MODERNITAS DAN IDENTITAS NASIONAL KEWARGANEGARAAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap bangsa
memiliki karakter dan identitasnya masing-masing. Apabila mendengar kata Barat,
tergambar masyarakat yang individualis, rasional, dan berteknologi maju.
Mendengar kata Jepang tergambar masyarakat yang berteknologi tinggi namun tetap
melaksanakan tradisi ketimurannya. Sedangkan Indonesia biasanya akan terkesan
dengan keramahan dan kekayaan budayanya.
Indonesia
adalah negara yang memiliki keunikan tersendiri. Indonesia adalah negara yang
memiliki pulau terbanyak di dunia, negara tropis yang hanya mengenal musim
hujan dan panas, negara yang memiliki suku, tradisi dan bahasa terbanyak di
dunia. Itulah keadaan Indonesia yang bisa menjadi ciri khas yang membedakannya
dengan bangsa yang lain.
Salah satu cara
untuk memahami identitas suatu bangsa adalah dengan cara membandingkan bangsa
satu dengan bangsa yang lain dengan cara mencari sisi-sisi umum yang ada pada
bangsa itu. Pendekatan demikian dapat menghindarkan dari sikap kabalisme, yaitu
penekanan yang terlampau berlebihan pada keunikan serta ekslusivitas yang
esoterik, karena tidak ada satu bangsapun di dunia ini yang mutlak berbeda
dengan bangsa lain (Darmaputra, 1988: 1).
B.
Rumusan Masalah
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka
penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan identitas nasional?
2. Bagaimana peran identitas nasional sebagai karakter bangsa?
3. Bagaimana bentuk identitas nasional Indonesia?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulis membuat
makalah yang berjudul ” MODERNITAS DAN IDENTITAS NASIONAL” adalah sebagai
berikut :
1. Memahami maksud dari identitas nasional.
2. Memahami peran identitas nasional sebagai karakter bangsa.
3. Memahami bentuk identitas nasional Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Identitas
Nasional
Istilah identitas nasional (national identity) berasal dari
kata identitas dan nasional. Identitas (identity) secara harfiah berarti
ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu
yang membedakannya dengan yang lain (ICCE, 2005:23). Sedangkan kata nasional (national)
merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang
diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, bahasa maupun
non fisik seperti keinginan, cita-cita dan tujuan. Istilah identitas nasional
atau identitas bangsa melahirkan tindakan kelompok (collective action yang
diberi atribut nasional) yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk organisasi atau
pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional (ICCE, 2005:25).
Identitas nasional (national identity) adalah kepribadian nasional atau
jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu
dengan bangsa yang lain (Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan, 2011:
66). Menurut Kaelan (2007), identitas nasional pada hakikatnya adalah
manisfestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek
kehidupan satu bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan
ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam
kehidupannya.
Identitas nasional merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi
makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang
berkembang dalam masyarakat. Artinya, bahwa identitas nasional merupakan konsep
yang terus menerus direkonstruksi atau dekonstruksi tergantung dari jalannya
sejarah. Hal itu terbukti di dalam sejarah kelahiran faham kebangsaan
(nasionalisme) di Indonesia yang berawal dari berbagai pergerakan yang
berwawasan parokhial seperti Boedi Oetomo (1908) yang berbasis subkultur Jawa,
Sarekat Dagang Islam (1911) yaitu entrepreneur Islam yang bersifat ekstrovet,
politis dan sebagainya yang melahirkan pergerakan yang inklusif yaitu
pergerakan nasional yang berjati diri “Indonesianess” dengan mengaktualisasikan
tekad politiknya dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Dari keanekaragaman
subkultur tadi terkristalisasi suatu core culture yang kemudian menjadi
basis eksistensi nation-state Indonesia, yaitu nasionalisme.
B.
Konsep Bangsa
Indonesia
Identitas nasional berkaitan dengan konsep bangsa. Pengertian
bangsa (nation) dalam konsep modern, tidak terlepas dari seorang
cendekiawan Prancis, Ernest Renan (1823-1892), seorang filsuf, sejarahwan dan
pemuka agama dalam esainya yang terkenal Qu‟est-ce qu‟une nation? yang
disampaikan dalam kuliah di Universitas Sorbonne pada tahun 1882. Dalam esainya
tersebut dia menyatakan bahwa bangsa adalah sekelompok manusia yang memiliki
kehendak bersatu sehingga merasa dirinya adalah satu. Menurut Renan, faktor
utama yang menimbulkan suatu bangsa adalah kehendak bersama dari masing-masing
warga untuk membentuk suatu bangsa (Soeprapto, 1994:115).
Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia (Soeprapto, 1994:115),
dijelaskan definisi bangsa menurut hukum, yaitu rakyat atau orang-orang yang
berada di dalam suatu masyarakat hukum yang terorganisir. Kelompok orang-orang
satu bangsa ini pada umumnya menempati bagian atau wilayah tertentu, berbicara
dalam bahasa yang sama (meskipun dalam bahasa-bahasa daerah), memiliki sejarah,
kebiasaan, dan kebudayaan yang sama, serta terorganisir dalam suatu pemerintahan
yang berdaulat.
Dari definisi tersebut, nampak bahwa bangsa adalah sekelompok
manusia yang:
1.
Memiliki
cita-cita bersama yang mengikat mereka menjadi satu kesatuan.
2.
Memiliki
sejarah hidup bersama, sehingga tercipta rasa senasib sepenanggungan.
3.
Memiliki adat, budaya, kebiasaan yang sama
sebagai akibat pengalaman hidup bersama.
4.
Memiliki karakter, perangai yang sama yang
menjadi pribadi dan jatidirinya.
5.
Menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan
kesatuan wilayah.
6.
Terorganisir dalam suatu pemerintahan yang
berdaulat, sehingga mereka terikat dalam suatu masyarakat hukum.
Hakikat identitas nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan
kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya
tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya
dalam Pembukaan beserta UUD 1945, sistem pemerintahan yang diterapkan,
nilai-nilai etik, moral, tradisi serta mitos, ideologi, dan lain sebagainya
yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan baik dalam tataran nasional
maupun internasional dan lain sebagainya.
Ada beberapa faktor yang menjadikan setiap bangsa memiliki
identitas yang berbeda-beda. Faktor-faktor tersebut adalah: keadaan geografi,
ekologi, demografi, sejarah, kebudayaan, dan watak masyarakat. Watak masyarakat
di negara yang secara geografis mempunyai wilayah daratan akan berbeda dengan
negara kepulauan. Keadaan alam sangat mempengaruhi watak masyarakatnya.
Bangsa Indonesia memiliki karakter khas yaitu keramahan dan sopan
santun. Keramahan tersebut tercermin dalam sikap mudah menerima kehadiran orang
lain. Orang yang datang dianggap sebagai tamu yang harus dihormati. Sehingga
banyak kalangan bangsa lain yang datang ke Indonesia merasakan kenyamanan dan
kehangatan saat di Indonesia.
Sistem kemasyarakatan secara umum di sebagian besar suku-suku di
Indonesia adalah sistem Gemmeinschaaft (paguyuban/masyarakat
sosial/bersama). Suatu sistem kekerabatan dimana masyarakat mempunyai ikatan
emosional yang kuat dengan kelompoknya etnisnya. Masyarakat Indonesia mempunyai
kecenderungan membuat perkumpulan-perkumpulan apabila mereka berada di luar
daerah. Ikatan kelompok ini akan menjadi lebih luas jika masyarakat Indonesia
di luar negeri. Ikatan emosional yang terbentuk bukan lagi ikatan kesukuan,
tetapi ikatan kebangsaan. Masyarakat Indonesia jika berada di luar negeri
biasanya mereka akan membuat organisasi paguyuban Indonesia di mana mereka
tinggal. Inilah ciri khas Bangsa Indonesia yang bisa membangun identitas
nasional. Nasional dalam hal ini adalah dalam kontek bangsa (masyarakat),
sedangkan dalam konteks bernegara, identitas nasional bangsa Indonesia
tercermin pada: bahasa nasional, bendera, lagu kebangsaan, lambing negara dan
lain-lain.
Identitas nasional tidak bersifat statis namun dinamis. Selalu ada
kekuatan tarik menarik antara etnisitas dan globalitas. Etnisitas memiliki
watak statis, mempertahankan apa yang sudah ada secara turun temurun, selalu
ada upaya fundamentalisasi dan purifikasi, sedangkan globalitas memiliki watak
dinamis, selalu berubah dan membongkar hal-hal yang mapan, oleh karena itu,
perlu kearifan dalam melihat ini. Globalitas atau globalisasi adalah kenyataan
yang tidak mungkin dibendung, sehingga sikap arif sangat diperlukan dalam hal
ini. Globalisasi itu tidak selalu negatif. Kita bisa menikmati HP, komputer,
transportasi dan teknologi canggih lainnya adalah karena globalisasi, bahkan
kita mengenal dan menganut enam agama (resmi pemerintah) adalah proses
globalisasi juga. Sikap kritis dan evaluatif diperlukan dalam menghadapi dua
kekuatan itu. Baik etnis maupun globalisasi mempunyai sisi positif dan negatif.
Melalui proses dialog dan dialektika diharapkan akan mengkonstruk ciri yang
khas bagi identitas nasional kita. Sebagai contoh adalah pandangan etnis
seperti sikap (nrimo, Jawa) yang artinya menerima apa adanya. Sikap nrimo
secara negatif bisa dipahami sikap yang pasif, tidak responsif bahkan
malas. Sikap nrimo secara Positif bisa dipahami sebagai sikap yang tidak
memburu nafsu, menerima setiap hasil usaha keras yang sudah dilakukan. Sikap
positif demikian sangat bermanfaat untuk menjaga agar orang tidak stres karena
keinginannya tidak tercapai. Sikap nrimo justru diperlukan dalam
kehidupan yang konsumtif kapitalistik ini.
C.
Identitas
Nasional Sebagai Karakter Bangsa
Karakter berasal dari bahasa latin “kharakter, kharassein atau
kharax”, dalam bahasa Prancis “caractere” dalam bahasa Inggris “character.
Dalam arti luas karakter berarti sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti,
tabiat, watak yang membedakan seseorang dengan orang lain (Tim Nasional Dosen
Pendidikan Kewarganegaraan, 2011: 67). Sehingga karakter bangsa dapat diartikan
tabiat atau watak khas bangsa Indonesia yang membedakan bangsa Indonesia dengan
bangsa lain.
Dalam masyarakat berkembang atau masyarakat Dunia Ketiga, pada umumnya
menghadsapi tiga masalah pokok yaitu nation-building, stabilitas politik
dan pembangunan ekonomi. Nation-building adalah masalah yang berhubungan
dengan warsian masa lalu, bagaimana masyarakat yang beragam berusaha membangun
kesatuan bersama. Stabilitas politik merupakan masalah yang terkait dengan
realitas saat ini yaitu ancaman disintegrasi. Sedangkan masalah pembangaunan
ekonomi adalah masalah yang terkait dengan masa depan yaitu (dalam konteks
Indonesia) masyarakat adil dan makmur (Darmaputra, 1988: 5).
Para pendiri bangsa melalui sidang BPUPKI berusaha menggali
nilai-nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat, nilai-nilai yang existing maupun
nilai-nilai yang menjadi harapan seluruh bangsa. Melalui pembahasan yang
didasari niat tulus merumuskan pondasi berdirinya negara ini maka muncullah
Pancasila. Dengan demikian karena Pancasila digali dari pandangan hidup bangsa,
maka, Pancasila dapat dikatakan sebagai karakter sesungguhnya bangsa Indonesia.
D.
Identitas
Nasional Indonesia
Setelah bangsa Indonesia bernegara, mulai dibentuk dan disepakati
apa-apa yang dapat menjadi identitas nasional Indonesia. Bisa dikatakan bangsa
Indonesia relatif berhasil dalam membentuk identitas nasionalnya kecuali pada
saat proses pembentukan ideologi Pancasila sebagai identitas nasional yang
membutuhkan perjuangan dan pengorbanan di antara warga bangsa. Beberapa bentuk
identitas nasional Indonesia, adalah sebagai berikut:
1.
Bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional atau bahasa persatuan. Bahasa Indonesia
berawal dari rumpun bahasa Melayu yang dipergunakan sebagai bahasa pergaulan
yang kemudian diangkat sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928.
Bangsa Indonesia sepakat bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional
sekaligus sebagai identitas nasional Indonesia.
2.
Sang merah
putih sebagai bendera negara. Warna merah berarti berani dan putih berarti
suci. Lambang merah putih sudah dikenal pada masa kerajaan di Indonesia yang
kemudian diangkat sebagai bendera negara. Bendera merah putih dikibarkan
pertama kali pada tanggal 17 Agustus 1945, namun telah ditunjukkan pada
peristiwa Sumpah Pemuda.
3.
Indonesia Raya
sebagai lagu kebangsaan Indonesia. Lagu Indonesia Raya pertama kali dinyanyikan
pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda II.
4.
Burung Garuda
yang merupakan burung khas Indonesia dijadikan sebagai lambang negara.
5.
Bhinneka
Tunggal Ika sebagai
semboyan negara yang berarti berbeda-beda tetapi satu jua. Menunjukkan
kenyataan bahwa bangsa kita heterogen, namun tetap berkeinginan untuk menjadi satu
bangsa, yaitu bangsa Indonesia.
6.
Pancasila
sebagai dasar falsafat negara yang berisi lima dasar yang dijadikan sebagai
dasar filsafat dan ideologi negara Indonesia. Pancasila merupakan identitas
nasional yang berkedudukan sebagai dasar negara dan pandangan hidup (ideologi)
bangsa.
7.
UUD 1945
sebagai konstitusi (hukum dasar) negara. UUD 1945 merupakan hukum dasar
tertulis yang menduduki tingkatan tertinggi dalam tata urutan peraturan
perundangan dan dijadikan sebagai pedoman penyelenggaraan bernegara.
8.
Bentuk negara
adalah Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Bentuk negara
adalah kesatuan, sedang bentuk pemerintahan adalah republik. Sistem politik
yang digunakan adalah sistem demokrasi (kedaulatan rakyat). Saat ini identitas
negara kesatuan disepakati untuk tidak dilakukan perubahan.
9.
Konsepsi
wawasan nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungan yang serba beragam dan memiliki nilai strategis dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan
nasional.
10. Kebudayaan sebagai puncak-puncak dari kebudayaan daerah. Kebudayaan
daerah diterima sebagai kebudayaan nasional. Berbagai kebudayaan dari
kelompok-kelompok bangsa di Indonesia yang memiliki cita rasa tinggi, dapat
dinikmati dan diterima oleh masyarakat luas sebagai kebudayaan nasional.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Indonesia
adalah negara yang memiliki keunikan tersendiri. Indonesia adalah negara yang
memiliki pulau terbanyak di dunia, negara tropis yang hanya mengenal musim
hujan dan panas, negara yang memiliki suku, tradisi dan bahasa terbanyak di
dunia. Itulah keadaan Indonesia yang bisa menjadi ciri khas yang membedakannya
dengan bangsa yang lain.
Salah satu cara
untuk memahami identitas suatu bangsa adalah dengan cara membandingkan bangsa
satu dengan bangsa yang lain dengan cara mencari sisi-sisi umum yang ada pada
bangsa itu. Pendekatan demikian dapat menghindarkan dari sikap kabalisme, yaitu
penekanan yang terlampau berlebihan pada keunikan serta ekslusivitas yang
esoterik, karena tidak ada satu bangsapun di dunia ini yang mutlak berbeda
dengan bangsa lain (Darmaputra, 1988: 1).
DAFTAR PUSTAKA
Santoso, Djoko. 2012. Buku
Modul Kuliah Kewarganaegaraan.
Jakarta.
Arif,
Dikdik Baehaqi. 2012. Diktat Mata
Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Yogyakarta:
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
0 komentar