KAJIAN PSIKOLOGI: UPACARA ADAT DARI SULAWESI SELATAN
ANTROPOLOGI BUDAYA TENTANG
KAJIAN PSIKOLOGI UPACARA
ADAT DARI SULAWESI SELATAN
Fakultas Psikologi
Universitas Sarjanawiyata
Tamansiswa (UST)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat taufik dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah yang berjudul “KAJIAN
PSIKOLOGI UPACARA ADAT DARI SULAWESI SELATAN” ini, bertujuan untuk untuk
mengetahui tentang adat sulawesi.
Kami menyadari banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini, itu dikarenakan kemampuan kami yang terbatas.
Namun berkat bantuan dan dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya
pembuatan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami berharap dengan penulisan
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami sendiri dan bagi para pembaca
umumnya serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan
meningkatkan prestasi di masa yang akan datang.
Yogyakarta,
19 November 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, sentuhan tekhnologi
modern telah mempengaruhi dan menyentuh masyarakat Bugis Bone, namun
kebiasaan-kebiasaan yang merupakan tradisi turun menurun bahkan yang telah
menjadi Adat masih sukar untuk dihilangkan. Kebiasan-kebiasaan tersebut masih
sering dilakukan meskipun dalam pelaksanaannya telah mengalami perubahan, namun
nilai-nilai dan makna masih tetap terpelihara dalam setiap upacara tersebut.
Ada
dua tahap dalam proses pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Bugis Bone
yaitu, tahap sebelum dan sesudah akad perkawinan. Bagi masyarakat Sulawesi
Selatan pada umumnya, masyarakat Bugis Bone khususnya menganggap bahwa upacara
perkawinan merupakan sesuatu hal yang sangat sakral, artinya mengandung
nilai-nilai yang suci.
Terdapat bagian-bagian tertentu pada rangkaian upacara
tersebut yang bersifat tradisional. Dalam sebuah pantun Bugis (elong)
dikatakan : Iyyana kuala sappo unganna panasae na belo kalukue. Yang
artinya Kuambil sebagai pagar diri dari rumah tangga ialah kejujuran dan
kesucian. Dalam kalimat tersebut terkadung arti yang sangat penting dalam
menjalankan suatu perkawinan.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa dan bagaimana tahap-tahap kegiatan sebelum acara akad nikah?
2. Hal-hal apa saja yang dilakukan pada upacara sebelum akad
perkawinan?
3. Hal-hal apa saja yang dilakukan pada upacara setelah akad
perkawinan?
BAB
II
PEMBAHASAN
Dalam upacara perkawinan adat masyarakat Bugis Bone
yang disebut ”Appabottingeng ri Tana Ugi” terdiri atas beberapa
tahap kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan rangkaian yang berurutan
yang tidak boleh saling tukar menukar, kegiatan ini hanya dilakukan pada
masyarakat Bugis Bone yang betul-betul masih memelihara adat istiadat.
Pada masyarakat Bugis Bone sekarang ini masih kental
dengan kegiatan tersebut, karena hal itu merupakan hal yang sewajarnya
dilaksanakan karena mengandung nilai-nilai yang sarat akan makna, diantaranya
agar kedua mempelai dapat membina hubungan yang harmonis dan abadi, dan
hubungan antar dua keluarga tidak retak Kegiatan-kegiatan
tersebut meliputi :
1.
Mattiro (menjadi tamu)
Merupakan suatu
proses dalam penyelenggaraan perkawinan. Mattiro artinya melihat dan memantau
dari jauh atau Mabbaja laleng (membuka jalan). Maksudnya calon mempelai
laki-laki melihat calon mempelai perempuan dengan cara bertamu dirumah calon
mempelai perempuan, apabila dianggap layak, maka akan dilakukan langkah
selanjutnya.
2.
Mapessek-pessek (mencari informasi)
Saat sekarang ini, tidak terlalu banyak melakukan mapessek-pessek
karena mayoritas calon telah ditentukan oleh orang tua mempelai laki-laki yang
sudah betul-betul dikenal. Ataupun calon mempelai perempuan telah dikenal akrab oleh calon
mempelai laki-laki.
3. Mammanuk-manuk
(mencari calon)
Biasanya orang yang
datang mammanuk-manuk adalah orang yang datang mapessek-pessek
supaya lebih mudah menghubungkan pembicaraan yang pertama dan kedua.
Berdasarkan pembicaraan antara pammanuk-manuk dengan orang tua si
perempuan, maka orang tua tersebut berjanji akan memberi tahukan kepada
keluarga dari pihak laki-laki untuk datang kembali sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Jika kemudian terjadi kesepakatan maka ditentukanlah waktu madduta
Mallino (duta resmi)
4.
Madduta mallino
Mallino artinya terang-terangan mengatakan suatu yang tersembunyi.
Jadi Duta Mallino adalah utusan resmi keluarga laki-laki kerumah
perempuan untuk menyampaikan amanat secara terang-terangan apa yang telah
dirintis sebelumnya pada waktu mappesek-pesek dan mammanuk-manuk.
Pada acara ini
pihak keluarga perempuan mengundang pihak keluarga terdekatnya serta
orang-orang yang dianggap bisa mempertimbangkan hal lamaran pada waktu
pelamaran. Setelah rombongan To Madduta (utusan) datang, kemudian
dijemput dan dipersilahkan duduk pada tempat yang telah disediakan. Dimulailah
pembicaraan antara To Madduta dengan To Riaddutai, kemudian pihak
perempuan pertama mengangkat bicara, lalu pihak pria menguitarakan maksud
kedatangannya.
Apabila pihak
perempuan menerima maka akan mengatakan ”Komakkoitu adatta, srokni
tangmgaka, nakkutananga tokki” yang artinya bila demiokian tekad tuan,
kembalilah tuan, pelajarilah saya dan saya pelajari tuan, atau dengan kata lain
pihak perempuan menerima, maka dilanjutkan dengan pembicaraan selanjutnya yaitu
Mappasiarekkeng.
5.
Mappasiarekkeng
Mappasiarekkeng artinya mengikat dengan kuat. Biasa jua disebut dengan Mappettuada
maksudnya kedua belah pihak bersama-sama mengikat janji yang kuat atas
kesepakatan pembicaraan yang dirintis sebelumnya.Dalam acara ini akan
dirundingkan dan diputuskan segala sesuatu yang bertalian dengan upacara
perkawinan, antara lain :
a.
Tanra
esso (penentuan
hari)
b.
Balanca (Uang belanja)/ doi menre (uang naik)
c.
Sompa (emas kawin) dan lain-lain
Setelah acara peneguhan Pappettuada selesai,
maka para hadirin disuguhi hidangan yang terdiri dari kue-kue adat Bugis yang
pad umumnya manis-manis agar hidup calon pengantin selalu manis (senang)
dikemudian hari.
a.
Upacara Sebelum Akad Perkawinan
Sejak
tercapainya kata sepakat, maka kedua belah pihak keluarga sudah dalam
kesibukan. Makin tinggi status sosial dari keluarga yang akan mengadakan pesta
perkawinan itu lebih lama juga dalam persiapan. Untuk pelaksanan perkawinan
dilakukan dengan menyampaikan kepada seluruk sanak keluarga dan rekan-rekan.
Hal ini dilakukan oleh beberapa orang wanita dengan menggunakan pakaian adat.
Perawatan
dan perhatian akan diberikan kepada calon pengantin . biasanya tiga malam
berturut-turt sebelum hari pernikahan calon pengantin Mappasau (mandi
uap), calon pengantin memakai bedak hitam yang terbuat dari beras ketan yang
digoreng samapai hangus yang dicampur dengan asam jawa dan jeruk nipis. Setelah acara Mappasau, calon pengantin dirias
untuk upacara Mappacci atau Tudang Penni.
Mappaccing berasal dari kata Paccing yang berati bersih. Mappaccing artinya
membersihkan diri. Upacara ini secara simbolik menggunakan daun Pacci (pacar).
Karena acara ini dilaksanakan pada malam hari maka dalam bahasa Bugis disebut ”Wenni
Mappacci”.
Melaksanakan upacar Mappaci akad nikah berarti
calon mempelai telah siap dengan hati yang suci bersih serta ikhlas untuk
memasuki alam rumah tangga, dengan membersihkan segalanya, termasuk : Mappaccing
Ati (bersih hati) , Mappaccing Nawa-nawa (bersih fikiran), Mappaccing
Pangkaukeng (bersih/baik tingkah laku /perbuatan), Mappaccing Ateka (bersih
itikat).
Orang-orang
yang diminta untuk meletakkan daun Pacci pada calon mempelai biasanya
dalah orang-orang yamg punya kedudukan sosial yang baik serta punya kehidupan
rumah tangga yang bahagia. Semua ini mengandung makna agar calon mempelai kelak
dikemudian hari dapat pula hidup bahagia seperti mereka yang telah meletakkan
daun Pacci itu ditangannya.
Dahulu
kala, jumlah orang yang meletakkan daun Pacci disesuaikan dengan tingkat
stratifikasi calon mempelai itu sendiri. Untuk golongan bangsawan tertinggi
jumlahnya 2 x 9 orang atau ”dua kasera”. Untuk golongan menengah 2
x 7 orang ”dua kapitu”, sedang untuk golongan dibawahnya lagi 1 x 9
orang atau 1 x 7 orang. Tetapi pada waktu sekarang ini tidak ada lagi
perbedaan-perbedaan dalam jumlah orang yang akan melakukan acara ini.
Prosesi
mappacci selesai, keesokan harinya mempelai laki-laki diantar kerumah mempelai
wanita untyk melaksanakan akad nikah (kalau belum melakukan akad nikah). Karena
pada masyarakat Bugis Bone kadang melaksanakan akad nikah sebelum acara
perkawinan dilangsungkan yang disebut istilah Kawissoro. Kalau sudah
melaksanakan Kawissoro hanya diantar untuk melaksanakan acara Mappasilukang
dan Makkarawa yang dipimpin oleh Indo Botting.
Setelah akad perkawinan berlangsung, biasanya biadakan
acara resepsi (walimah) dimana semua tamu undangan hadir untuk memberikan doa
restu dan sekaligus menjadi saksi atas pernikahan kedua mempelai agar mereka
tidak berburuk sangka ketika suatu saat melihat kedua mempelai bermesraan.
Pada acara
resepsi tersebut dikenal juga yang namanya Ana Botting, hal ini dinilai
mempunyai andil sehingga merupakan sesuatu yang tidak terpisakhkan pada
masyarakat bugis bone. Sebenarnya pada masyarakat Bugis Bone, ana botting tidak
dikenal dalam sejarah, dalam setiap perkawinan kedua mempelai diapit oleh Balibotting
dan Passepik, mereka bertugas untuk mendampingi pengantin di
pelaminan.
Ana
Botting dalam perkawinan merupakan perilaku sosial yang mengandung
nilai-nilai kemanusiaan dan merupakan ciri khas kebudayaan orang Bugis pada
umumnya dan orang Bugis pada khususnya, karena kebudayaan menunjuk kepada
berbagai aspek kehidupan yang meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan dan
sikap-sikap serta hasil kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat aatu
kelompok penduduk tertentu. Oleh karena itu, Ana Botting merupakan
kegiatan (perilaku) manusia yang dilaksanakan oleh masyarakat Bugis Bone pada
saat dilangsungkan perkawinan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam acara perkawinan pada masyarakat Bugis Bone ada dua
tahap dalam proses pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Bugis Bone yaitu,
tahap sebelum dan sesudah akad perkawinan. Bagi masyarakat Sulawesi Selatan
pada umumnya, masyarakat Bugis Bone khususnya menganggap bahwa upacara
perkawinan merupakan sesuatu hal yang sangat sakral, artinya mengandung nilai-nilai
yang suci.
Dalam upacara perkawinan adat masyarakat Bugis Bone
yang disebut ”Appabottingeng ri Tana Ugi” terdiri atas beberapa
tahap kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi :
1.
Mattiro
(menjadi tamu)
2.
Mapessek-pessek
(mencari informasi)
3.
Mammanuk-manuk
(mencari calon)
4.
Madduta
mallino
5.
Mappasiarekkeng
B.
Saran
Adat istiadat merupakan sesuatu hal yang sangat berharga
dalam suatu kelompok masyarakat, olehnya itu penulis menyarankan agar setiap
masyarakat mempertahankan, menjaga dan memelihara adat istiadat tersebut agar
tetap ada sampai kapanp pun.
0 komentar