BENTUK-BENTUK PEMERINTAHAN KLASIK
BENTUK PEMERINTAHAN
KLASIK
Teori-teori tentang
bentuk pemerintahan klasik pada umumnya masih menggabungkan bentuk negara dan
bentuk pemerintahan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mac Iver dan Leon Duguit
yang menyetakan bahwa bentuk negara sama dengan bentuk pemerintahan. Prof.
Padmo Wahyono, SH juga berpendapat bahwa bentuk negara aristokrasi dan
demokrasi adalah bentuk pemerintahan klasik, sedangkan monarki dan republik
adalah bentuk pemerintahan modern.
Dalam teori klasik
pemerintahan dapat dibedakan atas jumlah orang yang memerintah dan sifat
pemerintahannya.
Ajaran plato (249 – 347 SM)
Plato mengemukakan
lima bentuk pemerintahan negara. Kelima bentuk itu menurut Plato harus sesuai
dengan sifat – sifat tertentu manusia. Adapun kelima bentuk itu sebagai
berikut.
- Aristrokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipengang oleh kaum cendikiawan yang dilaksanakan sesuai dengan pikiran keadilan,
- Timokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh orang – orang yang ingin mencapai kemashuran dan kehormatan,
- Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh golongan hartawan,
- Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat jelata,
- Tirani, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seorang tirani (sewenang – wenang) sehingga jauh dari cita – cita keadilan.
Ajaran
Aristoteles (384 – 322 SM)
Aristoteles
membedakan bentuk pemerintahan berdasarkan dua kriteria pokok, yaitu jumlah
orang memegang pucuk pemerintahan dan kualitas pemerintahannya. Berdasarkan dua
kriteria tersebut, perbedaan bentuk pemerintahan adalah sebagai berikut.
- Monarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dibentuk oleh satu orang demi kepentigan umum, sifat pemerintahan ini baik dan ideal.
- Tirani, yaitu bentuk pemerintahan yang dibentuk oleh saru orang demi kepentingan pribadi, bentuk pemerintahan ini buruk dan kemerosotan.
- Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendikiawan demi kepentingan kelompoknya. Bentuk pemerintahan ini merupakan pemerosotan dan buruk.
- Politea, yaitu bentuk pemerintahan yang dianggap oleh seluruh rakyat demi kepentingan umum. Bentuk pemerintahan ini baik dan ideal.
- Demokrasi, yaitu pemerintahan yang dipegang oleh orang-orang tertentu demi kepentingan sebagina orang. Bentuk pemerintahan ini kurang baik dan merupakan pemerosotan.
Ajaran polybios (204
– 122 M)
Ajaran polybios yang
dikenal dengan teori Siklus, sebenarnya merupakan pengembangan lebih lanjut
dari Aristoteles dengan sedikit perubahan, yaitu dengan mengganti bentuk
pemerintahan ideal politea dan demokrasi.
Monarki adalah bentuk
pemerintahan yang pada mulanya mendirikan kekuasaan atas nama rakyat dengan
baik dan dapat dipercaya. Namun pada perkembangannya, para penguasa dalam hal
ini adalah raja tidak lagi menjalankan pemerintahan untuk kepentingan umum,
bahkan cenderung sewenang – wenang dan menindas rakyat. Bentuk pemerintahan
monarki bergeser menjadi tirani.
Dalam situasi
pemerintahan tirani yang sewenang – wenang, mumcullah kaum bengsawan yang
bersekongkol untuk melawan. Mereka bersatu untuk mengadakan pemberontakan
sehingga kekuasaan beralih kepada mereka. Pemerintahan selanjutnya dipegang
oleh beberapa orang dan memperhatikan kepentingan umum. Pemerintahan pun
berubah dari tirani menjadi aristokrasi.
Aristokrasi yang
semula baik dan memperhatikan kepentingan umum, pada perkembangan tidak lagi
menjalankan keadilan dan hanya mementingkan diri sendiri. Keadaan itu
mengakibatkan pemerintahan Aristokrasi bergeser ke Oligarki.
Dalam pemerinyahan
Oligarki yang tidak memiliki keadilan rakyat mengambil alih kekuasaan untuk
memperbaiki nasib lewat pemberontakan. Rakyat menjalankan kekuasaan negara demi
kepentingan rakyat. Akibatnya, pemerintahan bergeser menjadi demokrasi. Namun,
pemerintahan demokrasi yang awalnya baik lama kelamaan banyak diwarnai
kekacauan, kebobrokan, dan korupsi sehingga hukum sulit ditegakkan. Akibatnya
pemerintahan berubah menjadi okhlokrasi. Dari pemerintahan okhlokrasi ini
kemudian muncul seorang yang kuat dan berani yang dengan kekerasan dapat
memegang pemeritahan. Dengan demikian, pemerintahan dipengang oleh satu tangan
lagi dalam bentuk monarki.
Perjalanan siklus
pemerintahan diatas memperlihatkan kepada kita adanya hubungan kausal (sebab –
sebab) antara bentuk pemerintahan yang satu dengan yang lain. Itulah sebabnya
polybios beranggapan bahwa lahirnya pemerintahan yang satu dengan yang lain
merupakan akibat dari pemerintahan yang sebelumnya telah ada.
BENTUK
PEMERINTAHAN MONARKI (KERAJAAN)
Leon Duguit dalam bukunya Traite
de Droit Constitutional membedakan pemerintahan dalam bentuk monarki
dan republik. Perbedaan antara bentuk pemerintahan “monarki” dan “republik”
menurut Leon Duguit, adalah ada pada kepala negaranya. Jika ditunjuk
berdasarkan hak turun – temurun, maka kita berhadapan dengan Monarki. Kalau
kepala negaranya ditunjuk tidak berdasarkan turun – temurun tetapi dipilih,
maka kita berhadapan dengan Republik.
Dalam praktik –
praktik ketatanegaraan, bentuk pemerintahan monarki dan republik dapat
dibedakan atas:
Monarki absolut
Monarki absolut
adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang
(raja, ratu,, syah, atau kaisar) yang kekuasaan dan wewenangnya tidak terbatas.
Perintah raja merupakan wewenang yang hrus dipatuhi oleh rakyatnya. Pada diri
raja terdapat kekuasaan eksekutif, yudikatif, dan legislatif yang menyatu dalam
ucapan dan perbuatannya. Contoh Perancis semasa Louis XIV dengan
semboyannya yang terkenal L’etat C’est Moi (negara adalah saya).
Monarki
konstitusional
Monarki
konstitusional adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai
oleh seorang raja yang kekuasaannya dibatasi undang – undang dasar
(konstitusi). Proses monarki kontitusional adalah sebagai berikut:
- Ada kalanya proses monarki konstitusional itu datang dari raja itu sendiri karena takut dikudeta. Contohnya: negara Jepang dengan hak octroon.
- Ada kalanya proses monarki konstitusional itu terjadi karena adanya revolusi rakyat terhadap raja. Contohnya: inggris yang melahirkan Bill of Rights I tahun 1689, Yordania, Denmark, Aarab Saudi, Brunei Darussalam.
Monarki
parlementer
Monarki parlementer
adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja
dengan menempatkan parlemen (DPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam
monarki parlementer, kekuasaan, eksekutif dipegang oleh kabinet (perdanan
menteri) dan bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya sebagain
kepala negara (simbol kekeuasaan) yang kedudukannya ridak dapat diganggu gugat.
Bentuk monarki parlementer sampai sekarang masih tetap dilaksanakan di negara
Inggris, Belanda, dan Malaysia.
BENTUK PEMERINTAHAN
REPUBLIK
Dalam pelaksaaan
bentuk pemerintahan republik dapat dibedakan menjadi republik absolut, republik
kontitusional, dan republik parlementer.
Republik absolut
Dalam sistem republik
absolut, pemerintahan bersifat diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan.
Penguasa mengakibatkan konstitusi dan untuk melegitimasi kekuasaannya
digunakanlah partai politik. Dalam pemerintahan ini, parlemen memang ada, namun
tidak berfungsi.
Republik
konstitusional
Dalam sistem republik
konstitusional, presiden memegang kekuasaan kepala negara dan kepala
pemerintahan. Namun, kekuasaan presiden dibatasi oleh konstitusi. Di samping
itu, pengawasan yang efektif dilakukan oleh parlemen.
Republik
parlementer
Dalam sistem republik
palementer, presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara. Namun, presiden
tidak dapat diganggu – gutat. Sedangkan kepala pemerintah berada di tangan
perdana menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen. Dalam sistem ini,
kekuasaan legislatif lebih tinggi dari pada kekuasaan eksekutif.
Sumber: Buku Pendidikan Kewarganegaraan. Budiyanto. Penerbit erlangga.
Sumber: Buku Pendidikan Kewarganegaraan. Budiyanto. Penerbit erlangga.
0 komentar