
terhadap perubahan termasuk perubahan akibat pertemuan dengan budaya lain.
Contoh-contoh
ini menjadi indikasi kehancuran sebuah kebudayaan yang dimulai dari pergeseran
nilai-nilai budaya di kalangan kaum muda remaja kita.
F.
Alat ukur
Alat
ukur yang digunakan harus memiliki makna yang sama pada budaya yang akan
diteliti. Tes Intelegensi yang kelihatan pasti mengukur aspek yaang sama dari
sampel yang diteliti tidak lepas dari kesulitan. Sebaliknya bila tes
intelegensi yang digunakan pada penelitian ini menggunakan bahan – bahan alami
yang lebih banyak ditemukan dalam konteks negara berkembang, maka sempel yang
berasal dari negara maju justru memperoleh skor yang lebih rendah dibandingkan
sampel yang dibesarkan di negara berkembang.
-
Kesetaraan (
Equivalence) : kesetaraan merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian
lintas-budaya karena suatu perbandingan lintas budaya hanya dpat dilakukan bila
data yang dikumpulkan di budaya yang berbeda memang setara atau dapat
dibandingkan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lintas
Budaya dekat sekali dengan isu-isu otonomi daerah, pluralisme ada
multikulturalisme yang sedang hangat saat ini. Itu tidak hanya mengandung
unsur-unsur
kelokalan
tapi juga bisa dikategorikan studi hubungan internasional apabila levelnya
adalah internasional dan lintas negara.
Lintas
Budaya adalah studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental, termasuk
variabilitas dan invarian, di bawah kondisi budaya yang beragam. Melalui
memperluas metodologi penelitian untuk mengenali variasi budaya dalam perilaku,
bahasa dan makna, ia berusaha untuk memperpanjang, mengembangkan dan mengubah
psikologi.
B. Daftar Pustaka
Setiadi, B.N.
(1999). Peranan Psikologi Lintas Budaya Dalam
Mengembangkan
Psikologi di Indonesia. Pengantar dalam
berry, J.W, Poortinga, Y.H, Segall, M.H. dan Dasen, P.R. (Ed). Psikologi
Lintas Budaya: Riset dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
0 komentar