Perilaku Seksual
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masa
remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan berbagai
pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru sebagai bekal untuk mengisi
kehidupan mereka kelak. Di saat remajalah proses menjadi manusia dewasa
berlangsung. Pengalaman manis, pahit, sedih, gembira, lucu, bahkan menyakitkan
mungkin akan dialami dalam mencari jati diri. Rasa ingin tahu dari remaja
kadang-kadang kurang disertai dengan pertimbangan rasional akan akibat lanjut
dari suatu perbuatan (Jufri, 2005).
Alan
Guttmacher Institute, suatu lembaga penelitian kesehatan nonprofit, melaporkan
bahwa berdasarkan data terakhir (2003), sekitar 60 persen kelahiran anak di
kalangan remaja di dunia adalah kehamilan yang tidak diharapkan. Satu diantara
remaja usia 19 tahun tidak mempunyai akses untuk mendapat kontrasepsi. Lebih
dari dua pertiga wanita di negara berkembang mendapat pendidikan kurang dari
sembilan tahun.
Ditemukan
juga bahwa remaja putri di negara berkembang yang terpaksa keluar dari sekolah,
sudah melakukan hubungan seks di bawah usia 20 tahun, menikah muda dan tidak
pernah menggunakan kontrasepsi. Oleh sebab itu, menurut para ahli, hanya dengan
pendidikanlah untuk dapat menyelamatkan remaja putri di seluruh dunia.
Masih
di negara berkembang, banyak wanita sudah mempunyai anak pertama pada usia di
bawah 18 tahun, sementara wanita-wanita di desa dengan pendidikan tidak
menyukai kontrasepsi, dan hampir semuanya terpaksa melahirkan dan menemui
resiko kehamilan yang cukup gawat. Namun masalah ini sebenarnya bukan urusan
negara berkembang saja. Di Amerika Serikat, tujuh diantara 10 remaja yang
melahirkan adalah kelahiran yang tidak diinginkan (Anonim, 2003).
Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh 3 orang sosiolog di Bowling Green University
menunjukkan bahwa lebih dari setengah wanita dewasa yang pernah “tidur” dengan
pria yang baru dikenal ataupun sekedar teman biasa, tidak mengambil
langkah-langkah pencegahan. Dibandingkan dengan sekitar seperempat gadis yang
dikategorikan memiliki pasangan tetap dan menggunakan kontrasepsi.Penelitian
tersebut meneliti 1.600 wanita muda yang melakukan hubungan seks pertama kali
sebelum berusia 18 tahun.
Di
Indonesia, jumlah remaja yang berusia 10-24 tahun mencapai 65 juta orang atau
30 persen dari total penduduk. Sekitar 15-20 persen dari remaja usia sekolah di
Indonesia sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Setiap tahunnya 15
juta remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan. Hingga Juni 2006 telah
tercatat 6332 kasus AIDS dan 4527 kasus HIV positif di Indonesia, dengan 78,8
persen dari kasus-kasus baru yang dilaporkan berasal dari usia 15-29 tahun.
Diperkirakan
bahwa terdapat sekitar 270.000 pekerja seks perempuan yang ada di Indonesia,
dimana lebih dari 60 persen adalah berusia 24 tahun atau kurang, dan 30 persen
berusia 15 tahun atau kurang. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di
Indonesia, dimana 20 persen diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh
remaja (Okanegara, 2007).
Suatu
angka menakjubkan menyebutkan bahwa 51,5% remaja melakukan hubungan seksual di
tempat kos. Ditambah lagi, Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak dan Remaja
Indonesia (Sahara Indonesia menyebutkan bahwa 44,8% mahasiswa PTN dan PTS serta
remaja di Bandung telah melakukan hubungan seks hampir sebagian besar di wilayah
rumah kos mereka (Eva, 2004).
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa Pengertian
Seks ?
2.
Apa Pengertian Remaja dan Perilaku Seksual?
3.
Bagaimana Pengaruh Negatif Penyimpangan Seks Terhadap
Pelakunya ?
4.
Bagaimna Upaya Mengatasi dan Mencegah Perilaku Seks
Bebas Remaja ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Seks
Seksualitas adalah perilaku keseluruhan seseorang
yang menunjukkan ia laki-laki atau wanita. Perilaku seksual yang normal adalah
yang dapat menyesuaikan diri, bukan saja dengan tuntutan masyarakat, tetapi
juga dengan kebutuhan diri sendiri (dan pasangannya bila sudah menikah) dalam
hal mencapai kebahagiaan dan pertumbuhan, juga dapat meningkatkan kemampuan
mengembangkan kepribadiannya menjadi lebih baik.Seksualitas dalam arti luas
adalah semua aspek badaniah, psikologis, dan sosiobudaya yang berhubungan
langsung dengan seks dan hubungan seks manusia.Seksologi adalah ilmu yang
mempelajari segala aspek ini.Maka, seks juga bio-psiko-sosio-kultural-spritual,
karena itu pendidikan terhadap seks harus holistic pula. Bila dititkberatkan
hanya pada salah satu aspek saja, maka akan terjadi gangguan keseimbangan dalam
hal ini pada individu atau padamasyarakat dalam jangka pendek atau jangka
panjang.
Untuk mengerti seksualitas manusia, baik yang normal
maupun abnormal, perlu dimilki latar belakang pengetahuan bukan saja psikiatri
dan ilmu perilaku, tetapi juga anatomi dan daal sexual serta kebudayaan dan
agama.
B.
Remaja
dan Perilaku Seksual
Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana
individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, yaitu usia dimana anak tidak
lagi merasa dibawah tingkat orang – orang yang lebih tua melainkan berada dalam
tingkatan yang sama, terutama dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat
dewasa mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa
puber.Seperti, perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual
yang khas dari cara berpikir remaja ini, dapat memungkinkan seorang remaja
untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang pada
kenyataannya hal tersebut merupakan ciri khas yang umum dari periode
perkembangan ini.
Perkembangan pada masa remaja digambarkan sebagai
the onset of pubertal growth spurt (masa kritis dari perkembangan biologis)
serta the maximum growth age. Perbedaan permulaan pemasakan tanda-tanda seksual
yang muncul ditandai oleh munculnya (Monks, Knoers, dan Siti Rahayu, 2004) :
permasalahan seksual, permulaan pemasakan seksual, serta urutan gejala
pemasakan seksual.
Secara fisik perkembangan remaja pada masa seperti
ini ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik yang dimulai dari pembentukan
hormon mamotropik dan hormon gonadotropik (kelenjar seks).Kelenjar ini
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ciri-ciri seks primer dan
sekunder.Sedangkan kematangan organ seksual ditandai dengan tumbuhnya payudara,
tumbuh rambut di ketiak, dan kemaluan, mimpi basah, menstruasi, dan juga
timbulnya rangsangan-rangsangan seksual.Sedangkan secara psikologis
perkembangannya ditandai dengan timbulnya rasa keingintahuan yang tinggi
mengenai seks dan seksualitas.Pemenuhan keingintahuan yang tinggi ini diperoleh
dari membahas dengan teman sebaya, buku-buku, majalah, internet, serta
melakukan eksplorasi seksualitas dengan onani, masturbasi, hingga intercourse
dengan lawan jenis (Santrock, 2006).Masa pembentukan inilah yang selanjutnya
membuat perbedaan-perbedaan yang khas antara remaja laki-laki dan perempuan
(Rita, 2008).
Masa remaja menjadi masa transisi dimana individu
merupakan makhluk aseksual menjadi seksual.Kematangan hormonal serta menguatnya
karakteristik seksual primer dan sekunder diikuti pula perkembangan
emosionalnya.Selama masa peralihan ini diikuti perkembangan secara biologis
dari masa anak-anak menuju dewasa dini.Pada masa transisi seperti ini menjadi
rawan terhadap meningkatnya aktifitas seksual aktif maupun pasif. Pada masa ini
impuls-impuls dorongan seksual (sexdrive) mengalami peningkatan dan pada saat
tersebut rasa ketertarikan remaja untuk merasakan kenikmatan seksual meningkat
(Mahati, 2001; Gusmiarni,2000; Aminudin, dkk: 1997).
Perilaku seksual sendiri dipahami sebagai bentuk
perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan
kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku.Namun pemahaman pengertian
mengenai perilaku seksual yang selama ini yang berkembang di masyarakat hanya
berkutat seputar penetrasi dan ejakulasi (Wahyudi, 2000).Dalam kondisi tertentu
remaja cenderung memiliki dorongan seks yang kuat. Namun kompensasi dari
dorongan rasa ini terhadap lawan jenis,
remaja kurang memiliki kontrol diri yang baik dan terlebih disalurkan
melalui kanalisasi yang tidak tepat. Perilaku semacam ini rawan terhadap
timbulnya masalah-masalah baru bagi remaja. Banyak ditemukan remaja melakukakan
penyaluran dorongan yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi norma masyarakat
setempat ataupun diwujudkan melalui ekspresi seksual yang kurang sehat.
Dorongan ini rawan terhadap munculnya pelecehan seksual.Perilaku seks yang
kurang sehat itu jarang disadari remaja dan selanjutnya menimbulkan kerugian
terhadap remaja itu sendiri.
Kerugian dari perilaku seksual tidak sehat ini
menurut Tizar Rahmawan (2010) sebagai berikut:
1. Remaja
yang memiliki perilaku seks yang tidak sehat beresiko besar untuk gagal dalam
pendidikan sekolah.
2. Remaja
yang memiliki perilaku seks yang tidak sehat beresiko mendapatkan sorotan
tajam, cemoohan, bahkan sanksi lebih keras dari masyarakat. Jika hal ini sampai
terjadi, citra buruk akan melekat pada remaja yang bersangkutan dan tentu
manjadi hambatan dalam penyesuaian sosialnya.
3. Remaja
yang memiliki perilaku seks yang tidak sehat beresiko untuk mengalami
kehamilan. Kehamilan yang tidak diharapkan tentu merugikan kedua belah pihak
baik pihak laki-laki dan terutama pihak perempuan.
4. Remaja
yang memiliki perilaku seks yang tidak sehat beresiko tinggi terinfeksi
penyakit menular seksual.
C.
Pengaruh
Negatif Penyimpangan Seks Terhadap Pelakunya
Penyimpangan
seks selain mempunyai hukum haram juga mempunyai pengaruh yang negatif pada
pelakunya, diantaranya:
1. Pengaruh
Terhadap Jiwa adalah goncangan batin yang ada pada diri seorang yang melakukan
penympangan seks, bila ia merasakan kelainan-kelainan insting seksnya.
2. Pengaruh
Terhadap daya fikir atau kerja otak, sehingga tidak dapat berfikir secara
abstrak, minat terhadap sesuatu amat kurang sehingga membuat lemahnya otak.
3. Pengaruh
Terhadap Mental yakni terjadinya sesuatu syndrome mental disebut “Neurasthenia”
(penyakit lemah syahwat). Juga depresi mental, akibat suka menyendiri serta
mudah tersinggung, sehingga tidak dapat merasakan bahagianya hidup.
Dampak
seks bebas bagi kesehatanadalah :
1. Hamil
di luar nikah
2. Aborsi
3. Penyakit
psikologis
4. Penyakit
menular seksual diantaranya HIV/AIDS, gonorea, jengger ayam, virus herpes,
sifilis, HPV (human papiloma virus)
D.
Upaya
Mengatasi dan Mencegah Perilaku Seks Bebas Remaja
Ada beberapa upaya yang harus dilakukan dalam
mengatasi dan mencegah perilaku seks bebas di kalangan remaja, yaitu sebagai
berikut :
1. Perlunya
kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal apapun.
2. Adanya
pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. contohnya: kita boleh saja
membiarkan dia melakukan apa saja yang masih sewajarnya, dan apabila menurut
pengawasan kita dia telah melewati batas yang sewajarnya, kita sebagai orangtua
perlu memberitahu dia dampak dan akibat yang harus ditanggungnya bila dia terus
melakukan hal yang sudah melewati batas tersebut.
3. Biarkanlah
dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik
lebih tua darinya. Karena apabila kita membiarkan dia bergaul dengan teman main
yang sangat tidak sebaya dengannya, yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda,
maka dia pun bisa terbawa gaya hidup yang mungkin seharusnya belum perlu dia
jalani.
4. Pengawasan
yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv, internet, radio,
handphone, dll.
5. Perlunya
bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat anak lebih banyak
menghabiskan waktunya selain di rumah.
6. Perlunya
pembelanjaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan
mengunjungi tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya.
7. Kita
perlu mendukung hobi yang dia inginkan selama itu masih positif untuk dia.
Jangan pernah kita mencegah hobinya maupun kesempatan dia mengembangkan bakat
yang dia sukai selama bersifat Positif. Karena dengan melarangnya dapat
menggangu kepribadian dan kepercayaan dirinya.
8. Anda
sebagai orang tua harus menjadi tempat CURHAT yang nyaman untuk anak anda,
sehingga anda dapat membimbing dia ketika ia sedang menghadapi masalah.
9. Kegagalan
mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi
dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin
figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga
mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
10. Adanya
motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
k.Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga
yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
11. Remaja
pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan
dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
12. Remaja
membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman
sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat ditarik bebarapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Populernya
seks pra-nikah di kalangan remaja, karena adanya tekanan dari teman-teman,
lingkungan atau mungkin pasangan sendiri.
2. Faktor-faktor
yang menyebabkan munculnya perilaku seks bebas adalah krisis identitas dan
kurangny control diri.
3. Upaya
untuk mengatasi dan mencegah perilaku seks bebas yaitu orang tua harus memberi
kasih sayang dan perhatian kepada anak-anak remaja, adanya pengawasan yang
tidak mengekang, bimbingan kepribadian dan pendidikan agama.
B.
Saran
Berdasarkan
kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan beberapa hal berikut, kepada:
1. Para
orang tua untuk memberi kasih sayang, pengawasan intensif dan perhatian,
pendidikan kepribadian dan pendidikan agama yang cukup bagi bagi anak remajanya
sehingga terhindar dari perilaku seks bebas.
2. Para
remaja untuk tidak melakukan dan terjun kedunia pergaulan bebas dan seks bebas,
tetapi memperbanyak aktifitas-aktifitas, baik di sekolah maupun di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono,
S.W. 2002. Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Feist,
Jess.Theories of Personality. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2008.
Hurlock,
Elizabeth. Psikologi Perkembangan.Erlangga
http://himikaung.wordpress.com/dampak-seks-bebas-bagi-kesehatan
http://www.zaharuddin.net/index.php?option=com_content&task=view&id=282&Itemid=89
.
0 komentar