Perkembangan Anak 9-11 Tahun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masa
pertengahan dan akhir anak-anak
merupakan kelanjutan dalam masa awal anak-anak. Periode ini berlangsung dari
usia 6 tahun hingga tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Perkembangan
ini biasanya dimulai sejak kelas satu SD. Bagi sebagian besar anak, hal ini
merupakan perubahan besar dalam pola kehidupannya. Sebab, masuk kelas satu
merupakan peristiwa penting bagi anak yang dapat mengakibatkan terjadinya
perubahan dalam sikap, nilai dan perilaku.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
perkembangan kognitif anak usia 9-11 tahun ?
2.
Bagaimana
perkembangan afektif anak usia 9-11 tahun ?
3.
Bagaimana
perkembangan konatif anak usia 9-11 tahun ?
4.
Bagaimana
tahapan operasional kongkret pada anak usia 9-11 tahun ?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui perkembangan kognitif pada anak usia 9-11 tahun
2.
Untuk
mengetahui perkembangan afektif pada anak usia 9-11 tahun
3.
Untuk
mengetahui perkembangan konatif pada anak usia 9-11 tahun
4.
Untuk
mengetahui tahapan-tahapan operasional kongkret pada anak usia 9-11 tahun.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan
kognitif pada anak usia 9-11 tahun
Perkembangan
kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan, pengetahuan dan
hubungan anak didik dengan lingkungannya. Kecerdasan merupakan proses yang berkesinambungan
yang membentuk struktur yang diperlukan dalam interaksi terus menerus dengan
lingkungan. Struktur yang dibentuk oleh kecerdasan, pengetahuan sangat
subjektif waktu masih bayi dan masa kanak – kanak awal dan menjadi objektif
dalam masa dewasa awal.
Perkembangan kognitif
terkait dengan bagaimana cara remaja berpikir.
Pemikiran remaja semakin abstrak, logis dan idealistik; lebih
mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain,
dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka dan
cenderung menginterpretasikan dan memantau dunia
sosial. Perkembangan kognitif terkait dengan teori
Piaget tentang operasional formal, kognisi sosial dan
pengambilan keputusan.
1.
Pemikiran Operasional Formal
Menurut
Piaget pemikiran operasional formal berlangsung
antara usia 11-15 tahun. Pemikiran operasional
formal lebih abstrak dibandingkan dengan pemikiran seorang
anak. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman
konkret aktual sebagai dasar pemikiran. Sebaliknya
mereka dapat membangkitkan situasi – situasi khayalan,
kemungkinan-kemungkinan hipotetis, atau dalil-dalil dan penalaran
yang benar-benar abstrak. Pada usia 12 tahun kemampuan anak
untuk mengerti informasi abstrak sempurna. Selanjutnya kesempurnaan
mengambil kesimpulan dan informasi abstrak dimulai pada usia 14 tahun.
Akibatnya si remaja awal suka menolak hal-hal yang tidak masuk akal.
Pertentangan pendapat sering terjadi dengan orang tua, guru, atau orang
dewasa lainnya jika mereka (remaja) mendapat pemaksaan untuk menerima pendapat
tanpa alasan rasional. Namun, dengan alasan yang masuk akal, remaja juga
cenderung mengikuti pemikiran orang dewasa.
Selain kemampuan berpikir abstrak, pemikiran remaja juga
idealis. Remaja mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal
bagi mereka sendiri dan orang lain dan membandingkan diri mereka
dan orang lain dengan standar-standar ideal ini.
Remaja juga mampu berpikir lebih logis.
Remaja mulai berpikir seperti ilmuan, yang menyusun
rencana-rencana untuk memecahkan masalah dan menguji pemecahan masalah
secara sistimatis.
Perkembangan ini diawali sejak anak masuk sekolah
dasar. Daya pikir anak berkembangan ke arah berpikir kongkrit, rasional dan
objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, shingga anak benar-benar berada
dalam suatu stadium belajar.
Ciri
perkembangan kognitif lainnya pada anak usia sd adalah kemampuan :
1.
Adaptasi dengan gambaran yang
menyeluruh
2.
Memandang sesuatu dari berbagai
macam segi
3.
Seriasi
4.
Klasifikasi
5.
Kausalitas
Karakteristik kognitif periode
operasional formal pada anak usia SD:
a.
Mampu menoprasikan kaidah logika
matematika berupa tambah, kurang, kali, bagi, serta kombinasi dari keempat
logika matematika tersebut.
b.
Memprediksi sesuatu berdasarkan
fakta dan data yang ada.
c.
Mengkritisi sesuatu meskipun dalam
bentuk sederhana.
d.
berfikir analitik dan sintetik
Berikut ini implikasi praktis teori perkembangan
kognitif untuk pembelajaran :
1. Pembelajaran
tidak harus berpusat pada guru atau tenaga kependidikan, tetapi berpusat pada peserta
didik.
2.
Materi yang dipelajari harus
menantang dan menarik minat belajar peserta didik.
3.
Pendidik harus terlibat bersama-sama
peserta didik dalam proses pembelajaran.
4.
Sekuensi (urutan) bahan pembelajaran
dan metode pembelajaran harus menjadi perhatian utama. Anak akan sulit memahami
bahan pembelajaran jika sekuensi bahan pembelajaran itu loncat-loncat.
5.
Pendidik harus memperhatikan tahapan
perkembangan kognitif peserta didik dalam melakukan stimulasi pembelajaran.
6.
pada SD kelas awal pembelajaran
seyogyanya dibantu benda konkret.
B.
Perkembangan
Afektif Pada Usia 9-11 tahun
Perilaku
sebagian ciri pubertas ini ditunjukkan dalam sikap, perasaan, keinginan
dan perbuatan–perbuatan. Sikap pubertas yang paling menonjol antara lain adalah
sikap tidak tenang dan tidak menentu, hal yang dahulu menarik sekarang tidak
lagi; adanya penentangan terhadap orang lain, pertentangan tertuju pada orang
dewasa atau orang yang lebih berkuasa; adanya sikap negatif yaitu kurang
hati-hati, gemar membicarakan orang lian, cepat tersinggung, mudah curiga dan
sebagainya. Perasaan pubertas yang sangat menonjol antara lain adalah rasa
sedih, yaitu ingin menangis dan marah meskipun penyebabnya “remeh”, memusuhi
jenis kelamin lain; adanya rasa bosan terhadap permainan yang pernah disenanginya.
Hal perasaan lain yang tampak adalah keinginan untuk menyendiri dan senang
melamun tentang dirinya. Perbuatan–perbuatan yang sering tampak antara lain
terlihat enggan bekerja, tampak selalu lelah, kadang-kadang perilakunya “tidak
sopan”. Secara rinci perkembangan sosial dan emosional
dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.
Pada masa
ini perasaan remaja sangat peka; remaja mengalami badai dan
topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini diistilahkan
sebagai “storm and stress” Tidak aneh lagi bagi orang yang mengerti kalau
melihat sikap dan sifat remaja yang sesekali sangat bergairah dalam bekerja,
tiba-tiba berganti lesu; kegembiraan yang meledak bertukar dengan rasa sedih
yang sangat, rasa yakin diri berganti rasa ragu diri yang berlebihan. Termasuk
dalam pendidikan dan laporan kerja tidak dapat direncanakan dan ditentukannya.
Lebih-lebih dalam persahabatanya dan “cinta”, rasa persahabat sering bertukar
menjadi senang, ketertarikan pada lain jenis suka “loncat-loncatan” atau “cinta
– monyet”.
2.
Perkembangan sikap dan moral
Perkembangan
sikap dan moral yang menonjol terutama menjelang akhir
masa remaja. Organ–organ seks yang telah matang menyebabkan remaja mendekati
lawan seks. Ada dorongan–dorongan seks dan kecenderungan memenuhi dorongan itu,
sehingga kadang-kadang dinilai oleh masyarakat tidak sopan. Tambahan pula, ada
keberanian mereka menonjolkan “sex appeal” serta keberanian dalam pergaulan dan
“menyerempet “ bahaya. Dari keadaan tersebut itulah kemudian sering timbul masalah
dengan orang tua atau orang dewasa lainya.
3.
Konflik orang tua – remaja
Masa awal
remaja adalah suatu periode ketika konflik dengan
orang tua meningkat. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh sejumlah faktor:
perubahan biologis pubertas, kognitif, peningkatan idealisme dan
penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan
identitas, perubahan kebijaksanaan pada orang tua.
Status
remaja awal tidak saja sulit ditentukan, bahkan membingungkan. Perlakuan yang
diberikan oleh orang dewasa terhadap remaja awal sering berganti-ganti. Ada
keraguan orang dewasa untuk memberikan tanggung jawab kepada remaja dengan
dalih “mereka masih kanak-kanak.” Namun, pada lain kesempatan si remaja awal
sering mendapat teguran sebagai “orang yang sudah besar” apabila remaja awal
bertingkah laku kekanak-kanakan. Akibatnya, si remaja pun mendapat sumber
kebingungan dan menambah masalahnya.
4.
Otonomi dan
Attachment
Banyak orang tua mengalami kesulitan dalam
menangani tuntutan remaja akan otonomi. Walaupun tuntutan ini
merupakan alah satu tanda perkembagnan remaja. Tuntutan
remaja akan otonomi dan tanggung jawab membingungkan dan
membuat marah orang tua. Orang tua menganggap remaja melepaskan diri dari
genggamannya. Orang tua mungkin frustrasi karena berharap remaja menuruti
nasehat mereka dan mau meluangkan waktu bersama dengan keluarga.
Kemampuan remaja untuk meraih otonomi dan memperoleh kendali atas
perilakunya dicapai melalui reaksi-reaksi orang dewasa yang tepat terhadap keinginan
remaja untuk memperoleh kendali.
Attachment yang kokoh atau keterkaitan dengan
orang tua meningkatkan relasi teman sebaya yang kompeten dan
relasi erat yang positif di luar keluarga.
5.
Relasi remaja dengan orang tua
Perubahan-perubahan fisik, kognitif dan sosial dalam
perkembangan remaja mempengaruhi hakikat relasi orang
tua-remaja. Perubahan-perubahan hubungan pengasuhan yang
terjadi juga mempengaruhi hakekat relasi ini.
6.
Klik dan kelompok
Relasi dengan kelompok teman sebaya pada
masa remaja dapat dikatagorikan dalam tiga
bentuk: kelompok yaitu kelompok yang terbesar dan
kurang bersifat pribadi, klik yaitu kelompok yang lebih
kecil, memilki kedekatan yang lebih besar diantara
anggota-anggota, persahabatan individual. Tekanan untuk
mengikuti teman-teman sebaya adalah kuat selama
masa remaja.
7.
Berkencan
Berkencan dapat merupakan suatu bentuk seleksi
pasangan, rekreasi, sumber status dan prestasi, serta
suatu lingkungan untuk belajar tentang relasi yang akrab.
Kebanyakan remaja melakukan kegiatan ini. Remaja
perempuan cenderung lebih tertarik dalam penanjakan keintiman dan
kepribadian dari pada remaja laki-laki.
8.
Masa remaja awal adalah masa yang kritis
Remaja awal
dikatakan kritis sebab dalam masa ini remaja akan dihadapkan dengan soal apakah
ia dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya atau tidak. Keadaan remaja yang
dapat menghadapi suatu masalahnya dengan baik, menjadi modal dasar
dalam menghadapi masalah selanjutnya.
Perubahan–perubahan
hubungan antara remaja pria dan remaja wanita yang terjadi sepanjang periode
pubertas dan masa remaja awal, seperti yang pernah digambarkan oleh Scheinfeld
dalam matrik sebagai berikut.
Dalam usia
9 – 11 tahun
|
Para
pubertas pria merasa bermusuhan atau tidak peduli terhadap teman wanita,
tetapi si puber wanita mulai menunjukkan perhatiannya kepada teman pria
|
Dalam usia
11 – 14 tahun
|
Para
remaja mengadakan kerja sama dalam kelompok-kelompok. Beberapa di antara
mereka telah mulai menjalin huibungan “cinta”.
|
Dalam usia
15 – 16/17 tahun
|
Antara
remaja pria dan wanita telah banyak yang mengadakan kencan (dating) atau
“going steady.”
|
Perkembangan
moral pada anak usia 9-11 tahun, yaitu:
1.
Penalaran
moral makin dipandu oleh rasa keadilan
2.
Anak
ingin menjadi baik untuk memelihara tatanan sosial
3.
Agresi
beralih ke hubungan
C.
Perkembangan
afektif pada usia 9-11 tahun
Perilaku
konatif merupakan perilaku yang berhubungan dengan motivasi atau faktor
penggerak perilaku seseorang yang bersumber dari kebutuhan-kebutuhannya. Freud
(Di Vesta & Thompson dalam Abin Syamsuddin, 2003) mengemukakan tentang
tahapan-tahapan perkembangan perilaku yang berhubungan obyek pemuasan psychosexual,
sebagaimana tampak dalam tabel berikut ini:
A.
Masa Anak Sekolah (Latency Period)
|
|||||
No New Zone
(tidak ada daerah sensitif baru)
|
RepresiReaksi
formasi
Sublimasi dan
kecenderungan kasih sayang
|
Berkembangnya
perasaan–perasaan sosial
|
|||
Late Genital
Period
|
|||||
Hidup kembali
daerah sensitif waktu masa kanak-kanak
|
Mengurangi
cara-cara waktu masa kanak –kanak
|
Menyenangi diri sendiri
(narcisism) atau objek oediphus-nya
Objek
pemuasannya mungkin diri sendiri/sejenishomosexual) atau lain
jenis(heterosexual)
|
|||
Akhirnya, siap
berfungsinya alat kelamin
|
Munculnya cara
orang dewasa memperoleh pemuasan
|
D.
Tahapan
operasional kongkret pada anak usia 9-11 tahun
Tahap operasional konkrit
Tahapan
ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai
duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
a.
Pengurutan—kemampuan untuk
mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila
diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling
besar ke yang paling kecil.
b.
Klasifikasi—kemampuan untuk
memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya,
ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian
benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak
tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan
bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
c.
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi
menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir
kecil yang tinggi.
d.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat
diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat
menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
e.
Konservasi—memahami bahwa
kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan
pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh,
bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu
bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan
tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
f.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan
untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut
berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang
memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan,
kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti
kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti
akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa
boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jika kelompok sosial menerima
peraturan yang sesuai bagi semua anggota kelompok, maka anak harus menyesuaikan
diri dengan peraturan untuk menghindari penolakan kelompok dan celaan. Ketika anak
mencapai akhir masa kanak-kanak, kode moral berangsur-angsur mendekati kode
moral dewasa, dimana perilakunya semakin sesuai dengan standar-standar yang
ditetapkan oleh orang dewasa. Perkembangan moral anak-anak, ditentukan oleh: peranan
disiplin, perkembangan suara hati, pengalaman rasa bersalah, dan pengalaman
rasa malu.
Tugas perkembangan
merupakan tugas-tugas yang muncul pada setiap periode perkembangan individu
selama hidupnya. Kerberhasilan menyelesaikan tugas perkembangan dalam periode
perkembangan tertentu, akan membantu individu dalam menyelesaikan tugas
perkembangan pada periode perkembangan selanjutnya. Demikian sebaliknya,
kegagalan dalam mencapai tugas perkembangan pada periode perkembangan tertentu
akan menghambat penyelesaian tugas perkembangan pada periode selanjutnya.
B.
Saran
Berikut
beberapa saran bagi orangtua, guna membantu anak melewati tahap ini:
- Luangkan waktu untuk anak anda. Obrolkan topik mengenai teman-temannya, pencapaiannya dan tantangan apa yang mungkin ia hadapi nanti.
- Libatkan diri anda pada aktifitas sekolah anak. Menghadiri acara sekolah; berdiskusi dengan guru.
- Ajak anak anda untuk terlibat dalam aktifitas sekolah dan komunitas sekitar, seperti tim olahraga atau menjadi sukarelawan dalam acara amal.
- Bantu anak anda menumbuhkan rasa ‘benar/baik’ dan ‘salah/buruk’. Obrolkan dengannya hal-hal yang beresiko yang mungkin di’tawar’kan temannya, misalkan merokok atau tantangan fisik yang berbahaya.
- Bantu anak anda mengembangkan rasa bertanggung jawab – libatkan anak anda dalam tugas di rumah seperti membersihkan dan memasak. Obrolkan dengannya mengenai penghematan dan penggunaan uang yang bijaksana
- Bertemu dengan keluarga dari teman bermain anak anda
- Obrolkan dengannya mengenai menghormati orang lain. Dukung anak anda untuk menolong orang yang membutuhkan. Beritahu dirinya apa yang harus dilakukan jika ada orang yang tidak baik dan tidak sopan.
- Bantu anak anda untuk menentukan cita-citanya. Dukung anak anda untuk lebih memikirkan keterampilan dan kemampuan apa yang ingin ia miliki dan bagaimana cara mengembangkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita.
2013. PSIKOLOGI PERKEMBANGAN.
Yogyakarta. Rosda
0 komentar