Islamisasi Ilmu Psikologi: Antara Memilah dan Memilih
Islamisasi Ilmu Psikologi: Antara Memilah dan Memilih
Majunya psikologi kontemporer yang
kebanyakan membahas tingkah laku memang memberi sumbangan bagi Muslim, namun
ada satu hal yang tidak tercakup di dalamnya, yaitu konsep jiwa. Psikologi
Barat cenderung hanya membahas tingkah laku baik yang terlihat maupun yang
tidak terlihat secara langsung (seperti aktivitas mental). Tidak
bermaksud menafikkan aspek tingkah laku karena itu penting dalam kehidupan manusia
(Amber Haque), yang disayangkan adalah tidak adanya aspek jiwa dalam pembahasan
Psikologi Kontemporer, sementara dalam Islam jiwa mempengaruhi tingkah laku
manusia.
Kita semua sebagai Muslim patut
bersyukur karena Islam memiliki konsep jiwa pada manusia, jiwa yang tentu dapat
mempengaruhi tingkah laku.
Imam Al-Ghazali dalam buku
“Keajaiban Hati” menyatakan bahwa jiwa manusia memiliki empat komponen, yaitu
ruh, qalb, nafs, dan ‘aql. Semua itu disebutkan dalam Al-Qur’an dan
masing-masing memiliki fungsi tersendiri namun saling berhubungan. Salah satu
contoh adalah qalb yang dapat berfungsi sebagai “raja” bagi “kerajaan” jiwa
manusia, mampu menangkap pengetahuan tentang Allah, hal-hal spiritual, termasuk
baik-buruknya sesuatu. ‘Aql dapat berfungsi sebagai “penasihat” dan menundukkan
hawa nafsu. Keduanya berperan dalam konsep ‘iradah (kehendak), yang prosesnya
sebagai berikut: seseorang dengan akalnya dapat menangkap dan melihat akibat
dari suatu masalah lalu mengetahui jalan terbaiknya. Muncul kemauan, lalu bertindak
ke arah kebaikan
Konsep ‘iradah tersebut jika
diperhatikan mirip dengan konsep motivasi yang juga masih dibahas dalam
psikologi kontemporer. Terdapat kebaikan sebagai tujuan, tindakan sebagai
aktivitas, kemauan sebagai dorongan dan semua itu merupakan proses. Seperti
yang disampaikan oleh Schunk et al. (2010), yang menyatakan bahwa motivasi
adalah proses di mana aktivitas yang mengarah pada tujuan, memiliki dorongan
dan bertahan lama. Dari contoh hubungan konsep-konsep tersebut, dapat diketahui
bahwa Psikologi dalam Islam sudah ada dari dulu dan psikologi kontemporer dapat
disandingkan dengan Islam. Tentu juga bermanfaat bagi Muslim, ketika ilmuwan
Muslim dapat memilah, memilih, dan menggunakan ilmu kontemporer secara bijak.
Benar-benar indah jika ilmuwan
Muslim dapat memilah dan memilih dengan bijak, namun apa yang terjadi sekarang?
Ilmuwan Muslim menjiplak pemikiran dan produk psikologi Barat, dengan
menggunakan paradigma Barat dalam memandang berbagai fenomena. Tidak heran jika
banyak yang berpendapat bahwa agama, keyakinan, atau hal-hal ghaib yang berlaku
dalam Islam tidak berlaku dalam aktivitas keilmuan psikologi. Tidak heran juga
ketika banyak ilmuwan psikologi yang tidak menggunakan Islam sebagai worldview
dalam meneliti, konseling, ketika belajar, dan menyikapi berbagai teori. Tidak
melibatkan Allah dalam motivasi, berorientasi pada kemauan klien ketika
konseling, menerima begitu saja kesimpulan penelitian yang bertentangan dengan
Islam. Ada sebagian dari ilmuwan Muslim yang tersesat, menjadi agnostik atau
ateis. Itu yang menjadi masalah bagi kita sebagai Muslim. Hal itu menunjukkan
sebagian ilmu pengetahuan yang beredar sekarang ini menjauhkan manusia dari
Allah, padahal dalam pandangan Islam ilmu justru membuat manusia mendekatkan
diri pada Allah.
Fenomena itu cukup memprihatinkan
dan perlu menjadi perhatian bagi Muslim, sehingga perlu ada upaya Islamisasi
ilmu. Gagasan Islamisasi ilmu kontemporer salah satunya dicetuskan oleh Prof.
Al-Attas. Menurut Prof S.M.N. Al-Attas, Islamisasi merupakan usaha menjadikan
pemikiran Muslim terbebas dari hal-hal yang bertentangan dengan Islam, sehingga
banyak di antara Muslim yang memiliki Islamic worldview. Segala hal pun
dipandang dari sudut pandang Islam oleh Muslim, bukan sudut pandang yang justru
bertentangan dengan Islam. Pemikiran Muslim yang sudah memiliki Islamic
worldview akan menghasilkan ilmu yang dapat mendekatkan diri pada Allah, bukan
yang bertentangan dengan Islam.
Perlunya Islamisasi ilmu juga
berlaku di bidang psikologi karena tidak semua Psikologi Kontemporer dapat
diterima dan diaplikasikan pada Muslim. Prof. Malik Badri (sebagai pelopor
Islamisasi ilmu) dalam artikelnya menekankan perlunya adaptasi terhadap
Psikologi Barat, karena tanpa adaptasi Psikologi Barat dapat merugikan atau
tidak berguna bagi Muslim. Perlu diingat juga bahwa Psikologi Barat tidak
membahas unsur jiwa, yang dalam Islam justru sangat diperhatikan. Kekurangan
pada Psikologi Barat tetap disikapi dengan bijak. Adaptasi dilakukan hanya pada
psikologi yang bertentangan Islam, sedangkan hasil pemikiran yang tidak
bertentangan, sekalipun itu dari Barat dapat dimanfaatkan oleh Muslim. Prof.
Malik Badri menggunakan terapi dengan cara Islami dan berhasil membantu banyak
kliennya sembuh. Beliau dalam buku “Dilema Psikolog Muslim”, menceritakan
pengalaman membantu menyembuhkan klien dengan menggunakan Cognitive Behavioral
Therapy yang dipadukan dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Dari contoh
tersebut dapat diketahui bahwa ilmuwan Muslim dapat menggunakan tes
inteligensi, teknik pembuatan alat ukur psikologis, metode penelitian
eksperimental, konseling dengan empati, dan hal-hal lain yang tidak
bertentangan dengan Islam. Semua itu dapat digunakan tentu dengan sikap
yang bijak.
Ilmuwan psikologi yang memiliki
pemikiran Islami meyakini Allah sebagai Rabb, Islam sebagai ad-Din, dan manusia
juga sebagai makhluk spiritual yang memiliki jiwa. Dia dalam tiap aktivitas
keilmuan psikologi akan ingat bahwa yang diperhatikan bukan sebatas tingkah
laku yang terlihat atau terukur. Ada unsur lain di luar itu turut mempengaruhi
tingkah laku, yaitu jiwa. Pemikiran seperti itu akan berdampak baik bagi
Islamisasi Psikologi. Psikolog Muslim akan menjaga kondisi jiwanya agar selalu
bersih dari penyakit hati, sehingga dapat membantu para klien sembuh dari
gangguan dengan terapi yang melibatkan aspek jiwa dan mangadopsi metode dari
Barat yang tidak bertentangan dengan Islam. Peneliti Muslim akan kritis dalam
menyikapi kesimpulan penelitian yang dibaca. Ketika bertentangan dengan Islam,
akan dilakukan adaptasi, salah satunya dengan cara menggunakan Islamic
worldview dalam menginterpretasikan hasil penelitian. Akan ada usaha memilah
mana yang baik dan buruk untuk Muslim, kemudian memilih yang baik, demi
keselamatan ummat Islam.
Keselamatan ummat Islam dari hal-hal
yang merugikan menjadi fokus dalam Islamisasi ilmu. Tidak bermasuk ekslusif,
karena Islam merupakan rahmatalil ‘alamin, namun tidak memaksakan orang-orang
selain penganut Islam untuk mengikuti ajarannya. Itu juga berlaku pada
psikologi yang perlu diadaptasi, agar pada akhirnya ilmu psikologi yang beredar
pantas untuk Muslim.
Adaptasi sebagian ilmu psikologi,
sebagai salah satu cara Islamisasi ilmu, dapat dilakukan dengan berbagai macam
cara. Cara dapat berbeda, asal esensinya sama. Penggunaan label “Psikologi
Islam” atau “Psikologi Islami” semestinya tidak perlu dijadikan masalah,
apalagi diperdebatkan. Islam saja memiliki madzab-madzab yang penganutnya
tersebar di seluruh dunia, namun semuanya tetap Islam. Sekarang bukan saatnya
mempermasalahkan perbedaan cara, namun mempermasalahkan ilmu psikologi yang
harus diadaptasi. Masih ada tugas yang lebih penting dan harus dikerjakan oleh
ilmuwan Muslim di bidang psikologi: mencerdaskan pelajar Muslim yang belum
paham mengenai permasalahan ilmu, agar banyak yg dapat memilah dan memilih,
sehingga tercipta produk-produk psikologi yang dapat dimanfaatkan oleh
ummat Islam.
Itu memang tugas yang berat untuk
Islamisasi Psikologi. Dibutuhkan waktu yang panjang dan usaha yang keras.
Islamisasi ilmu Psikologi tidak akan lengkap tanpa kesucian hati dan keyakinan
terhadap Islam itu sendiri. Semoga kita termasuk orang-orang yang terlibat
dalam Islamisasi ilmu Psikologi baik secara langsung maupun tidak langsung,
sampai akhirnya Psikologi yang kita terima merupakan ilmu yang dapat
mendekatkan diri pada Allah. Dengan begitu, ummat Islam dapat memperoleh
keselamatan dunia dan akhirat. Wallahu’alam.*
Daftar Pustaka
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib.
(1991). Islam dan Sekularisme. Bandung: Institut Pemikiran Islam dan
Pembangunan Insan.
Badri, Malik. Dilema Psikolog
Muslim.
Badri, Malik. The Islamization of
Psychology Its “why”, its “what”, its “how” and its “who”. Artikel dapat
diunduh di http://i-epistemology.net/psychology/60-the-islamization-of-psychology-i….
Imam Al-Ghozali. Keajaiban Hati.
Penerbit Khatulistiwa.
Schunk, D. H., Pintrich, P. R.,
Meece, J. L. (2010). Motivation in Education: Theory, Research, and
Applications. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
0 komentar