Pembangunan SDM berdasarkan Pancasila
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan IPTEK, manusia pun ikut berubah menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman.
Masyarakat Indonesiapun ikut turut mengikutinya, ada yang bisa menyaring apa yang terjadi dengan perkembangan zaman ada pula yang tidak bisa dan hanya mengikuti tanpa memahami, akibat positif dan negatifnya dari perkembangan zaman ini.
Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu filter untuk memfilter semua ini, yaitu pancasila sebagai dasar Negara.
Dibutuhkan sekali manusia yang mengikuti perkembangan zaman, Namun ia juga bisa memilih mana yang baik dan mana yang benar serta mana yang salah.
Maka, pembangunan sumber daya manusia yang merupakan hal yang menjamin Indonesia sebagai tetap Indonesia yang sebenarnya. Haruslah berdasarkan pancasila.
Karena dalam pancasila telah mengandung berbagai hal yang telah menjadi Identitas bangsa Indonesia. Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
1.2 Tujuan pembuatan Makalah
Dalam pembuatan Makalah ini penulis membagi kedalam dua tujuan pembuatan makalah, yaitu :
1. Tujuan Khusus
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila
2. Tujuan Umum
Makalah ini disusun dengan tujuan :
a. Mengetahui sumber daya manusia di Indonesia
b. Mengetahui dan memahami Pancasila sebagai hubungan antara sumber daya manusia dengan pancasila
Seiring dengan perkembangan IPTEK, manusia pun ikut berubah menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman.
Masyarakat Indonesiapun ikut turut mengikutinya, ada yang bisa menyaring apa yang terjadi dengan perkembangan zaman ada pula yang tidak bisa dan hanya mengikuti tanpa memahami, akibat positif dan negatifnya dari perkembangan zaman ini.
Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu filter untuk memfilter semua ini, yaitu pancasila sebagai dasar Negara.
Dibutuhkan sekali manusia yang mengikuti perkembangan zaman, Namun ia juga bisa memilih mana yang baik dan mana yang benar serta mana yang salah.
Maka, pembangunan sumber daya manusia yang merupakan hal yang menjamin Indonesia sebagai tetap Indonesia yang sebenarnya. Haruslah berdasarkan pancasila.
Karena dalam pancasila telah mengandung berbagai hal yang telah menjadi Identitas bangsa Indonesia. Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
1.2 Tujuan pembuatan Makalah
Dalam pembuatan Makalah ini penulis membagi kedalam dua tujuan pembuatan makalah, yaitu :
1. Tujuan Khusus
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila
2. Tujuan Umum
Makalah ini disusun dengan tujuan :
a. Mengetahui sumber daya manusia di Indonesia
b. Mengetahui dan memahami Pancasila sebagai hubungan antara sumber daya manusia dengan pancasila
1.3 Rumusan Masalah
Dalam Penyusunan Makalah ini, penyusun menemukan berbagai macam kendala/ masalah diantaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan sumber daya manusia ?
2. Apa yang dimaksud dengan Pancasila
3. Bagaimana hubungan Pancasila dengan sumber daya manusia ?
Dalam Penyusunan Makalah ini, penyusun menemukan berbagai macam kendala/ masalah diantaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan sumber daya manusia ?
2. Apa yang dimaksud dengan Pancasila
3. Bagaimana hubungan Pancasila dengan sumber daya manusia ?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pembangunan SDM
a. Pengertian SDM ( Sumber Daya Manusia )
Sumber Daya Manusia atau disingkat SDM adalah merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaftif san transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan Industri dan organisasi.
SDM yang dimiliki tiap Individu berbeda-beda, tergantung seberapa mampuh individu tersebut mengelolanya dan mengembangkan SDM tersebut. Karena pada dasarnya SDM yang dimiliki setiap individu tidak akan berkembangg jika individu tersebut tidak mau mengembangkan SDM tersebut dengan bidang keilmuannya.
Jadi, Sumber Daya Manusia adalah seluruh kemampuan atau potensi penduduk yang berada di wilayah tertentu beserta karakteristik atau ciri demografis, sosial maupun ekonominya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Jadi membahas sumber daya manusia berarti membahas penduduk dengan segala potensi atau kemampuannya. Potensi manusia menyangkut dua aspek yaitu : aspek kuantitas dan aspek kualitas. Karakteristik demografi merupakan aspek kuantitatif sumber daya manusia yang dapat digunakan untuk menggambarkan jumlah dan pertumbuhan penduduk, penyebaran penduduk dan komposisi penduduk
Karakteristik sosial dan ekonomi berhubungan dengan kualitas ( mutu ) sumber daya manusia. Keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara, sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang ada baik secara fisik maupun mental.
Sumber daya manusia atau penduduk menjadi aset tenaga kerja yang efektif untuk menciptakan kesejahteraan.
Kekayaan alam yang melimpah tidak akan mampu memberikan manfaat yang besar bagi manusia apabila sumber daya manusai yang ada tidak mampu mengolah dan memanfaatkan kekayaan alam yang tersedia. Demikianlah kita harus memahami betapa pentingnya mengupayakan agar sumber daya alam berkualitas tinggi sehingga tidak menjadi beban bagi pembangunan.
b. Perkembangan SDM
Dewasa ini perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru diluar H.R ( human Resources ) yaitu H.C atau Humen Capital. Disini SDM dilihat buka sekedar berbagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipat gandakan, dikembangkan ( bandingkan dengan portfolio Investasi ) dan juga buka sebaliknya sebagai liability ( bebas , cost ).
Disini persfektif SDM sebagai Investasi bagi Institusi atau organisasi lebih mengemuka. Potensi yang dimiliki individu sangat mempengaruhi berjalannya suatu institusi atau suatu organisasi, karena potensi yang dimiliki bisa berkembang dan bisa terlihat dari suatu yang diberikan untuk kemajuan isntansi atau organisasi yang ditekuni.
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan negara. Dalam melaksanakan pendidikan nasional perlu diambil langkah yang memungkinkan pengahayatan dan pengamalan pancasila oleh segenap masyarakat. Pendidikan pancasila termasuk pendidikan moral yang mutlak menjadi kurikulum untuk setiap tingkatan pendidikan sehingga dapat menjadi dasar pendidikan dalam upaya pengembangan kualitas SDM di Indonesia.
a. Pengertian SDM ( Sumber Daya Manusia )
Sumber Daya Manusia atau disingkat SDM adalah merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaftif san transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan Industri dan organisasi.
SDM yang dimiliki tiap Individu berbeda-beda, tergantung seberapa mampuh individu tersebut mengelolanya dan mengembangkan SDM tersebut. Karena pada dasarnya SDM yang dimiliki setiap individu tidak akan berkembangg jika individu tersebut tidak mau mengembangkan SDM tersebut dengan bidang keilmuannya.
Jadi, Sumber Daya Manusia adalah seluruh kemampuan atau potensi penduduk yang berada di wilayah tertentu beserta karakteristik atau ciri demografis, sosial maupun ekonominya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Jadi membahas sumber daya manusia berarti membahas penduduk dengan segala potensi atau kemampuannya. Potensi manusia menyangkut dua aspek yaitu : aspek kuantitas dan aspek kualitas. Karakteristik demografi merupakan aspek kuantitatif sumber daya manusia yang dapat digunakan untuk menggambarkan jumlah dan pertumbuhan penduduk, penyebaran penduduk dan komposisi penduduk
Karakteristik sosial dan ekonomi berhubungan dengan kualitas ( mutu ) sumber daya manusia. Keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara, sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang ada baik secara fisik maupun mental.
Sumber daya manusia atau penduduk menjadi aset tenaga kerja yang efektif untuk menciptakan kesejahteraan.
Kekayaan alam yang melimpah tidak akan mampu memberikan manfaat yang besar bagi manusia apabila sumber daya manusai yang ada tidak mampu mengolah dan memanfaatkan kekayaan alam yang tersedia. Demikianlah kita harus memahami betapa pentingnya mengupayakan agar sumber daya alam berkualitas tinggi sehingga tidak menjadi beban bagi pembangunan.
b. Perkembangan SDM
Dewasa ini perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru diluar H.R ( human Resources ) yaitu H.C atau Humen Capital. Disini SDM dilihat buka sekedar berbagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipat gandakan, dikembangkan ( bandingkan dengan portfolio Investasi ) dan juga buka sebaliknya sebagai liability ( bebas , cost ).
Disini persfektif SDM sebagai Investasi bagi Institusi atau organisasi lebih mengemuka. Potensi yang dimiliki individu sangat mempengaruhi berjalannya suatu institusi atau suatu organisasi, karena potensi yang dimiliki bisa berkembang dan bisa terlihat dari suatu yang diberikan untuk kemajuan isntansi atau organisasi yang ditekuni.
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan negara. Dalam melaksanakan pendidikan nasional perlu diambil langkah yang memungkinkan pengahayatan dan pengamalan pancasila oleh segenap masyarakat. Pendidikan pancasila termasuk pendidikan moral yang mutlak menjadi kurikulum untuk setiap tingkatan pendidikan sehingga dapat menjadi dasar pendidikan dalam upaya pengembangan kualitas SDM di Indonesia.
c. Fungsi SDM
Globalisasi yang terjadi belakangan ini telah memberikan dampak yang signifikan bagi kelangsungan hidup organisasi. Globalisasi telah menyebabkan terjadinya perubahan –perubahan yang begitu cepat didalam bisnis, yang menuntut organisasi untuk lebih mampu beradaptasi, mempunyai ketahanan, mampu melakukan perubahan ke arah dengan cepat, dan memusatkan perhatiannya kepada pelanggan. Globalisasi ini juga dapat memunculkan bahaya, sekaligus kesempatan bagi organisasi. Menurut pakar perubahan john P . Kotter (1995) dalam bukunya Leading Change, globalisasi yang terjadi dipasar dan kompetensi telah menciptakan ancaman, berupa semakin banyaknya kompetensi dan meningkatnya kecepatan dalam bisnis.
Namun demikian juga memunculkan kesempatan berupa semakin besarnya pasar dan semakin sedikitnya hambatan-hambatan yang akan muncul. Dalam suasana bisnis seperti ini, Fungsi Sumber daya manusia didalam perusahaan harus mampu untuk menjadi mitra kerja yang dapat diandalkan, baik oleh para pemimpin puncak perusahaan, maupun manajer lini. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan stone (1998 ), bahwa para manajer SDM saat ini berada dalam tekanan yang tinggi untuk menjadi mitra bisnis strategis, yaitu berperan dalam membantu organisasi untuk memberikan tanggapan terhadap tantangan –tantangan yang berkaitan dengan down sizing.
Selama ini Fungsi SDM lebih banyak dilihat sebagai pengelola administrasi personalia atau pengawas dari peraturan perusahaan di bidang ketenaga-kerjaan. Fungsi SDM selama ini lebih banyak berperan dalam hal-hal yang menyangkut penyelenggaraan hubungan industrial di perusahaan, seperti pembuatan Peraturan Perusahaan/Kesepakatan Kerja Bersama, menjalin kerjasama dengan Departemen Tenaga Kerja, menyelesaikan perselisihan antara perusahaan dengan serikat pekerja atau karyawan. Yang lebih menyedihkan lagi bila peran Fungsi SDM hanya dianggap penting saat perusahaan ingin melakukan pengurangan jumlah karyawan.
Selain itu, Fungsi SDM juga seringkali dipersepsikan perannya tidak lebih sebagai pelaksana Administrasi Personalia, yaitu yang mengurus masalah pembayaran gaji karyawan, mengurus cuti karyawan, penggantian biaya kesehatan, dan sebagainya. Demi mendukung para pimpinan puncak dan manajer lini di perusahaan dalam melaksanakan langkah – langkah strategisyang tepat untuk bersaing di pasar global, maka Fungsi SDM dituntut untuk meredefinisi perannya di dalam perusahaan. Untuk itulah, maka Fungsi SDMyang ada di perusahaan harus sudah mulai melakukan perubahan perannya, dari pemain peran tradisional yang pasif, menjadi pemain peran yang bertindak proaktif dan memberikan nilai tambah kepada perusahaan.
Peran Baru Menurut Ulrich (1997), Fungsi SDM harus menetapkan standard yang lebih tinggi dari yang telah mereka miliki hingga saat ini. Mereka harus mengerakkan para praktisinya lebih tinggi dari peran sebagai polisi atau penjaga kebijakan atau peraturan, sehingga dapat menjadi mitra, pemain dan pelopor dalam memberikan keuntungan kepada perusahaan. Untuk itulah Ulrich ( 1997) menyarankan 4 peranbaru yang harus dimainkan oleh Fungsi SDM dan para praktisinya, agar dapat memberikan hasil dan menciptakan keuntungan dari keberadaan mereka di dalam perusahaan, yaitu : Mitra bisnis strategis Sebagai mitra bisnis strategis, Fungsi SDM dan para praktisinya dituntut untuk mempunyai kemampuan dalam menterjemahkan strategi bisnisyang ditetapkan perusahaan, menjadi tindakan-tindakan yang nyata di lapangan. Fungsi SDM dan para praktisinya harus mampu memberikan masukkan-masukkan yang bernilai tambah kepada tim bisnis perusahaan, dalam penyusunan strategi bisnis. Disamping itu, seorang praktisi SDM harus mampu mengembangkan ketajaman pengetahuannya di bidang bisnis, mempunyai orientasi terhadap pelanggan dan mempunyai pemahaman tentang kompetisiyang terjadi dalam bisnis yang dijalani oleh perusahaan.
Ahli di bidang administrasi Sebagai ahli di bidang administrasi, Fungsi SDM dan para praktisinya harus mampu melakukan rekayasa ulang terhadapproses – roses kerja yang dilakukannya selama ini. Dengan demikian proses adminsitrasi di bidang SDM akan menjadi lebih efisien dan efektif dalam melayani kebutuhan manajemen atau para karyawan akan informasi SDM.
Pendukung & pendorong kemajuan karyawan Dalam perannya sebagai pendukung dan pendorong kemajuan karyawan, Fungsi SDM dan para praktisinyanya dituntut untuk mampu mengenali kebutuhan-kebutuhan para karyawan, menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan karyawan dengan harapan-harapan perusahaan, dan berupaya keras untuk melakukan langkah – langkah terbaik untuk mendorong agar kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi secara optimal. Fungsi SDM dan para praktisinya juga harus mampu untuk menciptakan suasana kerjayang dapat memberdayakan karyawan dan memotivasi mereka untuk memberikan kontribusi terbaiknya kepada perusahaan.
Agen perubahan Dalam kapasitasnya sebagai agen perubahan, Fungsi SDM dan para praktisinyanya dituntut untuk mampu menjadi katalisator perubahan di dalam perusahaan. Fungsi SDM dan para praktisinyanya harus mampu berperan dalam mempercepat dan mengelola proses perubahan yang dicanangkan oleh perusahaan secara efektif. Disamping itu, mereka dituntut pula untuk mampu mengenali hambatan-hambatan yang mungkin dihadapi oleh perusahaan bila perubahan dilakukan. Dengan demikian dapat mencegah terjadinya gejolak sosial, yang kontra produktif di dalam perusahaan.
Permasalahan Untuk mewujudkan peran-peran seperti tersebut di atas, tampaknya bukanlah hal yang mudah. Banyak masalah yang harus dihadapi oleh Fungsi SDM dan para praktisinya. Masalah-masalah tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Adanya mitos yang tidak tepat tentang Profesi SDM yang selama ini hidup di masyarakat, para pemimpin perusahaan, maupun di kalangan praktisi SDM sendiri, seperti yang pernah diungkapkan oleh Ulrich ( 1997).
2. Belum tersosialisasinya pemahaman tentang Fungsi SDM sebagai sebuah profesi yang bersifat multi disipliner (Psikologi, Ekonomi/Manajemen/Bisnis, Hukum, Teknologi Informasi/Manajemen Informasi) di kalangan praktisi SDM. Hal ini terkadang membuat para praktisi SDM hanya memusatkan sejumlah aspek saja dari disiplin ilmu SDM tersebut. Hal ini mungkin terjadi karena para praktisi yang bersangkutan kurang memahami disiplin ilmu lainnya dibandingkan dengan disiplin ilmu yang dikuasainya.
3. Peran tradisional dari Fungsi SDM di masa lalu membuat banyak praktisi SDM yang mempunyai keterbatasan dalam memahami strategi bisnis dan keuangan perusahaan secara menyeluruh
4. Mahalnya investasi di bidang Sistim Informasi SDM (Human Resources Information System)
Peran dari Fungsi SDM dan para praktisinya saat ini dan di masa yang akan datang harus pararel dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam perusahaannya yang senantiasa berubah dengan cepat, sejalan dengan terjadinya globalisasi. Dalam atmosfir perusahaan seperti ini Fungsi SDM dan para praktisinya dituntut untuk mulai melakukan perubahan yang mendasar dalam memainkan perannya di perusahaan. Dengan perubahan ini, maka Fungsi SDM dan para praktisinya dapat memberikan nilai tambah kepada bisnis perusahaan. Mereka harus mampu untuk menjadi mitra strategis yang handal bagi pimpinan puncak perusahaan, ahli di bidang administrasi, pendukung dan pendorong kemajuan karyawan, dan agen perubahan yang selalu siap untuk menjadi katalisator terhadap perubahan yang digulirkan oleh perusahaan. Peran tradisional sebagai pelaksana administrasi dan penjaga peraturan sudah selayaknya diperbaharui dan diperluas. Untuk mewujudkan peran seperti yang diharapkan di atas, tentunya memerlukan kerja keras dan tekad yang kuat dari para praktisi SDM untuk secara terus-menerus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya di bidang-bidang yang selama ini mungkin kurang mendapatkan perhatian, seperti bisnis dan finansial, maupun di bidang-bidang yang selama ini menjadi bagian dari Fungsi SDM (Rekrutmen dan Seleksi, Pelatihan, Administrasi Personalia, Hubungan Industrial, dsbnya) . Investasi di bidang sistem informasi SDM juga layak untuk dipertimbangkan, sebagai salah cara yang dapat dilakukan untuk membuat kinerja dari Fungsi SDM menjadi lebih efisien dan efektif.
Globalisasi yang terjadi belakangan ini telah memberikan dampak yang signifikan bagi kelangsungan hidup organisasi. Globalisasi telah menyebabkan terjadinya perubahan –perubahan yang begitu cepat didalam bisnis, yang menuntut organisasi untuk lebih mampu beradaptasi, mempunyai ketahanan, mampu melakukan perubahan ke arah dengan cepat, dan memusatkan perhatiannya kepada pelanggan. Globalisasi ini juga dapat memunculkan bahaya, sekaligus kesempatan bagi organisasi. Menurut pakar perubahan john P . Kotter (1995) dalam bukunya Leading Change, globalisasi yang terjadi dipasar dan kompetensi telah menciptakan ancaman, berupa semakin banyaknya kompetensi dan meningkatnya kecepatan dalam bisnis.
Namun demikian juga memunculkan kesempatan berupa semakin besarnya pasar dan semakin sedikitnya hambatan-hambatan yang akan muncul. Dalam suasana bisnis seperti ini, Fungsi Sumber daya manusia didalam perusahaan harus mampu untuk menjadi mitra kerja yang dapat diandalkan, baik oleh para pemimpin puncak perusahaan, maupun manajer lini. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan stone (1998 ), bahwa para manajer SDM saat ini berada dalam tekanan yang tinggi untuk menjadi mitra bisnis strategis, yaitu berperan dalam membantu organisasi untuk memberikan tanggapan terhadap tantangan –tantangan yang berkaitan dengan down sizing.
Selama ini Fungsi SDM lebih banyak dilihat sebagai pengelola administrasi personalia atau pengawas dari peraturan perusahaan di bidang ketenaga-kerjaan. Fungsi SDM selama ini lebih banyak berperan dalam hal-hal yang menyangkut penyelenggaraan hubungan industrial di perusahaan, seperti pembuatan Peraturan Perusahaan/Kesepakatan Kerja Bersama, menjalin kerjasama dengan Departemen Tenaga Kerja, menyelesaikan perselisihan antara perusahaan dengan serikat pekerja atau karyawan. Yang lebih menyedihkan lagi bila peran Fungsi SDM hanya dianggap penting saat perusahaan ingin melakukan pengurangan jumlah karyawan.
Selain itu, Fungsi SDM juga seringkali dipersepsikan perannya tidak lebih sebagai pelaksana Administrasi Personalia, yaitu yang mengurus masalah pembayaran gaji karyawan, mengurus cuti karyawan, penggantian biaya kesehatan, dan sebagainya. Demi mendukung para pimpinan puncak dan manajer lini di perusahaan dalam melaksanakan langkah – langkah strategisyang tepat untuk bersaing di pasar global, maka Fungsi SDM dituntut untuk meredefinisi perannya di dalam perusahaan. Untuk itulah, maka Fungsi SDMyang ada di perusahaan harus sudah mulai melakukan perubahan perannya, dari pemain peran tradisional yang pasif, menjadi pemain peran yang bertindak proaktif dan memberikan nilai tambah kepada perusahaan.
Peran Baru Menurut Ulrich (1997), Fungsi SDM harus menetapkan standard yang lebih tinggi dari yang telah mereka miliki hingga saat ini. Mereka harus mengerakkan para praktisinya lebih tinggi dari peran sebagai polisi atau penjaga kebijakan atau peraturan, sehingga dapat menjadi mitra, pemain dan pelopor dalam memberikan keuntungan kepada perusahaan. Untuk itulah Ulrich ( 1997) menyarankan 4 peranbaru yang harus dimainkan oleh Fungsi SDM dan para praktisinya, agar dapat memberikan hasil dan menciptakan keuntungan dari keberadaan mereka di dalam perusahaan, yaitu : Mitra bisnis strategis Sebagai mitra bisnis strategis, Fungsi SDM dan para praktisinya dituntut untuk mempunyai kemampuan dalam menterjemahkan strategi bisnisyang ditetapkan perusahaan, menjadi tindakan-tindakan yang nyata di lapangan. Fungsi SDM dan para praktisinya harus mampu memberikan masukkan-masukkan yang bernilai tambah kepada tim bisnis perusahaan, dalam penyusunan strategi bisnis. Disamping itu, seorang praktisi SDM harus mampu mengembangkan ketajaman pengetahuannya di bidang bisnis, mempunyai orientasi terhadap pelanggan dan mempunyai pemahaman tentang kompetisiyang terjadi dalam bisnis yang dijalani oleh perusahaan.
Ahli di bidang administrasi Sebagai ahli di bidang administrasi, Fungsi SDM dan para praktisinya harus mampu melakukan rekayasa ulang terhadapproses – roses kerja yang dilakukannya selama ini. Dengan demikian proses adminsitrasi di bidang SDM akan menjadi lebih efisien dan efektif dalam melayani kebutuhan manajemen atau para karyawan akan informasi SDM.
Pendukung & pendorong kemajuan karyawan Dalam perannya sebagai pendukung dan pendorong kemajuan karyawan, Fungsi SDM dan para praktisinyanya dituntut untuk mampu mengenali kebutuhan-kebutuhan para karyawan, menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan karyawan dengan harapan-harapan perusahaan, dan berupaya keras untuk melakukan langkah – langkah terbaik untuk mendorong agar kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi secara optimal. Fungsi SDM dan para praktisinya juga harus mampu untuk menciptakan suasana kerjayang dapat memberdayakan karyawan dan memotivasi mereka untuk memberikan kontribusi terbaiknya kepada perusahaan.
Agen perubahan Dalam kapasitasnya sebagai agen perubahan, Fungsi SDM dan para praktisinyanya dituntut untuk mampu menjadi katalisator perubahan di dalam perusahaan. Fungsi SDM dan para praktisinyanya harus mampu berperan dalam mempercepat dan mengelola proses perubahan yang dicanangkan oleh perusahaan secara efektif. Disamping itu, mereka dituntut pula untuk mampu mengenali hambatan-hambatan yang mungkin dihadapi oleh perusahaan bila perubahan dilakukan. Dengan demikian dapat mencegah terjadinya gejolak sosial, yang kontra produktif di dalam perusahaan.
Permasalahan Untuk mewujudkan peran-peran seperti tersebut di atas, tampaknya bukanlah hal yang mudah. Banyak masalah yang harus dihadapi oleh Fungsi SDM dan para praktisinya. Masalah-masalah tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Adanya mitos yang tidak tepat tentang Profesi SDM yang selama ini hidup di masyarakat, para pemimpin perusahaan, maupun di kalangan praktisi SDM sendiri, seperti yang pernah diungkapkan oleh Ulrich ( 1997).
2. Belum tersosialisasinya pemahaman tentang Fungsi SDM sebagai sebuah profesi yang bersifat multi disipliner (Psikologi, Ekonomi/Manajemen/Bisnis, Hukum, Teknologi Informasi/Manajemen Informasi) di kalangan praktisi SDM. Hal ini terkadang membuat para praktisi SDM hanya memusatkan sejumlah aspek saja dari disiplin ilmu SDM tersebut. Hal ini mungkin terjadi karena para praktisi yang bersangkutan kurang memahami disiplin ilmu lainnya dibandingkan dengan disiplin ilmu yang dikuasainya.
3. Peran tradisional dari Fungsi SDM di masa lalu membuat banyak praktisi SDM yang mempunyai keterbatasan dalam memahami strategi bisnis dan keuangan perusahaan secara menyeluruh
4. Mahalnya investasi di bidang Sistim Informasi SDM (Human Resources Information System)
Peran dari Fungsi SDM dan para praktisinya saat ini dan di masa yang akan datang harus pararel dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam perusahaannya yang senantiasa berubah dengan cepat, sejalan dengan terjadinya globalisasi. Dalam atmosfir perusahaan seperti ini Fungsi SDM dan para praktisinya dituntut untuk mulai melakukan perubahan yang mendasar dalam memainkan perannya di perusahaan. Dengan perubahan ini, maka Fungsi SDM dan para praktisinya dapat memberikan nilai tambah kepada bisnis perusahaan. Mereka harus mampu untuk menjadi mitra strategis yang handal bagi pimpinan puncak perusahaan, ahli di bidang administrasi, pendukung dan pendorong kemajuan karyawan, dan agen perubahan yang selalu siap untuk menjadi katalisator terhadap perubahan yang digulirkan oleh perusahaan. Peran tradisional sebagai pelaksana administrasi dan penjaga peraturan sudah selayaknya diperbaharui dan diperluas. Untuk mewujudkan peran seperti yang diharapkan di atas, tentunya memerlukan kerja keras dan tekad yang kuat dari para praktisi SDM untuk secara terus-menerus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya di bidang-bidang yang selama ini mungkin kurang mendapatkan perhatian, seperti bisnis dan finansial, maupun di bidang-bidang yang selama ini menjadi bagian dari Fungsi SDM (Rekrutmen dan Seleksi, Pelatihan, Administrasi Personalia, Hubungan Industrial, dsbnya) . Investasi di bidang sistem informasi SDM juga layak untuk dipertimbangkan, sebagai salah cara yang dapat dilakukan untuk membuat kinerja dari Fungsi SDM menjadi lebih efisien dan efektif.
d. Sifat SDM
Disertasi ini mengetengahkan masalah kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) Indonesia berkenaan dengan Pembangunan Nasional. Dari pengamatan terhadap negara-negara maju dan negara-negara yang tergolong “The New Industrialized Countries” ternyata negara-negara itu tidak memiliki sumberdaya alam yang melimpah, tetapi mereka memiliki sumberdaya manusia yang kualitasnya tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemajuan suatu negara. antara lain ditentukan oleh kualitas SDM yang tinggi. Bagi Indonesia yang sedang membangun dan menghadapi persaingan yang semakin ketat sebagai konsekuensi dari era globalisasi, maka mau tidak mau harus mengandalkan pada SDM yang kualitasnya tinggi. Masalahnya adalah bagaimana kualitas SDM Indonesia itu pada kenyataannya.
Berbagai pendapat mengenai kualitas SDM Indonesia (Koentjaraningrat, 1974, 1976, dan 1979; Soeryohadiprodjo, 1982; Lubis, 1990: Swasono, 1984. 1988, dan Sukardi, 1991) pada intinya menunjukkan bahwa SDM Indonesia pada umumnya belum siap menghadapi tuntutan pembangunan yang makin majemuk dan persaingan yang semakin ketat di masa yang akan datang. Oleh karena itu perlu dipersiapkan SDM Indonesia yang mampu menghadapi tuntutan pembangunan dan era globalisasi. Masalahnya adalah unsur kualitas SDM apakah yang perlu disiapkan (baca: ditingkatkan dan dikembangkan) ditinjau dari sudut psikologi. Sebelum menjawab pertanyaan itu perlu ditegaskan bahwa pengertian SDM dalam studi ini cakupan yang terbatas pada melihat manusia sebagai sumberdaya atau tenaga kerja yang erat kaitannya dengan hal-ikhwal produktivitas, efisiensi, dan efetivitas suatu performa kerja.
Landasan teoretis yang digunakan dalam studi ini adalah teori sifat (trait) Banellport karena teori ini dapat menjawab tujuan penelitian. Yaitu menemukan suatu predisposisi tingkahlaku yang perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan adanya konsistensi.
2.2 Pancasila
a. Pengertian
Kedudukan dan fungsi pancasila bilamana kita kaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan negara, sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif.
Oleh karena itu untuk memahami pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupu peristilahan :
1. Pengertian Pancasila secara Etimologis
Secara etimologis “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (Bahasa Kasta Brahmana), bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta.
Menurut Muhammad Yamin : Pancasila” memiliki 2 macam arti secara leksikal
“Panca” artinya lima
“Syila” vocal i pendek artinya” satu sendi,” “alas”, atau “dasar”.
“Syila” Vokal i Panjang artinya “Peraturan tingakah laku yang baik, yang penting atu yang senonoh”.
Perkataan Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India pada kitab Suci Tri Pitaka yang terdiri dari 3 macam buku besar : Suttha Pitaka, Abhidama Pitaka dan Vinaya Pitka.
Ajaran-ajaran moral yang terdapat dalam agama Budha:
1. Dasasyiila
2. Saptasyiila
3. Pancasyiila
Ajaran Pancasila menurut Budha adalah merupakan 5 aturan (larangan) atau five moral principtes Pancasila berisi 5 larangan/ pantangan itu menurut isi lengkapnya :
1. Panati pada veramani sikhapadam sama diyani artinya “jangan mencabut nyawa makhluk hidup atau dilarang membunuh.
2. Dinna dana Veramani shikapadam samadiyani artinya “janganlah mengambil barang yang tiak diberikan”maksudnya dilarang mencuri.
3. Kemashu Micchacara Veramani shikapadam smadiyani artinya janganlah berhubungan kelamin, yang maksudnya dilarang berzina.
4. Musawada veramani sikapadam samadiyani, artinya janganlah berkata palsu atau dilarang berdusta.
5. Sura meraya masjja Pamada Tikana veramani, artinya jangan meminum minuman yang menghilangkan pikiran, yang maksud dilarang minum –minuman keras (Zainal Abidin, 1958 : 361)
Perkataan Pancasila ditemukan dalam keropak Negara kertagama, yang berupa kakawin (syair pujian) dalam pujangga Istana bernama Empu Prapanca pada tahun 1365 kita temukan dalam surga 53 bait ke dua.
Setelah majapahit runtuh dan agama Islam mulai tersebar ke seluruh Indonesia maka sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal dalam masyarakat Jawa yang disebut dengan 5 larangan/Lima pertentangan “moralitas, Yaitu dilarang
1. Mateni artinya membunuh
2. Maling artinya mencur
3. Madon artinya berzina
4. Mabok, meminum-minuman keras atau menghisap candu
5. Main artinya berjudi.
2. Pengertian Pancasila secara Historis
Proses Perumusan Pancasila diawali dalam siding BPUPKI I dr. Radjiman Widyadiningrat, tiga orang pembicara yaitu Muhammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno memberi nama Pancasila yang artinya 5 dasar pada pidatonya dan tanggal 17 Agustus 1945 memproklamasikan kemerdekaan, 18 Agustus dimana termuat isi rumusan 5 prinsip dasar negara yang diberi nama Pancasila, sejak itulah istilah Pancasila menjadi B. Indonesia dan istilah umum.
Adapun secara terminology histories proses perumusan Pancasila sbb :
a. Mr. Muhammad Yamin (29 Mei 1945).
5 Asas dasar negara Indonesia Merdeka :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat.
Rancangan UUD tersebut tercantum 5 asas dasar negara yang rumusannya :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Disertasi ini mengetengahkan masalah kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) Indonesia berkenaan dengan Pembangunan Nasional. Dari pengamatan terhadap negara-negara maju dan negara-negara yang tergolong “The New Industrialized Countries” ternyata negara-negara itu tidak memiliki sumberdaya alam yang melimpah, tetapi mereka memiliki sumberdaya manusia yang kualitasnya tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemajuan suatu negara. antara lain ditentukan oleh kualitas SDM yang tinggi. Bagi Indonesia yang sedang membangun dan menghadapi persaingan yang semakin ketat sebagai konsekuensi dari era globalisasi, maka mau tidak mau harus mengandalkan pada SDM yang kualitasnya tinggi. Masalahnya adalah bagaimana kualitas SDM Indonesia itu pada kenyataannya.
Berbagai pendapat mengenai kualitas SDM Indonesia (Koentjaraningrat, 1974, 1976, dan 1979; Soeryohadiprodjo, 1982; Lubis, 1990: Swasono, 1984. 1988, dan Sukardi, 1991) pada intinya menunjukkan bahwa SDM Indonesia pada umumnya belum siap menghadapi tuntutan pembangunan yang makin majemuk dan persaingan yang semakin ketat di masa yang akan datang. Oleh karena itu perlu dipersiapkan SDM Indonesia yang mampu menghadapi tuntutan pembangunan dan era globalisasi. Masalahnya adalah unsur kualitas SDM apakah yang perlu disiapkan (baca: ditingkatkan dan dikembangkan) ditinjau dari sudut psikologi. Sebelum menjawab pertanyaan itu perlu ditegaskan bahwa pengertian SDM dalam studi ini cakupan yang terbatas pada melihat manusia sebagai sumberdaya atau tenaga kerja yang erat kaitannya dengan hal-ikhwal produktivitas, efisiensi, dan efetivitas suatu performa kerja.
Landasan teoretis yang digunakan dalam studi ini adalah teori sifat (trait) Banellport karena teori ini dapat menjawab tujuan penelitian. Yaitu menemukan suatu predisposisi tingkahlaku yang perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan adanya konsistensi.
2.2 Pancasila
a. Pengertian
Kedudukan dan fungsi pancasila bilamana kita kaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan negara, sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif.
Oleh karena itu untuk memahami pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupu peristilahan :
1. Pengertian Pancasila secara Etimologis
Secara etimologis “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (Bahasa Kasta Brahmana), bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta.
Menurut Muhammad Yamin : Pancasila” memiliki 2 macam arti secara leksikal
“Panca” artinya lima
“Syila” vocal i pendek artinya” satu sendi,” “alas”, atau “dasar”.
“Syila” Vokal i Panjang artinya “Peraturan tingakah laku yang baik, yang penting atu yang senonoh”.
Perkataan Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India pada kitab Suci Tri Pitaka yang terdiri dari 3 macam buku besar : Suttha Pitaka, Abhidama Pitaka dan Vinaya Pitka.
Ajaran-ajaran moral yang terdapat dalam agama Budha:
1. Dasasyiila
2. Saptasyiila
3. Pancasyiila
Ajaran Pancasila menurut Budha adalah merupakan 5 aturan (larangan) atau five moral principtes Pancasila berisi 5 larangan/ pantangan itu menurut isi lengkapnya :
1. Panati pada veramani sikhapadam sama diyani artinya “jangan mencabut nyawa makhluk hidup atau dilarang membunuh.
2. Dinna dana Veramani shikapadam samadiyani artinya “janganlah mengambil barang yang tiak diberikan”maksudnya dilarang mencuri.
3. Kemashu Micchacara Veramani shikapadam smadiyani artinya janganlah berhubungan kelamin, yang maksudnya dilarang berzina.
4. Musawada veramani sikapadam samadiyani, artinya janganlah berkata palsu atau dilarang berdusta.
5. Sura meraya masjja Pamada Tikana veramani, artinya jangan meminum minuman yang menghilangkan pikiran, yang maksud dilarang minum –minuman keras (Zainal Abidin, 1958 : 361)
Perkataan Pancasila ditemukan dalam keropak Negara kertagama, yang berupa kakawin (syair pujian) dalam pujangga Istana bernama Empu Prapanca pada tahun 1365 kita temukan dalam surga 53 bait ke dua.
Setelah majapahit runtuh dan agama Islam mulai tersebar ke seluruh Indonesia maka sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal dalam masyarakat Jawa yang disebut dengan 5 larangan/Lima pertentangan “moralitas, Yaitu dilarang
1. Mateni artinya membunuh
2. Maling artinya mencur
3. Madon artinya berzina
4. Mabok, meminum-minuman keras atau menghisap candu
5. Main artinya berjudi.
2. Pengertian Pancasila secara Historis
Proses Perumusan Pancasila diawali dalam siding BPUPKI I dr. Radjiman Widyadiningrat, tiga orang pembicara yaitu Muhammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno memberi nama Pancasila yang artinya 5 dasar pada pidatonya dan tanggal 17 Agustus 1945 memproklamasikan kemerdekaan, 18 Agustus dimana termuat isi rumusan 5 prinsip dasar negara yang diberi nama Pancasila, sejak itulah istilah Pancasila menjadi B. Indonesia dan istilah umum.
Adapun secara terminology histories proses perumusan Pancasila sbb :
a. Mr. Muhammad Yamin (29 Mei 1945).
5 Asas dasar negara Indonesia Merdeka :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat.
Rancangan UUD tersebut tercantum 5 asas dasar negara yang rumusannya :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Ir. Soekarno (1 Juni 1945).
5 asas dasar negara Indonesia :
1. Nasionalisme atau kebangsaan Indonesia
2. Internasional atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Selanjutnya kalau menyusulkan bahwa 5 sila tersebut dapat diperas menjadi “Tri Sila”
1. Sosio Nasional yaitu “Nasionalisme dan Internasionalisme.
2. Sosio Demokrasi yaitu “Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat”
3. Ketuhanan YME
Dip eras lagi menjadi “Eka Sila” atau satu sila yang intinya adalah “gotong-royong”
c. Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
Rumusan Pancasila :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5 asas dasar negara Indonesia :
1. Nasionalisme atau kebangsaan Indonesia
2. Internasional atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Selanjutnya kalau menyusulkan bahwa 5 sila tersebut dapat diperas menjadi “Tri Sila”
1. Sosio Nasional yaitu “Nasionalisme dan Internasionalisme.
2. Sosio Demokrasi yaitu “Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat”
3. Ketuhanan YME
Dip eras lagi menjadi “Eka Sila” atau satu sila yang intinya adalah “gotong-royong”
c. Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
Rumusan Pancasila :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Pengertian Pancasila Secara Terminologis
Pada siding PPKI tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara RI yang dikenal dengan UUD 1945. adapun UUD 1945 terdiri dari 2 bagian yaitu pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal 1 aturan peradilan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 aturan tambahan terdiri atas 2 ayat.
Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia terdapat pula rumusan-rumusan pancasila sebagai berikut :
a. Dalam konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat)
Berlaku tanggal 29 Desember 1949 s/d 17 Agustus 1950, tercantum rumusan Pancasila sbb.
1. Ketuhanan YME
2. Pri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
b. Dalam UUD (undang-undang dasar sementara 1950
Undang-undang Dasar 1950, berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959, rumusan Pancasila yang tercantum dalam konstitusi RIS sbb :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan sosial.
b. Kedudukan Pancasila
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara yaitu Pancasila sebagai dasar dari penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi negara Republik Indonesia. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara seperti tersebut di atas, sesuai dengan apa yang tersurat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4 antara lain menegaskan: “….., maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalm permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dengan kedudukan yang istimewa tersebut, selanjutnya dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara memiliki fungsi yang kuat pula. Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 menggariskan ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara. Berikut ini dikemukakan ketentuan-ketentuan yang menunujukkan fungsi dari masing-masing sila pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu: kehidupan bernegara bagi Negara Republik Indonesia berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama serta untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannnya, negara menghendaki adanya toleransi dari masing-masing pemeluk agama dan aliran kepercayaan yang ada serta diakui eksistensinya di Indonesia, negara Indonesia memberikan hak dan kebebasan setiap warga negara terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, antara lain : pengakuan negara terhadap hak bagi setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri, negara menghendaki agar manusia Indonesia tidak memeperlakukan sesame manusia dengan cara sewenang-wenang sebagai manifestasi sifat bangsa yang berbudaya tinggi, pengakuan negara terhadap hak perlakuan sama dan sederajat bagi setiap manusia, jaminan kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan serta kewajiban menjunjung tinggi hokum dan pemerintahan yang ada bafi setiap warga negara.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Persatuan Indonesia, yaitu: perlindungan negara terhadp segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiba dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, negara mengatasi segala paham golongan dan segala paham perseorangan, serta pengakuan negara terhadap kebhineka-tunggal-ikaan dari bangsa Indonesia dan kehidupannya.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarata perwakilan, yaitu: penerapan kedaulatan dalam negara Indonesia yang berada di tangan rakyat dan dilakukan oleh MPR, penerapan azas musyawarah dan mufakat dalam pengambilan segala keputusan dalam negara Indonesia, dan baru menggunakan pungutan suara terbanyak bila hal tersebut tidak dapat dilaksanakan, jaminan bahwa seluruh warga negara dapat memperoleh keadlan yang sama sebagai formulasi negara hokum dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka, serta penyelenggaraan kehidupan bernegara yang didasarkan atas konstitusi dan tidak bersifat absolute.
Yang terakhir adalah ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Keadlan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, antara lain: negara menghendaki agar perekonomian Indonesia berdasarkan atas azas kekeluaraan, penguasaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara serta menguasai hajat hidup orang banyak oleh negara, negara menghendaki agar kekayaan alam yang terdapat di atas dan di dalam bumi dan air Indonesia dipergunakan untuk kemakmuran rakyat banyak, negara menghendaki agar setiap warga negara Indonesia mendapat perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual, negara menghendaki agar setiap warga negara Indonesia memperoleh pengajaran secara maksimal, negara Republik Iindonesia mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang pelaksanaannya ditur berdasarkan Undang-Undang, pencanangan bahwa pemerataan pendidikan agar dapat dinikmati seluruh warga negara Indonesia menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga, dan negara berusaha membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Pada bulan Juni 1945,64 tahun yang lalu, lahirlah sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakanintelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu,Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
1. Ketuhanan yang Maha Esa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Isi Pembukaan UUD 1945 adalah nilai-nilai luhur yang universal sehingga Pancasila di dalamnya merupakan dasar yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa. Gagasan vital yang menjadi isi Pancasila sebagai dasar negara merupakan jawaban kepribadian bangsa sehingga dalam kualitas awalnya Pancasila merupakan dasar negara, tetapi dalam perkembngannya menjadi ideologi dari berbagai kegiatan yang berimplikasi positif atau negatif.
Pada siding PPKI tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara RI yang dikenal dengan UUD 1945. adapun UUD 1945 terdiri dari 2 bagian yaitu pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal 1 aturan peradilan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 aturan tambahan terdiri atas 2 ayat.
Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia terdapat pula rumusan-rumusan pancasila sebagai berikut :
a. Dalam konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat)
Berlaku tanggal 29 Desember 1949 s/d 17 Agustus 1950, tercantum rumusan Pancasila sbb.
1. Ketuhanan YME
2. Pri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
b. Dalam UUD (undang-undang dasar sementara 1950
Undang-undang Dasar 1950, berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959, rumusan Pancasila yang tercantum dalam konstitusi RIS sbb :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan sosial.
b. Kedudukan Pancasila
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara yaitu Pancasila sebagai dasar dari penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi negara Republik Indonesia. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara seperti tersebut di atas, sesuai dengan apa yang tersurat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4 antara lain menegaskan: “….., maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalm permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dengan kedudukan yang istimewa tersebut, selanjutnya dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara memiliki fungsi yang kuat pula. Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 menggariskan ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara. Berikut ini dikemukakan ketentuan-ketentuan yang menunujukkan fungsi dari masing-masing sila pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu: kehidupan bernegara bagi Negara Republik Indonesia berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama serta untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannnya, negara menghendaki adanya toleransi dari masing-masing pemeluk agama dan aliran kepercayaan yang ada serta diakui eksistensinya di Indonesia, negara Indonesia memberikan hak dan kebebasan setiap warga negara terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, antara lain : pengakuan negara terhadap hak bagi setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri, negara menghendaki agar manusia Indonesia tidak memeperlakukan sesame manusia dengan cara sewenang-wenang sebagai manifestasi sifat bangsa yang berbudaya tinggi, pengakuan negara terhadap hak perlakuan sama dan sederajat bagi setiap manusia, jaminan kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan serta kewajiban menjunjung tinggi hokum dan pemerintahan yang ada bafi setiap warga negara.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Persatuan Indonesia, yaitu: perlindungan negara terhadp segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiba dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, negara mengatasi segala paham golongan dan segala paham perseorangan, serta pengakuan negara terhadap kebhineka-tunggal-ikaan dari bangsa Indonesia dan kehidupannya.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarata perwakilan, yaitu: penerapan kedaulatan dalam negara Indonesia yang berada di tangan rakyat dan dilakukan oleh MPR, penerapan azas musyawarah dan mufakat dalam pengambilan segala keputusan dalam negara Indonesia, dan baru menggunakan pungutan suara terbanyak bila hal tersebut tidak dapat dilaksanakan, jaminan bahwa seluruh warga negara dapat memperoleh keadlan yang sama sebagai formulasi negara hokum dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka, serta penyelenggaraan kehidupan bernegara yang didasarkan atas konstitusi dan tidak bersifat absolute.
Yang terakhir adalah ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Keadlan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, antara lain: negara menghendaki agar perekonomian Indonesia berdasarkan atas azas kekeluaraan, penguasaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara serta menguasai hajat hidup orang banyak oleh negara, negara menghendaki agar kekayaan alam yang terdapat di atas dan di dalam bumi dan air Indonesia dipergunakan untuk kemakmuran rakyat banyak, negara menghendaki agar setiap warga negara Indonesia mendapat perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual, negara menghendaki agar setiap warga negara Indonesia memperoleh pengajaran secara maksimal, negara Republik Iindonesia mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang pelaksanaannya ditur berdasarkan Undang-Undang, pencanangan bahwa pemerataan pendidikan agar dapat dinikmati seluruh warga negara Indonesia menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga, dan negara berusaha membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Pada bulan Juni 1945,64 tahun yang lalu, lahirlah sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakanintelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu,Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
1. Ketuhanan yang Maha Esa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Isi Pembukaan UUD 1945 adalah nilai-nilai luhur yang universal sehingga Pancasila di dalamnya merupakan dasar yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa. Gagasan vital yang menjadi isi Pancasila sebagai dasar negara merupakan jawaban kepribadian bangsa sehingga dalam kualitas awalnya Pancasila merupakan dasar negara, tetapi dalam perkembngannya menjadi ideologi dari berbagai kegiatan yang berimplikasi positif atau negatif.
c. Sifat
Sifat dari Ketuhanan Yang Maha Esa, apabila dalam tindakan sehari hari tidak ada unsur unsur yang mengandung:
• Sifat sifat menjunjung tinggi Perikemanusiaan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat Keadilan Sosial & Kesejahteraan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat mengedepankan Persatuan masyarakat diatas kepentingan pribadi atau golongan sesuai UUD yang syah
• Menjunjung tinggi Kedaulatan Kerakyatan yang berdasarkan UUD yang syah.
Sifat dan arti dari Perikemanusiaan, apabila dalam tindakan sehari hari tidak ada unsur unsur yang mengandung:
• Sifat sifat menjunjung tinggi keragamaan Beragama dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat Keadilan Sosial & Kesejahteraan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat mengedepankan Persatuan masyarakat diatas kepentingan pribadi atau golongan sesuai UUD yang syah
• Menjunjung tinggi Kedaulatan Kerakyatan yang berdasarkan UUD yang syah.
Sifat dan arti dari Keadilan Sosial, apabila dalam tindakan sehari hari tidak ada unsur unsur yang mengandung:
• Sifat sifat menjunjung tinggi keragamaan Beragama dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat menjunjung tinggi Perikemanusiaan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat mengedepankan Persatuan masyarakat diatas kepentingan pribadi atau golongan sesuai UUD yang syah
• Menjunjung tinggi Kedaulatan Kerakyatan yang berdasarkan UUD yang syah.
Sifat dan arti dari Persatuan, apabila dalam tindakan sehari hari tidak ada unsur unsur yang mengandung:
• Sifat sifat menjunjung tinggi keragamaan Beragama dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat Keadilan Sosial & Kesejahteraan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat menjunjung tinggi Perikemanusiaan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Menjunjung tinggi Kedaulatan Kerakyatan yang berdasarkan UUD yang syah.
Sifat dan arti dari Kedaulatan Rakyat, apabila dalam tindakan sehari hari tidak ada unsur unsur yang mengandung:
• Sifat sifat menjunjung tinggi keragamaan Beragama dalam bermasyarakat
• Sifat sifat Keadilan Sosial & Kesejahteraan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat mengedepankan Persatuan masyarakat diatas kepentingan pribadi atau golongan
• Sifat sifat menjunjung tinggi Perikemanusiaan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah.
d. Isi Pancasila
Sedangkan isi dari Pancasila adalah sebagai berikut :
1. Ketuhanan yang Maha Esa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
e. Sejarah Terbentuknya Pancasila
Mari kita telusuri fakta-fakta sejarah tentang kelahiran pancasila. Dalam rapat BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945, Bung Karno menyatakan antara lain:”Saya mengakui, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, saya dipengaruhi seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, – katanya : jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan seluruh dunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 1917. akan tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, ia adalah Dr. Sun Yat Sen ! Di dalam tulisannya “San Min Cu I” atau “The THREE people’s Principles”, saya mendapatkan pelajaran yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh“The THREE people’s Principles” itu. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah bahwasanya Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat dengan sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, -sampai masuk ke liang kubur.”
Lebih lanjut ketika membicarakan prinsip keadilan sosial, Bung Karno, sekali lagi menyebutkan pengaruh San Min Cu I karya Dr. Sun Yat Sen:”Prinsip nomor 4 sekarang saya usulkan. Saya didalam tiga hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu kesejahteraan, prinsip: tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Saya katakan tadi prinsipnya San Min Cu I ialah “Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” : Nationalism, democracy, socialism. Maka prinsip kita …..harus …… sociale rechtvaardigheid.”
Pada bagian lain dari pidato Bung Karno tersebut, dia menyatakan:”Maka demikian pula jikalau kita mendirikan negara Indonesia merdeka, Paduka tuan ketua, timbullah pertanyaan: Apakah Weltanschaung” kita, untuk mendirikan negara Indonesia merdeka di atasnya?Apakah nasional sosialisme ? ataukah historisch-materialisme ? Apakah San Min Cu I, sebagai dikatakan oleh Dr. Sun Yat Sen ? Di dalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka, tapi “Weltanschaung” telah dalam tahun 1885, kalau saya tidak salah, dipikirkan, dirancangkan. Di dalam buku “The THREE people’s Principles” San Min Cu I,-Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” : Nationalisme, demokrasi, sosialisme,- telah digunakan oleh Dr. Sun Yat Sen Weltanschaung itu, tapi batu tahun 1912 beliau mendirikan negara baru di atas “Weltanschaung” San Min Cu I itu, yang telah disediakan terlebih dahulu berpuluh-puluh tahun.” (Tujuh Bahan Pokok demokrasi, Dua – R. Bandung, hal. 9-14.)
Pengaruh posmopolitanisme (internasionalisme) kaya A. Baars dan San Min Cu I kaya Dr. Sun Yat Sen yang diterima bung Karno pada tahun 1917 dan 1918 disaat ia menduduki bangku sekolah H.B.S. benar-benar mendalam. Ha ini dapat dibuktikan pada saat Konprensi Partai Indonesia (partindo) di Mataram pada tahun 1933, bung Karno menyampaikan gagasan tentang marhaennisme, yang pengertiannya ialah :
1. Sosio – nasionalisme, yang terdiri dari : Internasionalisme, Nasionalisme
2. Sosio – demokrasi, yang tersiri dari : Demokrasi, Keadilan sosial.
Jadi marhaenisme menurut Bung Karno yang dicetuskan pada tahun 1933 di Mataram yaitu : Internasionalisme ; Nasionalisme ; Demokrasi : Keadilan sosial. (Endang Saifuddin Anshari MA. Piagam Jakarta, 22 Juni 1945, Pustaka Bandung1981, hql 17-19.)
Dan jika kita perhatikan dengan seksama, akan jelas sekali bahwa 4 unsur marhainisme seluruhnya diambil dari Internasionalisme milik A. Baars dan Nasionalisme, Demokrasi serta keadilan sosial (sosialisme) seluruhnya diambil dari San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
Sekarang marilah kita membuktikan bahwa pancasila yang dicetuskan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI adalah sama dengan Marheinisme yang disampaikan dalam Konprensi Partindo di Mataram pada tahun 1933, yang itu seluruhnya diambil dari kosmopolitanisme milik A. Baars dan San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen. Di dalam pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945 itu antara lain berbunyi :”Saudara-saudara ! Dasar negara telah saya sebutkan, lima bilangannya. Inikah Panca Dharma ? Bukan !Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar…..Namanya bukan Panca Dharma, tetaoi….saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa…..namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. Kelima sila tadi berurutan sebagai berikut:
(a) Kebangsaan Idonesia;
(b) Internasionalisme atau peri-kemanusiaan;
(c) Mufakat atau domokrasi;
(d) Kesejahteraan sosial;
(e) Ke-Tuhanan.
(Pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945 dimuat dalam “20 tahun Indonesia Merdeka” Dep. Penerangan RI. 1965.)
Kelima sila dari Pancasila Bung Karno ini, kita cocokkan dengan marhaenisme Bung Karno adalah persis sama, Cuma ditambah dengan Ke Tuhanan. Untuk lebih jelasnya baiklah kita susun sebagai berikut:
(a) Kebangsaan Indonesia berarti sama dengan nasionalisme dalam marhaenisme, juga sama dengan nasionalisme milik San Min Cu I milik Dr. Sun yat Sen, Cuma ditambah dengan kata-kata Indonesia.
(b) Internasionalisme atau peri-kemanusiaan berarti sama dengan internasionalisme dalam marhaenisme, juga sama dengan internasionalisme (kosmopolitanisme) milik A. Baars.
(c) Mufakat atau demokrasi berarti sama dengan demokrasi dalam marhaenisme, juga sama dengan demokrasi dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen;
(d) Kesejahteraan sosial berarti sama dengan keadilan sosial dalam marhaenisme, juga berarti sama dengan sosialisme dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
(e) Ke-Tuhanan yang diambil dari pendapat-pendapat para pemimpin Islam, yang berbicara lebih dahulu dari Bung Karno, di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945.
Dengan cara mencocokkan seperti ini, berarti nampak dengan jelas bahwa Pancasila yang dicetuskan oleh Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945, yang merupakan”Rumus Pancasila I”, sehingga dijadikan Hari Lahirnya Pancasila, berasal dari 3 sumber yaitu:
a) Dari San Min Cu I Dr. Sun Yat Sen (Cina);
b) Dari internasionalisme (kosmopolitanisme A. Baars (Belanda).
c) Dari umat Islam.
Jadi Pancasila 1 juni 1945, adalah bersumber dari : (1) Cina; (2) Belanda; dan (3) Islam. Dengan begitu bahwa pendapat yang menyatakan Pancasila itu digali dari bumi Indonesia sendiri atau dari peninggalan nenek moyang adalah sangat keliru dan salah !
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa sebelum sidang pertama BPUPKI itu berakhir, dibentuklah satu panitia kecil untuk :
a) Merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar negara, berdasarkan pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945.
b) Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamirkan Indonesia merdeka.
Dari dalam panitia kecil itu dipilih lagi 9 orang untuk menyelenggarakan tugas itu. Rencana mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni 1945, yang kemudian diberikan nama dengan “Piagam Jakarta”.
Piagam Jakarta berbunyi:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Alloh Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan ikut melasanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum Dasar Negara Indonesia yang berdasar kedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada : Ke- Tuhanan, dengan menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk – kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indinesia.”
Jakarta, 22-6-1605.
Ir. SOEKARNO ;
Drs. Mohammad Hatta ;
Mr. A.A Maramis ;
Abikusno Tjokrosujoso ;
Abdul Kahar Muzakir ;
H.A. Salim ;
Mr. Achmad Subardjo ;
Wachid Hasjim ;
Mr. Muhammad Yamin
(Moh. Hatta dkk. Op.cit. hal. 30-32)
Dengan begitu, maka Pancasila menurut Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan ini merupakan Rumus Pancasila II, berbeda dengan Rumus Pancasila I. Lebih jelasnya Rumus Pancasila II ini adalah sebagai berikut ;
1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab ;
3. Persatuan Indonesia ;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan ;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumus Pancasila II ini atau lebih dikenal dengan Pancasila menurut Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, baik mengenai sitimatikanya maupun redaksinya sangat berbeda dengan Rumus Pancasila I atau lebih dikenal dengan Pancasila Bung Karno tanggal 1 juni 1945. pada rumus pancasila I, Ke-Tuhanan yang berada pada sila kelima, sedangkan pada Rumus Pancasila II, ke-Tuhanan ada pada sila pertama, ditambah dengan anak kalimat – dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Kemudian pada Rumus Pancasila I, kebangsaan Indonesia yang berada pada sila pertama, redaksinya berubah sama sekali menjadi Persatuan Indonesia pada Rumus Pancasila II, dan tempatnyapun berubah yaitu pada sila ketiga. Demikian juga pada Rumus Pancasila I . Internasionalisme atau peri kemanusiaan, yang berada pada sila kedua, redaksinya berubah menjadi Kemanusiaan yang adil dan beradab. Selanjutnya pada Rumus Pancasila I, Mufakat atau Demokrasi, yang berbeda pada sila ketiga, redaksinya berubah sama sekali pada Rumus Pancasila II, yaitu menjadi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan menempati sila keempat. Dan juga pada Rumus Pancasila I, kesejahteraan sosial yang berada pada sila keempat, baik redaksinya, maka Pancasila pada Rumus II ini, tentunya mempunyai pengertian yang jauh berbeda dengan Pancasila pada Rumus I.
Rumus Pancasila II ini atau yang lebih populer dengan nama Pancasila menurut Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945, yang dikerjakan oleh panitia 9, maka pada rapat terakhir BPUPKI pada tanggal 17 Juni 1945, secara bulat diterima rumus Pancasila II ini.
Sehari sesudah proklamasi, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, terjadilah rapat “Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (PPKI). Panitia ini dibentuk sebelum proklamasi dan mulai aktip bekerja mulai tanggal 9 Agustus 1945 dengan beranggotakan 29 orang. Dengan mempergunakan rancangan yang telah dipersiapkan oleh BPUPKI, maka PPKI dapat menyelesiakan acara hari itu, yaittu:
a) Menetapkan Undang-Undang Dasar ; dan
b) Memilih Presidan dan Wakil Presiden dalam waktu rapat selama 3 jam.
Dengan demikian terpenuhilah keinginan Bung Karno yang diucapkan pada waktu membuka rapat itu sebagai ketua panitia dengan kata-kata sebagai berikut ; “Tuan-tuan sekalian tentu mengetahui dan mengakui, bahwa kita duduk di dalam suatu zaman yang beralih sebagai kilat cepatnya. Maka berhubungan dengan itu saya minta sekarang kepada tuan-tuan sekalian, supaya kitapun bertindak di dalam sidang ini dengan kecepatan kilat.”
Sedangkan mengenai sifat dari Undang-Undang Dasarnya sendiri Bung Karno berkata:”Tuan-tuan tentu mengerti bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar sementara, Undang-Undang Dasar Kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutie grodwet. Nanti kita akan membuat undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan, agar kita ini harus bisa selesai dengan Undang-Undang Dasar itu.”
Dalam beberapa menit saja, tanpa ada perdebatan yang substansil disahkan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, dengan beberapa perubahan, khususnya dalam rumus pancasila. (Pranoto Mangkusasmito, Pancasila dan sejarahnya, Lembaga Riset Jakarta, 1972, hal. 9-11.)
Adapun Pembukaan undang-Undang Dasar, yang didalamnya terdapat Rumus Pancasila II, yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, adalah sebagai berikut :
PEMBUKAAN
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat Rahmat Alloh Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melasanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam satu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada : Ke- Tuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dengan demikian disahkannya Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, maka Rumus Pancasila mengalami perubahan lagi, yaitu:
1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab ;
3. Persatuan Indonesia ;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan ;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perubahan esensial dari Rumus Pancasila II atau Pancasila menurut Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 dengan Rumus Pancasila III atau Pancasila menurut Pembukaan Undang-Undang Dasar tanggal 18 Agustus 1945, yaitu pada sila pertama “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” diganti dengan “Ke-Tuhanan Yang Maha Esa” . perubahan ini ternyata dikemudian hari menumbuhkan benih pertentangan sikap dan pemikiran yang tak kunjung berhenti sampai hari ini. Sebab umat Islam menganggap bahwa pencoretan anak kalimat pada sila pertama Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, oleh PPKI adalah suatu pengkhianatan oleh golongan nasionalis dan kristen. Karena Rumus Pancasila II telah diterima secara bulat oleh BBUPKI pada tanggal 17 Juli 1945.
Selanjutnya melalui aksi militer Belanda ke-I dan ke- II , dan dibentuknya negara-negara bagian oleh Belanda, pemberontakan PKI di Madiun, statemen Roem Royen yang mengembalikan Bung Karno dan kawan-kawannya dari Bangka ke Jogjakarta, sedangkan Presiden darurat RI pada waktu itu ialah Mr. Syafruddin Prawiranegara, sampailah sejarah negara kita kepada konfrensi meja bundar di Den Haag (Nederland). Konfrensi ini berlangsung dari tanggal 23 Agustus 1949 sampai tanggal 2 November 1949. dengan ditandatanganinya “Piagam Persetujuan” antara delegasi Republik Indonesia dan delegasi pertemmuan untuk permusyawaratan federal (B.F.O.) mengenai “Konstitusi Republik Indinesia Serikat” (RIS) di Seyeningen pada tanggal 29 Oktober 1949, maka ikut berubahlah Rumus Pancasila III menjadi Rumus Pancasila IV. Rumus Pancasila IV ini termuat dalam muqadimah Undang-Undang Dasar Republik Indinesia Serikat (RIS), yang bunyinya sebagai berikut:
Mukadimah
Kami bangsa Indonesia semenjak berpuluh-puluh tahun lamanya bersatu padu dalam perjuangan kemerdekaan, dengan senantiasa berhati teguh berniat menduduki hak hidup sebagai bangsa yang merdeka berdaulat.
Ini dengan berkat dan rahmat Tuhan telah sampailah kepada ringkatan sejarah yang berbahagia dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam satu piagam negara yang berbentuk Republik Federasi berdasarkan pengakuan “Ketuhanan Yang Maha Esa, Peri kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan keadilan sosial.”
Untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.
Secara jelasnya Rumus Pancasila IV atau pancasila menurut mukadimah Undang-Undang Dasar RIS tanggal 29 Oktober 1949, adalah sebagai berikut;
a. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b. Peri-Kemanusiaan.
c. Kebangsaan.
d. Kerakyatan dan
e. Keadilan sosial
Perubahan yang terjadi antara Rumus Pancasila II dengan Rumus Pancasila IV adalah perubahan redaksional yang sangat banyak, yang sudah barang tentu akan membawa akibat pengertian pancasila itu menjadi berubah pula.
Republik Indinesia Serikat tidak berumur sampai 1 tahun. Pada tanggal 19 Mei 1950 ditanda tangani “Piagam Persetujuan” antara pemerintah RIS dan pemerintah RI. Dan pada tanggal 20 Juli 1950 dalam pernyataan bersama kedua pemerintah dinyatakan, antara lain menyetujui rencana Undang-Undang Dasar sementara negara kesatuan Republik Indonesia seperti yang dilampirkan pada pernyataan bersama”. Pembukaan Undang-Undang Dasar sementara negara kesatuan Repiblik Indonesia seperti yang dilampirkan pada pernyataan bersama. Pembukaan Undang-Undang Dasar sementara 1950, yang didalamnya terdapat rumus Pancasila, adalah sebagai berikut;
Mukadimah
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Dengan berkat dan rahmat Tuhan tercapailah tingkat sejarah yang berbahagia dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk Republik Kesatuan, berdasarkan pengakuan ketuhanan yang maha esa, peri kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan yang berdaulat sempurna”.
Untuk jelasnya Rumus Pancasila di dalam mukadimah Undang-Undang Dasar sementara dapat disusun sebagai berikut;
a) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b) Peri-Kemanusiaan.
c) Kebangsaan.
d) Kerakyatan dan
e) Keadilan sosial.
Rumus Pancasila dalam mukadimah Undang-Undang Dasar sementara adalah merupakan rumus pancasila V. dan ternyata antara Rumus Pancasila IV dan Rumus Pancasila V tidak ada perubahan baik sistimatikanya maupun redaksinya.
Tetapi setelah dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang menyatakan “Pembubaran kostituante dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar 1945”, Rumus Pancasila mengalami perubahan, baik redaksinya maupun pengertiannya secara esensial dan mendasar. Sebab setelah itu Bung Karno merumuskan Pancasila dengan menggunakan “ Teori Perasan” yaitu pancasila itu diperasnya menjadi tri sila ( tiga sila) : sosionasionalisme (yang mencakup kebangsaan Indonesia dan peri kemanusiaan); Sosio demokrasi (yang mencakup demokrasi dan kesejahteraan sosial dan ketuhanan. Trisila ini diperas lagi menjadi Ekasila (satu sila); Ekasila itu tidak lain ialah gotong-royong. Dan gotong royong diwujudkan oleh Bung Karno dalam bentuk nasakom (nasional, agama dan komunis).
Lebih jelasnya teori perasan Bung Karno dapat disusun sebagai berikut:
1. Pancasila itu diperasnya menjadi tri sila (tiga sila).
2. Trisila terdiri atas:
a) Sosionasionalisme
b) Sosio
c) Ketuhanan.
3. Trisila diperas menjadi Ekasila
4. Ekasila yaitu gotong-royong.
Teori perasan Bung Karno ni bukan masalah baru, tetapi itulah hakekat Pancasila yang ia lahirkan pada tanggal 1 Juni 1945; dan hal ini dapat dilihat dari pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di depan BPUPKI, yang antara lain berbunyi, “Atau barang kali ada saudara-saudara yang tidak senang adas bilangan itu ? Saya boleh peras sehingga tinggal tiga saja. Saudara Tanya kepada saya apakah perasan tiga perasan itu ? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia, Weltanschaung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme; kebangsaan dan peri kemanusiaan, saya peras menjadi satu : itulah yang dahulu saya namakan socio-nationalisme. Dan demokresi yang bukan demokrasi barat, tetapi pilitiek economiche democratie, yaitu pilitieke democratie dengan sociale rechtvaardigheid, demikrasi dengan kesejahteraan saya peraskan pula menjadi satu. Inilah yang dulu saya namakan socio democratie.
Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain.
Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socionationalisme, sociodemocratie dan ketuhanan. Kalau tuan senang dengan simbul tiga ambillah yang tiga ini. Tetapui barangkali tidak semua tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu dasar saja ? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu ? ……Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan gotong-royong ! alangkah hebatnya ! negara gotong-royong.
Selain “teori perasan’ Pancasila, Bung Karno menjabarkan dan melengkapi Pancasila itu dengan Manifesto Politik ( Manipol ) dan USDEK ( Undang-Undang Dasar 45, Sosialisme Indonesis, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribaian Indonesia). Hal ini bisa kita jumpai di dalam “Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi”, ynag antara lain menyatakan : “Ada orang menanya : Kepada Manifesto Polotik ? Kan kita sudah mempunyai Pancasila? Manifesto Politik adalan pancaran dari Pancasila; USDEK adalah pemancaran dari pada Pancasila. Manifesto Politik, USDEK dan Pancasila adalah terjalin satu salam lain. Manifesto politik, USDEK dan pancasila tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jika saya harus mengambil qiyas agama – sekadar qiyas – maka saya katakan : Pancasila adalah semacam Qur’annya dan Manifesto Politik dan USDEK adalah semacam Hadits-haditsnya. Awas saya tidak mengatakan bahwa Pancasila adalah Qur’an dan Manifsesto Politik dan USDEK adalah hadits ! Qur’an dan Hadits shahih merupakan satu kesatuan, – maka pancasila dan Manifesto politik dan USDEK adalah merupakan satu kesatuan. Teori perasan Pancasila yang dilengkapi dengan manifesto Politik dan USDEK adalah merupakan Rumus Pancasila VI.
Dengan Naskaom memberi peluang yang besar kepada golongan komunis seperti Partai Komunis Indonesia ( PKI ) untuk memasuki berbagai instansi sipil dan militer. Dominasi komunis di dalam pemerintahan dan berbagai sektor kehidupan, memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan kudeta dan perebutan kekuasaan; meletuslah Gerakan 30 September PKI.
Meletusnya G 30 S / PKI dari kandungan Nasakom, yang membawa runtuhnya rezim Orde Lama, menurut regim Orde baru disebabkan oleh penyelewengan pancasila dari rel yang sebenarnya. Oleh karena itu rezim Orde Baru mencanangkan semboyan “Laksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen”.
Menurut Orde baru, khususnya angkatan ’66, bahwa penyelewengan Pancasila oleh rezim orde Lama disebabkan “belum jelasnya filsafat Pancasila dan belum adanya tafsiran yang terperinci”. Pendapat ini bisa dilihat dari kesimpulan “Simposium Kebangkitan Generasi ’66 Menjelajah Tracee baru”, yang diselenggarakan pada tanggal 6 mei 1966, bertempat di Universitas Indonesia; yang isinya antara lain sebagai berikut :
Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang dasar ’45
pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.”
Dan juga terdapat dalam pasal 3 yang berbunyi: “MPR menetapkan undang-undang dasar dan garis-garis besar pada haluan negara.”
Sifat dari Ketuhanan Yang Maha Esa, apabila dalam tindakan sehari hari tidak ada unsur unsur yang mengandung:
• Sifat sifat menjunjung tinggi Perikemanusiaan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat Keadilan Sosial & Kesejahteraan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat mengedepankan Persatuan masyarakat diatas kepentingan pribadi atau golongan sesuai UUD yang syah
• Menjunjung tinggi Kedaulatan Kerakyatan yang berdasarkan UUD yang syah.
Sifat dan arti dari Perikemanusiaan, apabila dalam tindakan sehari hari tidak ada unsur unsur yang mengandung:
• Sifat sifat menjunjung tinggi keragamaan Beragama dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat Keadilan Sosial & Kesejahteraan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat mengedepankan Persatuan masyarakat diatas kepentingan pribadi atau golongan sesuai UUD yang syah
• Menjunjung tinggi Kedaulatan Kerakyatan yang berdasarkan UUD yang syah.
Sifat dan arti dari Keadilan Sosial, apabila dalam tindakan sehari hari tidak ada unsur unsur yang mengandung:
• Sifat sifat menjunjung tinggi keragamaan Beragama dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat menjunjung tinggi Perikemanusiaan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat mengedepankan Persatuan masyarakat diatas kepentingan pribadi atau golongan sesuai UUD yang syah
• Menjunjung tinggi Kedaulatan Kerakyatan yang berdasarkan UUD yang syah.
Sifat dan arti dari Persatuan, apabila dalam tindakan sehari hari tidak ada unsur unsur yang mengandung:
• Sifat sifat menjunjung tinggi keragamaan Beragama dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat Keadilan Sosial & Kesejahteraan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat menjunjung tinggi Perikemanusiaan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Menjunjung tinggi Kedaulatan Kerakyatan yang berdasarkan UUD yang syah.
Sifat dan arti dari Kedaulatan Rakyat, apabila dalam tindakan sehari hari tidak ada unsur unsur yang mengandung:
• Sifat sifat menjunjung tinggi keragamaan Beragama dalam bermasyarakat
• Sifat sifat Keadilan Sosial & Kesejahteraan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah
• Sifat sifat mengedepankan Persatuan masyarakat diatas kepentingan pribadi atau golongan
• Sifat sifat menjunjung tinggi Perikemanusiaan dalam bermasyarakat sesuai UUD yang syah.
d. Isi Pancasila
Sedangkan isi dari Pancasila adalah sebagai berikut :
1. Ketuhanan yang Maha Esa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
e. Sejarah Terbentuknya Pancasila
Mari kita telusuri fakta-fakta sejarah tentang kelahiran pancasila. Dalam rapat BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945, Bung Karno menyatakan antara lain:”Saya mengakui, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, saya dipengaruhi seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, – katanya : jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan seluruh dunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 1917. akan tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, ia adalah Dr. Sun Yat Sen ! Di dalam tulisannya “San Min Cu I” atau “The THREE people’s Principles”, saya mendapatkan pelajaran yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh“The THREE people’s Principles” itu. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah bahwasanya Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat dengan sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, -sampai masuk ke liang kubur.”
Lebih lanjut ketika membicarakan prinsip keadilan sosial, Bung Karno, sekali lagi menyebutkan pengaruh San Min Cu I karya Dr. Sun Yat Sen:”Prinsip nomor 4 sekarang saya usulkan. Saya didalam tiga hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu kesejahteraan, prinsip: tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Saya katakan tadi prinsipnya San Min Cu I ialah “Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” : Nationalism, democracy, socialism. Maka prinsip kita …..harus …… sociale rechtvaardigheid.”
Pada bagian lain dari pidato Bung Karno tersebut, dia menyatakan:”Maka demikian pula jikalau kita mendirikan negara Indonesia merdeka, Paduka tuan ketua, timbullah pertanyaan: Apakah Weltanschaung” kita, untuk mendirikan negara Indonesia merdeka di atasnya?Apakah nasional sosialisme ? ataukah historisch-materialisme ? Apakah San Min Cu I, sebagai dikatakan oleh Dr. Sun Yat Sen ? Di dalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka, tapi “Weltanschaung” telah dalam tahun 1885, kalau saya tidak salah, dipikirkan, dirancangkan. Di dalam buku “The THREE people’s Principles” San Min Cu I,-Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” : Nationalisme, demokrasi, sosialisme,- telah digunakan oleh Dr. Sun Yat Sen Weltanschaung itu, tapi batu tahun 1912 beliau mendirikan negara baru di atas “Weltanschaung” San Min Cu I itu, yang telah disediakan terlebih dahulu berpuluh-puluh tahun.” (Tujuh Bahan Pokok demokrasi, Dua – R. Bandung, hal. 9-14.)
Pengaruh posmopolitanisme (internasionalisme) kaya A. Baars dan San Min Cu I kaya Dr. Sun Yat Sen yang diterima bung Karno pada tahun 1917 dan 1918 disaat ia menduduki bangku sekolah H.B.S. benar-benar mendalam. Ha ini dapat dibuktikan pada saat Konprensi Partai Indonesia (partindo) di Mataram pada tahun 1933, bung Karno menyampaikan gagasan tentang marhaennisme, yang pengertiannya ialah :
1. Sosio – nasionalisme, yang terdiri dari : Internasionalisme, Nasionalisme
2. Sosio – demokrasi, yang tersiri dari : Demokrasi, Keadilan sosial.
Jadi marhaenisme menurut Bung Karno yang dicetuskan pada tahun 1933 di Mataram yaitu : Internasionalisme ; Nasionalisme ; Demokrasi : Keadilan sosial. (Endang Saifuddin Anshari MA. Piagam Jakarta, 22 Juni 1945, Pustaka Bandung1981, hql 17-19.)
Dan jika kita perhatikan dengan seksama, akan jelas sekali bahwa 4 unsur marhainisme seluruhnya diambil dari Internasionalisme milik A. Baars dan Nasionalisme, Demokrasi serta keadilan sosial (sosialisme) seluruhnya diambil dari San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
Sekarang marilah kita membuktikan bahwa pancasila yang dicetuskan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI adalah sama dengan Marheinisme yang disampaikan dalam Konprensi Partindo di Mataram pada tahun 1933, yang itu seluruhnya diambil dari kosmopolitanisme milik A. Baars dan San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen. Di dalam pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945 itu antara lain berbunyi :”Saudara-saudara ! Dasar negara telah saya sebutkan, lima bilangannya. Inikah Panca Dharma ? Bukan !Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar…..Namanya bukan Panca Dharma, tetaoi….saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa…..namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. Kelima sila tadi berurutan sebagai berikut:
(a) Kebangsaan Idonesia;
(b) Internasionalisme atau peri-kemanusiaan;
(c) Mufakat atau domokrasi;
(d) Kesejahteraan sosial;
(e) Ke-Tuhanan.
(Pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945 dimuat dalam “20 tahun Indonesia Merdeka” Dep. Penerangan RI. 1965.)
Kelima sila dari Pancasila Bung Karno ini, kita cocokkan dengan marhaenisme Bung Karno adalah persis sama, Cuma ditambah dengan Ke Tuhanan. Untuk lebih jelasnya baiklah kita susun sebagai berikut:
(a) Kebangsaan Indonesia berarti sama dengan nasionalisme dalam marhaenisme, juga sama dengan nasionalisme milik San Min Cu I milik Dr. Sun yat Sen, Cuma ditambah dengan kata-kata Indonesia.
(b) Internasionalisme atau peri-kemanusiaan berarti sama dengan internasionalisme dalam marhaenisme, juga sama dengan internasionalisme (kosmopolitanisme) milik A. Baars.
(c) Mufakat atau demokrasi berarti sama dengan demokrasi dalam marhaenisme, juga sama dengan demokrasi dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen;
(d) Kesejahteraan sosial berarti sama dengan keadilan sosial dalam marhaenisme, juga berarti sama dengan sosialisme dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
(e) Ke-Tuhanan yang diambil dari pendapat-pendapat para pemimpin Islam, yang berbicara lebih dahulu dari Bung Karno, di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945.
Dengan cara mencocokkan seperti ini, berarti nampak dengan jelas bahwa Pancasila yang dicetuskan oleh Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945, yang merupakan”Rumus Pancasila I”, sehingga dijadikan Hari Lahirnya Pancasila, berasal dari 3 sumber yaitu:
a) Dari San Min Cu I Dr. Sun Yat Sen (Cina);
b) Dari internasionalisme (kosmopolitanisme A. Baars (Belanda).
c) Dari umat Islam.
Jadi Pancasila 1 juni 1945, adalah bersumber dari : (1) Cina; (2) Belanda; dan (3) Islam. Dengan begitu bahwa pendapat yang menyatakan Pancasila itu digali dari bumi Indonesia sendiri atau dari peninggalan nenek moyang adalah sangat keliru dan salah !
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa sebelum sidang pertama BPUPKI itu berakhir, dibentuklah satu panitia kecil untuk :
a) Merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar negara, berdasarkan pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945.
b) Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamirkan Indonesia merdeka.
Dari dalam panitia kecil itu dipilih lagi 9 orang untuk menyelenggarakan tugas itu. Rencana mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni 1945, yang kemudian diberikan nama dengan “Piagam Jakarta”.
Piagam Jakarta berbunyi:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Alloh Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan ikut melasanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum Dasar Negara Indonesia yang berdasar kedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada : Ke- Tuhanan, dengan menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk – kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indinesia.”
Jakarta, 22-6-1605.
Ir. SOEKARNO ;
Drs. Mohammad Hatta ;
Mr. A.A Maramis ;
Abikusno Tjokrosujoso ;
Abdul Kahar Muzakir ;
H.A. Salim ;
Mr. Achmad Subardjo ;
Wachid Hasjim ;
Mr. Muhammad Yamin
(Moh. Hatta dkk. Op.cit. hal. 30-32)
Dengan begitu, maka Pancasila menurut Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan ini merupakan Rumus Pancasila II, berbeda dengan Rumus Pancasila I. Lebih jelasnya Rumus Pancasila II ini adalah sebagai berikut ;
1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab ;
3. Persatuan Indonesia ;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan ;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumus Pancasila II ini atau lebih dikenal dengan Pancasila menurut Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, baik mengenai sitimatikanya maupun redaksinya sangat berbeda dengan Rumus Pancasila I atau lebih dikenal dengan Pancasila Bung Karno tanggal 1 juni 1945. pada rumus pancasila I, Ke-Tuhanan yang berada pada sila kelima, sedangkan pada Rumus Pancasila II, ke-Tuhanan ada pada sila pertama, ditambah dengan anak kalimat – dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Kemudian pada Rumus Pancasila I, kebangsaan Indonesia yang berada pada sila pertama, redaksinya berubah sama sekali menjadi Persatuan Indonesia pada Rumus Pancasila II, dan tempatnyapun berubah yaitu pada sila ketiga. Demikian juga pada Rumus Pancasila I . Internasionalisme atau peri kemanusiaan, yang berada pada sila kedua, redaksinya berubah menjadi Kemanusiaan yang adil dan beradab. Selanjutnya pada Rumus Pancasila I, Mufakat atau Demokrasi, yang berbeda pada sila ketiga, redaksinya berubah sama sekali pada Rumus Pancasila II, yaitu menjadi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan menempati sila keempat. Dan juga pada Rumus Pancasila I, kesejahteraan sosial yang berada pada sila keempat, baik redaksinya, maka Pancasila pada Rumus II ini, tentunya mempunyai pengertian yang jauh berbeda dengan Pancasila pada Rumus I.
Rumus Pancasila II ini atau yang lebih populer dengan nama Pancasila menurut Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945, yang dikerjakan oleh panitia 9, maka pada rapat terakhir BPUPKI pada tanggal 17 Juni 1945, secara bulat diterima rumus Pancasila II ini.
Sehari sesudah proklamasi, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, terjadilah rapat “Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (PPKI). Panitia ini dibentuk sebelum proklamasi dan mulai aktip bekerja mulai tanggal 9 Agustus 1945 dengan beranggotakan 29 orang. Dengan mempergunakan rancangan yang telah dipersiapkan oleh BPUPKI, maka PPKI dapat menyelesiakan acara hari itu, yaittu:
a) Menetapkan Undang-Undang Dasar ; dan
b) Memilih Presidan dan Wakil Presiden dalam waktu rapat selama 3 jam.
Dengan demikian terpenuhilah keinginan Bung Karno yang diucapkan pada waktu membuka rapat itu sebagai ketua panitia dengan kata-kata sebagai berikut ; “Tuan-tuan sekalian tentu mengetahui dan mengakui, bahwa kita duduk di dalam suatu zaman yang beralih sebagai kilat cepatnya. Maka berhubungan dengan itu saya minta sekarang kepada tuan-tuan sekalian, supaya kitapun bertindak di dalam sidang ini dengan kecepatan kilat.”
Sedangkan mengenai sifat dari Undang-Undang Dasarnya sendiri Bung Karno berkata:”Tuan-tuan tentu mengerti bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar sementara, Undang-Undang Dasar Kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutie grodwet. Nanti kita akan membuat undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan, agar kita ini harus bisa selesai dengan Undang-Undang Dasar itu.”
Dalam beberapa menit saja, tanpa ada perdebatan yang substansil disahkan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, dengan beberapa perubahan, khususnya dalam rumus pancasila. (Pranoto Mangkusasmito, Pancasila dan sejarahnya, Lembaga Riset Jakarta, 1972, hal. 9-11.)
Adapun Pembukaan undang-Undang Dasar, yang didalamnya terdapat Rumus Pancasila II, yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, adalah sebagai berikut :
PEMBUKAAN
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat Rahmat Alloh Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melasanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam satu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada : Ke- Tuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dengan demikian disahkannya Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, maka Rumus Pancasila mengalami perubahan lagi, yaitu:
1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab ;
3. Persatuan Indonesia ;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan ;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perubahan esensial dari Rumus Pancasila II atau Pancasila menurut Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 dengan Rumus Pancasila III atau Pancasila menurut Pembukaan Undang-Undang Dasar tanggal 18 Agustus 1945, yaitu pada sila pertama “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” diganti dengan “Ke-Tuhanan Yang Maha Esa” . perubahan ini ternyata dikemudian hari menumbuhkan benih pertentangan sikap dan pemikiran yang tak kunjung berhenti sampai hari ini. Sebab umat Islam menganggap bahwa pencoretan anak kalimat pada sila pertama Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, oleh PPKI adalah suatu pengkhianatan oleh golongan nasionalis dan kristen. Karena Rumus Pancasila II telah diterima secara bulat oleh BBUPKI pada tanggal 17 Juli 1945.
Selanjutnya melalui aksi militer Belanda ke-I dan ke- II , dan dibentuknya negara-negara bagian oleh Belanda, pemberontakan PKI di Madiun, statemen Roem Royen yang mengembalikan Bung Karno dan kawan-kawannya dari Bangka ke Jogjakarta, sedangkan Presiden darurat RI pada waktu itu ialah Mr. Syafruddin Prawiranegara, sampailah sejarah negara kita kepada konfrensi meja bundar di Den Haag (Nederland). Konfrensi ini berlangsung dari tanggal 23 Agustus 1949 sampai tanggal 2 November 1949. dengan ditandatanganinya “Piagam Persetujuan” antara delegasi Republik Indonesia dan delegasi pertemmuan untuk permusyawaratan federal (B.F.O.) mengenai “Konstitusi Republik Indinesia Serikat” (RIS) di Seyeningen pada tanggal 29 Oktober 1949, maka ikut berubahlah Rumus Pancasila III menjadi Rumus Pancasila IV. Rumus Pancasila IV ini termuat dalam muqadimah Undang-Undang Dasar Republik Indinesia Serikat (RIS), yang bunyinya sebagai berikut:
Mukadimah
Kami bangsa Indonesia semenjak berpuluh-puluh tahun lamanya bersatu padu dalam perjuangan kemerdekaan, dengan senantiasa berhati teguh berniat menduduki hak hidup sebagai bangsa yang merdeka berdaulat.
Ini dengan berkat dan rahmat Tuhan telah sampailah kepada ringkatan sejarah yang berbahagia dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam satu piagam negara yang berbentuk Republik Federasi berdasarkan pengakuan “Ketuhanan Yang Maha Esa, Peri kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan keadilan sosial.”
Untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.
Secara jelasnya Rumus Pancasila IV atau pancasila menurut mukadimah Undang-Undang Dasar RIS tanggal 29 Oktober 1949, adalah sebagai berikut;
a. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b. Peri-Kemanusiaan.
c. Kebangsaan.
d. Kerakyatan dan
e. Keadilan sosial
Perubahan yang terjadi antara Rumus Pancasila II dengan Rumus Pancasila IV adalah perubahan redaksional yang sangat banyak, yang sudah barang tentu akan membawa akibat pengertian pancasila itu menjadi berubah pula.
Republik Indinesia Serikat tidak berumur sampai 1 tahun. Pada tanggal 19 Mei 1950 ditanda tangani “Piagam Persetujuan” antara pemerintah RIS dan pemerintah RI. Dan pada tanggal 20 Juli 1950 dalam pernyataan bersama kedua pemerintah dinyatakan, antara lain menyetujui rencana Undang-Undang Dasar sementara negara kesatuan Republik Indonesia seperti yang dilampirkan pada pernyataan bersama”. Pembukaan Undang-Undang Dasar sementara negara kesatuan Repiblik Indonesia seperti yang dilampirkan pada pernyataan bersama. Pembukaan Undang-Undang Dasar sementara 1950, yang didalamnya terdapat rumus Pancasila, adalah sebagai berikut;
Mukadimah
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Dengan berkat dan rahmat Tuhan tercapailah tingkat sejarah yang berbahagia dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk Republik Kesatuan, berdasarkan pengakuan ketuhanan yang maha esa, peri kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan yang berdaulat sempurna”.
Untuk jelasnya Rumus Pancasila di dalam mukadimah Undang-Undang Dasar sementara dapat disusun sebagai berikut;
a) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b) Peri-Kemanusiaan.
c) Kebangsaan.
d) Kerakyatan dan
e) Keadilan sosial.
Rumus Pancasila dalam mukadimah Undang-Undang Dasar sementara adalah merupakan rumus pancasila V. dan ternyata antara Rumus Pancasila IV dan Rumus Pancasila V tidak ada perubahan baik sistimatikanya maupun redaksinya.
Tetapi setelah dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang menyatakan “Pembubaran kostituante dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar 1945”, Rumus Pancasila mengalami perubahan, baik redaksinya maupun pengertiannya secara esensial dan mendasar. Sebab setelah itu Bung Karno merumuskan Pancasila dengan menggunakan “ Teori Perasan” yaitu pancasila itu diperasnya menjadi tri sila ( tiga sila) : sosionasionalisme (yang mencakup kebangsaan Indonesia dan peri kemanusiaan); Sosio demokrasi (yang mencakup demokrasi dan kesejahteraan sosial dan ketuhanan. Trisila ini diperas lagi menjadi Ekasila (satu sila); Ekasila itu tidak lain ialah gotong-royong. Dan gotong royong diwujudkan oleh Bung Karno dalam bentuk nasakom (nasional, agama dan komunis).
Lebih jelasnya teori perasan Bung Karno dapat disusun sebagai berikut:
1. Pancasila itu diperasnya menjadi tri sila (tiga sila).
2. Trisila terdiri atas:
a) Sosionasionalisme
b) Sosio
c) Ketuhanan.
3. Trisila diperas menjadi Ekasila
4. Ekasila yaitu gotong-royong.
Teori perasan Bung Karno ni bukan masalah baru, tetapi itulah hakekat Pancasila yang ia lahirkan pada tanggal 1 Juni 1945; dan hal ini dapat dilihat dari pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di depan BPUPKI, yang antara lain berbunyi, “Atau barang kali ada saudara-saudara yang tidak senang adas bilangan itu ? Saya boleh peras sehingga tinggal tiga saja. Saudara Tanya kepada saya apakah perasan tiga perasan itu ? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia, Weltanschaung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme; kebangsaan dan peri kemanusiaan, saya peras menjadi satu : itulah yang dahulu saya namakan socio-nationalisme. Dan demokresi yang bukan demokrasi barat, tetapi pilitiek economiche democratie, yaitu pilitieke democratie dengan sociale rechtvaardigheid, demikrasi dengan kesejahteraan saya peraskan pula menjadi satu. Inilah yang dulu saya namakan socio democratie.
Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain.
Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socionationalisme, sociodemocratie dan ketuhanan. Kalau tuan senang dengan simbul tiga ambillah yang tiga ini. Tetapui barangkali tidak semua tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu dasar saja ? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu ? ……Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan gotong-royong ! alangkah hebatnya ! negara gotong-royong.
Selain “teori perasan’ Pancasila, Bung Karno menjabarkan dan melengkapi Pancasila itu dengan Manifesto Politik ( Manipol ) dan USDEK ( Undang-Undang Dasar 45, Sosialisme Indonesis, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribaian Indonesia). Hal ini bisa kita jumpai di dalam “Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi”, ynag antara lain menyatakan : “Ada orang menanya : Kepada Manifesto Polotik ? Kan kita sudah mempunyai Pancasila? Manifesto Politik adalan pancaran dari Pancasila; USDEK adalah pemancaran dari pada Pancasila. Manifesto Politik, USDEK dan Pancasila adalah terjalin satu salam lain. Manifesto politik, USDEK dan pancasila tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jika saya harus mengambil qiyas agama – sekadar qiyas – maka saya katakan : Pancasila adalah semacam Qur’annya dan Manifesto Politik dan USDEK adalah semacam Hadits-haditsnya. Awas saya tidak mengatakan bahwa Pancasila adalah Qur’an dan Manifsesto Politik dan USDEK adalah hadits ! Qur’an dan Hadits shahih merupakan satu kesatuan, – maka pancasila dan Manifesto politik dan USDEK adalah merupakan satu kesatuan. Teori perasan Pancasila yang dilengkapi dengan manifesto Politik dan USDEK adalah merupakan Rumus Pancasila VI.
Dengan Naskaom memberi peluang yang besar kepada golongan komunis seperti Partai Komunis Indonesia ( PKI ) untuk memasuki berbagai instansi sipil dan militer. Dominasi komunis di dalam pemerintahan dan berbagai sektor kehidupan, memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan kudeta dan perebutan kekuasaan; meletuslah Gerakan 30 September PKI.
Meletusnya G 30 S / PKI dari kandungan Nasakom, yang membawa runtuhnya rezim Orde Lama, menurut regim Orde baru disebabkan oleh penyelewengan pancasila dari rel yang sebenarnya. Oleh karena itu rezim Orde Baru mencanangkan semboyan “Laksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen”.
Menurut Orde baru, khususnya angkatan ’66, bahwa penyelewengan Pancasila oleh rezim orde Lama disebabkan “belum jelasnya filsafat Pancasila dan belum adanya tafsiran yang terperinci”. Pendapat ini bisa dilihat dari kesimpulan “Simposium Kebangkitan Generasi ’66 Menjelajah Tracee baru”, yang diselenggarakan pada tanggal 6 mei 1966, bertempat di Universitas Indonesia; yang isinya antara lain sebagai berikut :
Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang dasar ’45
pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.”
Dan juga terdapat dalam pasal 3 yang berbunyi: “MPR menetapkan undang-undang dasar dan garis-garis besar pada haluan negara.”
2.3 Pembangunan SDM Berdasarkan Pancasila
1. Sumber Daya Manusia
Proses perencanaan sumber daya manusia adalah merupakan suatu proses yang terus menerus berjalan selama organisasi itu ada dan bagi seorang tenaga kerja proses perencanaan sumberdaya manusia akan terasa sejak ia akan masuk kedalam organisasi hingga ia keluar dari organisasi. Walaupun demikian proses perencanaan sumberdaya manusia tidak selalu dapat memberikan jawaban yang tepat terhadap kebutuhan organisasi, karena sering perubahan-perubahan lingkungan organisasi yang bersifat mikro maupun yang bersifat makro kadang-kadang berubah tanpa dapat diduga dan untuk organisasi kecil proses ini tidak terlalu menguntungkan secara efisien dan efektif.
Handoko (1992) menyatakan perenca-naan sumberdaya manusia meliputi penentuan jabatan jabatan yang harus diisi, kemampuan yang dibutuhkan karyawan untuk melaksanakan tugas tersebut, jumlah karya-wan yang dibutuhkan, pemahaman pasar tenaga kerja, dan pertimbangan kondisi permintaan dan penawaran sumberdaya manusia, Werther dan Davis (1993) menyatakan perencanaan sumber daya manusia adalah prakiraan yang sistematis dari organisasi untuk melihat masa depan tentang penawaran dan permintaan tenaga kerja dengan menentukan jumlah dan tipe tenaga kerja yang dibutuhkan, dimana bagian sumber daya manusia dapat merencanakan langkah-langkah penarikan, seleksi, perenca-naan kader dan aktivitas sumber daya manusia lainnya, dan Mondy dan Noe (1990) menyebutkan perencanaan sumberdaya manusia merupakan suatu proses yang secara sistematis memeriksa kembali persyaratan-persyaratan sumber daya manusia untuk memastikan bahwa jumlah pegawai yang dibutuhkan dengan skill yang disyaratkan, tersedia pada saat diperlukan. lni merupakan proses memadukan ketersediaan sumber daya manusia di dalam dan diluar perusahaan dengan antisipasi lowongan kerja dari perusahaan dalam suatu waktu atau periode.
Dengan demikian pada dasarnya perencanaan sumberdaya manusia adalah menentukan tentang kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yang dibutuhkan oleh organisasi atau dapat dikatakan perencanaan sumberdaya manusia merupakan suatu proses didalam mencari orang yang tepat yang disiapkan pada tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat (The Right Man in The Right Place and The Right Time).
2. Pengertian Pancasila
1. Sumber Daya Manusia
Proses perencanaan sumber daya manusia adalah merupakan suatu proses yang terus menerus berjalan selama organisasi itu ada dan bagi seorang tenaga kerja proses perencanaan sumberdaya manusia akan terasa sejak ia akan masuk kedalam organisasi hingga ia keluar dari organisasi. Walaupun demikian proses perencanaan sumberdaya manusia tidak selalu dapat memberikan jawaban yang tepat terhadap kebutuhan organisasi, karena sering perubahan-perubahan lingkungan organisasi yang bersifat mikro maupun yang bersifat makro kadang-kadang berubah tanpa dapat diduga dan untuk organisasi kecil proses ini tidak terlalu menguntungkan secara efisien dan efektif.
Handoko (1992) menyatakan perenca-naan sumberdaya manusia meliputi penentuan jabatan jabatan yang harus diisi, kemampuan yang dibutuhkan karyawan untuk melaksanakan tugas tersebut, jumlah karya-wan yang dibutuhkan, pemahaman pasar tenaga kerja, dan pertimbangan kondisi permintaan dan penawaran sumberdaya manusia, Werther dan Davis (1993) menyatakan perencanaan sumber daya manusia adalah prakiraan yang sistematis dari organisasi untuk melihat masa depan tentang penawaran dan permintaan tenaga kerja dengan menentukan jumlah dan tipe tenaga kerja yang dibutuhkan, dimana bagian sumber daya manusia dapat merencanakan langkah-langkah penarikan, seleksi, perenca-naan kader dan aktivitas sumber daya manusia lainnya, dan Mondy dan Noe (1990) menyebutkan perencanaan sumberdaya manusia merupakan suatu proses yang secara sistematis memeriksa kembali persyaratan-persyaratan sumber daya manusia untuk memastikan bahwa jumlah pegawai yang dibutuhkan dengan skill yang disyaratkan, tersedia pada saat diperlukan. lni merupakan proses memadukan ketersediaan sumber daya manusia di dalam dan diluar perusahaan dengan antisipasi lowongan kerja dari perusahaan dalam suatu waktu atau periode.
Dengan demikian pada dasarnya perencanaan sumberdaya manusia adalah menentukan tentang kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yang dibutuhkan oleh organisasi atau dapat dikatakan perencanaan sumberdaya manusia merupakan suatu proses didalam mencari orang yang tepat yang disiapkan pada tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat (The Right Man in The Right Place and The Right Time).
2. Pengertian Pancasila
Pancasila
yang secara umum ditanggapi sebagai ideologi dan falsafah kehidupan Bangsa
Indonesia merupakan satu warisan dari para leluhur bangsa Indonesia. Isi
Pancasila merupakan mata rantai kehidupan Bangsa Indonesia melalui proses
reinkarnasi ujud kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai kurun
waktunya.
Tanggapan
Pancasila dalam tataran ideologi, seperti halnya ideologi komunisme dan
liberalisme, belum menjadi ujud utuh sebagai sumber kehidupan budaya manusia
yang merupakan bagian dari kehadirannya sebagai satu kesatuan dalam wilayah
atau tempat, pelaku budaya, dan konsistensi ujudnya tetap dilestarikan dalam
kehidupan bersama. Melalui kolaborasi semua hal tersebut, maka nafas Pancasila
akan ujud dalam tatanan kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
sebagai warna sejatinya bangsa ini.
Oleh karena itu, keyakinan kepada isi Pancasila
melalui kesadaran manusia-manusia Indonesia yang sungguh-sungguh mewujudkan
dalam diri serta
bersedia memancarkan aura budaya Pancasila kepada sesama menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perujudan isi Pancasila di bumi yang kita pijak ini.
Kedudukan dan fungsi pancasila bilamana kita kaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan negara, sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif.
Secara umum pengertian pancasila adalah Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu
1. Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh.
2. Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri
3. Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah
4. Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta.
5. Jangan mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras.
Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri, Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh.
3. Hubungan Antara SDM dengan Pancasila
Sesungguhnya nilai dasar filsafat Pancasila demikian, telah terjabar secara filosofis-ideologis dan konstitusional di dalam UUD Proklamasi (pra-amandemen) dan teruji dalam dinamika perjuangan bangsa dan sosial politik 1945 – 1998 (1945 – 1949; 1949 – 1950; 1950 – 1959 dan 1959 – 1998). Reformasi 1998 sampai sekarang, mulai amandemen I – IV: 1999 – 2002 cukup mengandung distorsi dan kontroversial secara fundamental (filosofis-ideologis dan konstitusional) sehingga praktek kepemimpinan dan pengelolaan nasional cukup memprihatinkan.
Berdasarkan analisis normatif filosofis-ideologis dan konstitusional demikian, integritas nasional dan NKRI juga memprihatinkan. Karena, berbagai jabaran di dalam amandemen UUD 45 belum sesuai dengan amanat filosofis-ideologis filsafat Pancasila secara intrinsik. Terbukti, berbagai penyimpangan dalam tatanan dan praktek pengelolaan negara cukup memprihatinkan, terutama dalam fenomena praktek: demokrasi liberal dan ekonomi liberal, serta berbagai kontroversial budaya dan moral sosial politik nasional!
Demi cita-cita nasional yang diamanatkan para pahlawan dan pejuang nasional, khususnya the founding fathers dan PPKI maka semua komponen bangsa sekarang —10 tahun reformasi— berkewajiban untuk merenung (refleksi) dan mawas diri untuk melaksanakan evaluasi dan audit nasional apakah kita sudah sungguh-sungguh menegakkan integritas NKRI berdasarkan Pancasila – UUD 45 sebagai sistem kenegaraan Pancasila dan sistem ideologi nasional.
Kita semua bukan hanya melaksanakan visi-misi reformasi; melainkan secara moral nasional kita berkewajiban menunaikan amanat dan visi-misi Proklamasi, sebagaimana terkandung seutuhnya dalam UUD Proklamasi.
1. Sistem Filsafat Pancasila ditegakkan sebagai Sistem Kenegaraan pancasila
Integritas sistem kenegaraan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45 meliputi asas-asas fundamental dan keunggulan Indonesia Raya berikut :
a. Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Negara
Filsafat Pancasila cukup memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas kedudukan dan martabat manusia (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila mengutamakan asas normatif theisme-religious:
1. Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3. Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila , ialah:
a. manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I).
b. manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan
c. manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya —sebagai terpancar dari akal-budinuraninya— sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Asas-asas fundamental ini memancarkan identitas, integritas dan keunggulan sistem kenegaraan RI (berdasarkan)Pancasila – UUD 4, sebagai sistem kenegaraan Pnacasila.
Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia.
Bagaimana menegakkan, mewariskan, membudayakan dan melestarikan nilai-nilai fundamental kebangsaan dan kenegaraan Indonesia diamanatkan kepada fungsi sistem pendidikan nasional; termasuk kewajiban semua keluarga warga negara Indonesia yang memiliki kesetiaan dan kebanggaan nasional. Juga merupakan kewajiban semua infrastruktur dan suprastruktur dalam wilayah kekuasaan hukum NKRI!
b. Keunggulan Indonesia Raya
Kita bangsa Indonesia wajib bersyukur dan bangga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa bahwa bangsa dan NKRI diberkati dengan berbagai keunggulan potensial, terutama:
1. Keunggulan natural (alamiah): nusantara Indonesia amat luas (15 juta km2, 3 juta km2 daratan + 12 juta km2 lautan, dalam gugusan 17.584 pulau); amat subur dan nyaman iklimnya; amat kaya sumber daya alam (SDA); amat strategis posisi geopolitiknya: sebagai negara bahari (maritim, kelautan) di silang benua dan samudera sebagai transpolitik-ekonomi dan kultural postmodernisme dan masa depan.
2. Keunggulan kuantitas-kualitas manusia ( SDM) sebagai rakyat dan bangsa; merupakan asset primer nasional: 235 juta dengan karakteristika dan jatidiri yang diwarisinya sebagai bangsa pejuang (ksatria). silahkan dievaluasi bagaimana identitas dan kondisi kita sekarang! dalam era reformasi.
3. Keunggulan sosiokultural dengan puncak nilai filsafat hidup bangsa (terkenal sebagai filsafat pancasila) yang merupakan jatidiri nasional, jiwa bangsa, asas kerokhanian negara dan sumber cita nasional sekaligus identitas dan integritas nasional.
4. Keunggulan historis; bahwa bangsa Indonesia memiliki sejarah keemasan: kejayaan negara Sriwijaya (abad VII – XI); dan kejayaan negara Majapahit (abad XIII – XVI) dengan wilayah kekuasaan kedaulatan geopolitik melebihi NKRI sekarang (dari Taiwan sampai Madagaskar).
5. Keunggulan sistem kenegaraan Pancasila sebagai sistem kenegaraan Pencasila, yang terjabar dalam asas konstitusional UUD 45, yang secara ringkas dijelaskan sebagai berikut (II.C).
NKRI menegakkan sistem kenegaraan berdasarkan UUD Proklamasi yang memancarkan asas konstitusionalisme melalui tatanan kelembagaan dan kepemimpinan nasional dengan identitas Indonesia,dengan asas budaya dan asas moral filsafat dengan yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious, sebagai sistem nilai kenegaraan yang unggul untuk menghadapi tantangan zaman.
bersedia memancarkan aura budaya Pancasila kepada sesama menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perujudan isi Pancasila di bumi yang kita pijak ini.
Kedudukan dan fungsi pancasila bilamana kita kaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan negara, sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif.
Secara umum pengertian pancasila adalah Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu
1. Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh.
2. Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri
3. Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah
4. Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta.
5. Jangan mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras.
Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri, Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh.
3. Hubungan Antara SDM dengan Pancasila
Sesungguhnya nilai dasar filsafat Pancasila demikian, telah terjabar secara filosofis-ideologis dan konstitusional di dalam UUD Proklamasi (pra-amandemen) dan teruji dalam dinamika perjuangan bangsa dan sosial politik 1945 – 1998 (1945 – 1949; 1949 – 1950; 1950 – 1959 dan 1959 – 1998). Reformasi 1998 sampai sekarang, mulai amandemen I – IV: 1999 – 2002 cukup mengandung distorsi dan kontroversial secara fundamental (filosofis-ideologis dan konstitusional) sehingga praktek kepemimpinan dan pengelolaan nasional cukup memprihatinkan.
Berdasarkan analisis normatif filosofis-ideologis dan konstitusional demikian, integritas nasional dan NKRI juga memprihatinkan. Karena, berbagai jabaran di dalam amandemen UUD 45 belum sesuai dengan amanat filosofis-ideologis filsafat Pancasila secara intrinsik. Terbukti, berbagai penyimpangan dalam tatanan dan praktek pengelolaan negara cukup memprihatinkan, terutama dalam fenomena praktek: demokrasi liberal dan ekonomi liberal, serta berbagai kontroversial budaya dan moral sosial politik nasional!
Demi cita-cita nasional yang diamanatkan para pahlawan dan pejuang nasional, khususnya the founding fathers dan PPKI maka semua komponen bangsa sekarang —10 tahun reformasi— berkewajiban untuk merenung (refleksi) dan mawas diri untuk melaksanakan evaluasi dan audit nasional apakah kita sudah sungguh-sungguh menegakkan integritas NKRI berdasarkan Pancasila – UUD 45 sebagai sistem kenegaraan Pancasila dan sistem ideologi nasional.
Kita semua bukan hanya melaksanakan visi-misi reformasi; melainkan secara moral nasional kita berkewajiban menunaikan amanat dan visi-misi Proklamasi, sebagaimana terkandung seutuhnya dalam UUD Proklamasi.
1. Sistem Filsafat Pancasila ditegakkan sebagai Sistem Kenegaraan pancasila
Integritas sistem kenegaraan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45 meliputi asas-asas fundamental dan keunggulan Indonesia Raya berikut :
a. Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Negara
Filsafat Pancasila cukup memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas kedudukan dan martabat manusia (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila mengutamakan asas normatif theisme-religious:
1. Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3. Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila , ialah:
a. manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I).
b. manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan
c. manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya —sebagai terpancar dari akal-budinuraninya— sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Asas-asas fundamental ini memancarkan identitas, integritas dan keunggulan sistem kenegaraan RI (berdasarkan)Pancasila – UUD 4, sebagai sistem kenegaraan Pnacasila.
Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia.
Bagaimana menegakkan, mewariskan, membudayakan dan melestarikan nilai-nilai fundamental kebangsaan dan kenegaraan Indonesia diamanatkan kepada fungsi sistem pendidikan nasional; termasuk kewajiban semua keluarga warga negara Indonesia yang memiliki kesetiaan dan kebanggaan nasional. Juga merupakan kewajiban semua infrastruktur dan suprastruktur dalam wilayah kekuasaan hukum NKRI!
b. Keunggulan Indonesia Raya
Kita bangsa Indonesia wajib bersyukur dan bangga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa bahwa bangsa dan NKRI diberkati dengan berbagai keunggulan potensial, terutama:
1. Keunggulan natural (alamiah): nusantara Indonesia amat luas (15 juta km2, 3 juta km2 daratan + 12 juta km2 lautan, dalam gugusan 17.584 pulau); amat subur dan nyaman iklimnya; amat kaya sumber daya alam (SDA); amat strategis posisi geopolitiknya: sebagai negara bahari (maritim, kelautan) di silang benua dan samudera sebagai transpolitik-ekonomi dan kultural postmodernisme dan masa depan.
2. Keunggulan kuantitas-kualitas manusia ( SDM) sebagai rakyat dan bangsa; merupakan asset primer nasional: 235 juta dengan karakteristika dan jatidiri yang diwarisinya sebagai bangsa pejuang (ksatria). silahkan dievaluasi bagaimana identitas dan kondisi kita sekarang! dalam era reformasi.
3. Keunggulan sosiokultural dengan puncak nilai filsafat hidup bangsa (terkenal sebagai filsafat pancasila) yang merupakan jatidiri nasional, jiwa bangsa, asas kerokhanian negara dan sumber cita nasional sekaligus identitas dan integritas nasional.
4. Keunggulan historis; bahwa bangsa Indonesia memiliki sejarah keemasan: kejayaan negara Sriwijaya (abad VII – XI); dan kejayaan negara Majapahit (abad XIII – XVI) dengan wilayah kekuasaan kedaulatan geopolitik melebihi NKRI sekarang (dari Taiwan sampai Madagaskar).
5. Keunggulan sistem kenegaraan Pancasila sebagai sistem kenegaraan Pencasila, yang terjabar dalam asas konstitusional UUD 45, yang secara ringkas dijelaskan sebagai berikut (II.C).
NKRI menegakkan sistem kenegaraan berdasarkan UUD Proklamasi yang memancarkan asas konstitusionalisme melalui tatanan kelembagaan dan kepemimpinan nasional dengan identitas Indonesia,dengan asas budaya dan asas moral filsafat dengan yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious, sebagai sistem nilai kenegaraan yang unggul untuk menghadapi tantangan zaman.
c. Filsafat Pancasila Sebagai Dasar Negara dan
Sistem Ideologi Nasional Tegak sebagai Sistem Kenegaraan pancasila.
Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat Negara pancasila sebagai ideologi nasional Filsafat Pancasila adalah sari dan puncak nilai dalam sosio-budaya bangsa, yang diakui sebagai pandangan hidup bangsa (filsafat hidup, Weltanschauung). Nilai fundamental ini dipraktekkan dalam kehidupan bangsa sepanjang sejarah budaya dan peradabannya. Karenanya, nilai Pancasila teruji kebenaran, kebaikan dan keunggulannya; bahkan memberikan identitas dan integritas nasional Indonesia.
Berdasarkan analisis normatif-filosofis-ideologis bangsa Indonesia, kemudian dirumuskan secara konstitusional di dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945. Kedudukan nilai filsafat Pancasila di dalam Pembukaan UUD tersebut, berfungsi sebagai dasar negara dan ideologi negara; sekaligus sebagai asas kerokhanian negara dan sebagai perwujudan jiwa bangsa (jatidiri bangsa, Volksgeist). Dengan demikian, identitas dan integritas (nasional) Indonesia ialah nilai filsafat Pancasila.
Nilai fundamental filsafat Pancasila juga menjadi sumber motivasi (niat dan tekad) nasional dalam menegakkan kemerdekaan, kedaulatan dan martabat nasional dalam wujud negara Indonesia Merdeka, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (berdasarkan) Pancasila sebagai terkandung dalam UUD Proklamasi 45 seutuhnya. Karenanya, secara filosofis-ideologis dan konstitusional, NKRI dapat dinamakan ( dengan predikat) sebagai sistem kenegaraan pancasila sejajar dan analog dengan berbagai sistem kenegaraan bangsa-bangsa modern : negara liberalisme-kapitalisme, naziisme, sosialisme; zionisme, komunisme, theokratisme, dan fundamentalisme; — yang berkembang dalam kehidupan internasional.
Kedudukan nilai sistem filsafat pancasila (sistem ideology Pancasila ) demikian berfungsi sebagai asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik nasional, sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi yang memandu kehidupan bangsa Indoensia dalam integritas NKRI sebagai sistem kenegaraaan Pancasila. Maknanya, integritas moral (nilai) Pancasila secara konstitusional imperatif memberikan asas budaya dan moral politik nasional Indonesia.
Integritas sistem kenegaraan Pancasila terpancar dalam integritas asas moral dan budaya politik kebangsaan dan kenegaraan Indonesia, sebagai berikut :
1. Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: sila IV): sebagai sistem demokrasi Pancasila .
2. Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI.
3. Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai negara hukum Pancasila
4. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan kenegaraan RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral manusia warga negara dan politik kenegaraan RI.
5. Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungai seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia. Negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan: sila III-IV-V); dengan membudayakan sistem ekonomi kerakyatan sebagai pembudayaan asas Sila V (Ekonomi Pancasila) (M Noor Syam, 2000: XV, 3).
Integritas asas filosofis-ideologis demikian terjabar dalam UUD Proklamasi seutuhnya; karenanya kewajiban semua lembaga negara dan kepemimpinan nasional untuk melaksanakan amanat konstitusional dimaksud; terutama NKRI dengan identitas dan integritas sebagai negara demokratis dan negara hukum untuk menegakkan HAM dengan asas dan praktek budaya dan moral politik yang dijiwai moral filsafat Pancasila yang beridentitas theisme-religious—. Amanat konstitusional ini secara kenegaraan menegakkan asas moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab; dalam NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat) demi supremasi hukum dan keadilan serta keadilan sosial (oleh semua, untuk semua!).
Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat Negara pancasila sebagai ideologi nasional Filsafat Pancasila adalah sari dan puncak nilai dalam sosio-budaya bangsa, yang diakui sebagai pandangan hidup bangsa (filsafat hidup, Weltanschauung). Nilai fundamental ini dipraktekkan dalam kehidupan bangsa sepanjang sejarah budaya dan peradabannya. Karenanya, nilai Pancasila teruji kebenaran, kebaikan dan keunggulannya; bahkan memberikan identitas dan integritas nasional Indonesia.
Berdasarkan analisis normatif-filosofis-ideologis bangsa Indonesia, kemudian dirumuskan secara konstitusional di dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945. Kedudukan nilai filsafat Pancasila di dalam Pembukaan UUD tersebut, berfungsi sebagai dasar negara dan ideologi negara; sekaligus sebagai asas kerokhanian negara dan sebagai perwujudan jiwa bangsa (jatidiri bangsa, Volksgeist). Dengan demikian, identitas dan integritas (nasional) Indonesia ialah nilai filsafat Pancasila.
Nilai fundamental filsafat Pancasila juga menjadi sumber motivasi (niat dan tekad) nasional dalam menegakkan kemerdekaan, kedaulatan dan martabat nasional dalam wujud negara Indonesia Merdeka, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (berdasarkan) Pancasila sebagai terkandung dalam UUD Proklamasi 45 seutuhnya. Karenanya, secara filosofis-ideologis dan konstitusional, NKRI dapat dinamakan ( dengan predikat) sebagai sistem kenegaraan pancasila sejajar dan analog dengan berbagai sistem kenegaraan bangsa-bangsa modern : negara liberalisme-kapitalisme, naziisme, sosialisme; zionisme, komunisme, theokratisme, dan fundamentalisme; — yang berkembang dalam kehidupan internasional.
Kedudukan nilai sistem filsafat pancasila (sistem ideology Pancasila ) demikian berfungsi sebagai asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik nasional, sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi yang memandu kehidupan bangsa Indoensia dalam integritas NKRI sebagai sistem kenegaraaan Pancasila. Maknanya, integritas moral (nilai) Pancasila secara konstitusional imperatif memberikan asas budaya dan moral politik nasional Indonesia.
Integritas sistem kenegaraan Pancasila terpancar dalam integritas asas moral dan budaya politik kebangsaan dan kenegaraan Indonesia, sebagai berikut :
1. Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: sila IV): sebagai sistem demokrasi Pancasila .
2. Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI.
3. Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai negara hukum Pancasila
4. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan kenegaraan RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral manusia warga negara dan politik kenegaraan RI.
5. Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungai seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia. Negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan: sila III-IV-V); dengan membudayakan sistem ekonomi kerakyatan sebagai pembudayaan asas Sila V (Ekonomi Pancasila) (M Noor Syam, 2000: XV, 3).
Integritas asas filosofis-ideologis demikian terjabar dalam UUD Proklamasi seutuhnya; karenanya kewajiban semua lembaga negara dan kepemimpinan nasional untuk melaksanakan amanat konstitusional dimaksud; terutama NKRI dengan identitas dan integritas sebagai negara demokratis dan negara hukum untuk menegakkan HAM dengan asas dan praktek budaya dan moral politik yang dijiwai moral filsafat Pancasila yang beridentitas theisme-religious—. Amanat konstitusional ini secara kenegaraan menegakkan asas moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab; dalam NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat) demi supremasi hukum dan keadilan serta keadilan sosial (oleh semua, untuk semua!).
2. Keunggulan Sistem Kenegaraan Pancasila dan
Kewajiban SDM Warganegara
Indonesia
Bagaimanapun keunggulan Indonesia Raya, baik alamiah (natural), maupun sosial-budaya (sosial-kultural); bahkan filosofis-ideologis dan konstitusional, senantiasa amat ditentukan oleh m a n u s i a rakyat dan bangsa Indonesia sebagai subyek penegak sistem kenegaraan Pancasila. Artinya, keunggulan sistem nilai dan sistem kenegaraan Pancasila ditentukan oleh factor SDM warganegara Indonesia sepanjang sejarah.
Sesungguhnya, dalam asas normatif filosofis-ideologis dan konstitusional secara universal, kesetiaan manusia sebagai warganegara berpusat dan ditentukan dalam kategori kesetiaan kepada :
1. Kesetiaan (loyalitas) kepada dasar negara (ideologi negara, ideologi nasional) yang menjiwai, melandasi dan memandu sistem kenegaraannya;
2. Kesetiaan (loyalitas) kepada UUD Negara (konstitusi, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis); dalam makna sebagai jabaran nilai fundamental dasar negara; dan
3. Kesetiaan (loyalitas) kepada cita-cita nasional (tujuan dan cita-cita bangsa) sebagai bangsa dan negara; yang wajib dijunjung untuk diwujudkan oleh semua warganegara.
Jadi, ketiga nilai kesetiaan (loyalitas) dimaksud secara universal berlaku imperatif (mengikat, memaksa) semua warganegara dan pejabat serta kelembagaan negara; termasuk hukum perundangan yang berlaku dalam wilayah kedaulatan hukum bangsa dan negaranya. Berdasarkan asas normatif kesetiaan ini, secara niscaya dididikan bagi generasi muda sebagai regenerasi warganegara melalui pendidikan kewarganegaraan (PPKn, Civics) termasuk kewajiban bela negara.
Tegak lestarinya kemerdekaan dan kedaulatan sistem kenegaraan Pancasila secara niscaya ditentukan oleh Indonesia, generasi demi generasi. Adalah kewajiban alamiah (kodrati) dan amanat kultural dan moral bagi generasi pendahulu (orang tua, keluarga, pemimpin bangsa) untuk mendidik dan mewariskan nilai-nilai luhur yang kita warisi kepada generasi penerus; mulai generasi muda (anak Indonesia) dan rakyat Indonesia pada umumnya.
Kewajiban dan amanat kultural dan moral ini dimulai dalam keluarga (ibu-bapak) demi masa depan anak keturunannya. Inilah visi-misi Pemberdayaan Anak Indonesia dalam rangka menegakkan Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila melalui amanat Nation and Character Building.
A. Amanat Konstitusional Sistem Kenegaraan Pancasila
Sistem kenegaraan Pancasila adalah warisan yang diamanatkan the founding fathers, khususnya PPKI kepada rakyat dan bangsa Indonesia seluruhnya…generasi demi generasi ! Karenanya, setiap pemimpin semua tingkatan (lokal, regional dan nasional) termasuk orang tua (keluarga, guru, pendidik, tokoh masyarakat, cendekiawan, budayawan, negarawan dan agamawan) senantiasa mengemban kewajiban sosial-kultural dan moral untuk mewariskan amanat konstitusional sistem kenegaraan Pancasila !
Sebagai bangsa modern, berbudaya dan beradab maka bagi rakyat Indonesia sebagai warganegara dalam sistem kenegaraan Pancasila tetap berlaku asas-asas universal diatas. Jadi, tiada seorangpun warganegara dan atau organisasi sosial politik mereka yang diberi kebebasan; dan atau merasa memiliki kebebasan untuk tidak terikat asas konstitusional yang imperatif itu; melainkan mereka dapat dikategorikan sebagai tidak setia (membelot, makar, mengkhianati) bangsa dan negaranya!
Demikianlah, asas normatif filosofis-ideologis dan konstitusional yang secara niscaya berlaku. Karenanya, bagi kaum penganut ideologi selain dasar Negara Pancasila (ideologi non-Pancasila, seperti : ideologi liberalisme-kapitalisme, ideologi marxisme-komunisme-atheisme) dikategorikan sebagai : mengkhianati dasar negaranya, dan atau makar ! Karena itulah, penganut ideologi marxisme-komunisme-atheisme yang bertentangan dengan dasar Negara Pancasila dan UUD 45 Pasal 29 khususnya, dapat dikategorikan sebagai tindak separatisme-ideologi; karenanya wajib kita larang —baik melalui metode persuasif, maupun tindakan ……………. dan atau pelarangan sebagaimana dimaksud Tap. MPRS No. XXV / MPRS / 1966 tentang : Larangan Penyebaran Faham Ajaran Marxisme-Komunisme dan Leninisme di Indonesia.
Demi integritas NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila dan demi SDM warganegara Indonesia sebagai pemilik, pewaris dan penegak sistem kenegaraan Pancasila, maka pendidikan nilai moral (filsafat, ideologi) dasar negara dan UUD negara kita adalah keniscayaan.
B. Visi-Misi Nation and Character Building.
Amanat Pembukaan UUD 45 : “……..untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ….. dijabarkan sebagai : Visi-Misi Nation and Character Building. Maknanya, kewajiban bangsa untuk mengembangkan kepribadian manusia yang berbudi luhur dan berpotensi unggul (pemberdayaan anak dan SDM Indonesia) seutuhnya : jasmani-rokhani, sebagai terlukis dalam skema berikut :
Skema 1: Melukiskan kepribadian MIS ( SDM Berkualitas) sebagai tujuan dan proses Pemberdayaan Anak Indonesia ( SDM regenerasi bangsa)
Skema 2: Melukiskan bagaimana hubungan manusia ( SDM warganegara) sebagai bangsa dengan alam-lingkungan-hidup sebagai sumber-daya-alam (ALH-SDA) dalam makna sebagai wilayah (kedaulatan) negara. Bagi bangsa Indonesia, ialah NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45.
Skema 3: Melukiskan SDM dalam dimensi kesemestaan (horisontal dan vertikal), dalam ikatan nilai : Natural-Fisika; Sosial-Kultural dan Kerokhanian Manusia (potensi spiritual dan religious) sebagai makluk unggul mulia dengan wawasan Supra-Natural dan Supra-Kultural. (sebagai fungsi kepribadiannya yang bermartabat).
Jelasnya dapat dihayati dalam tiap skema nilai dan makna yang terkandung dalam tiap komponen (pembinaan, pendidikan) kepribadian anak khususnya (warganegara Indonesia umumnya); sebagai proses pemberdayaan melalui praktek dan pembudayaan semua nilai dimaksud dalam tiap skema.
Misal : Klarifikasi skema 1 : KEPRIBADIAN MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA
(MIS)2
Terbentuk dalam komponen nilai :
A. Nilai dasar, meliputi : nilai sosio-budaya bangsa, filsafat hidup dan filsafat negara (pancasila) sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi.
B. Potensi Kodrati, meliputi : 7 potensi manusia; jasmani (indera); pikir, rasa, karsa, cipta, karya dan budinurani.
C. Sikap Dasar, untuk dikembangkan, dipraktekkan dan dibudayakan, meliputi : 7 sikap dasar hidup : sehat (makanan bergizi, olah raga teratur, istirahat cukup); rajin (belajar dan bekerja); hemat (hidup sederhana, bukan kikir); cermat (=telaten : belajar, menulis, menjawab ujian; bekerja dan hidup); disiplin (disiplin waktu : tepat waktu, hemat waktu); disiplin hukum, disiplin moral agama. Berani (berani karena benar; berani merintis pemikiran yang baik dan bersikap pelopor). Budinurani (hidup dengan prinsip senantiasa mendengarkan suara hatinurani / budinuraninya — jauh dari sikap iri dengki, dan konflik sosial maupun konflik psikologis.
D. Wawasan Dasar, meliputi : Hidup dalam asas keseimbangan (kebutuhan)
jasmani-rohani, demikian pula keseimbangan pribadi dan sosial (individu dan masyarakat); hidup dengan keyakinan untuk akhirat (dunia akhirat); wawasan kesejarahan (= menghargai masa lalu, menikmati masa kini demi masa depan); dan menghargai asas keseimbangan antara manusia (sebagai subyek) dengan alam (alam lingkungan hidup sebagai sumberdaya alam / ALH-SDA). Artinya kehidupan umat manusia tergantung kepada alam; karenanya kita wajib memelihara ALH-SDA.
E. Motivasi dan Tujuan : demi integritas bangsa dan NKRI berdasarkan dasar negara Pancasila dan UUD Proklamasi; demi kesatuan dalam kerukunan, kemakmuran dalam keadilan …… oleh semua untuk semua!.
Indonesia
Bagaimanapun keunggulan Indonesia Raya, baik alamiah (natural), maupun sosial-budaya (sosial-kultural); bahkan filosofis-ideologis dan konstitusional, senantiasa amat ditentukan oleh m a n u s i a rakyat dan bangsa Indonesia sebagai subyek penegak sistem kenegaraan Pancasila. Artinya, keunggulan sistem nilai dan sistem kenegaraan Pancasila ditentukan oleh factor SDM warganegara Indonesia sepanjang sejarah.
Sesungguhnya, dalam asas normatif filosofis-ideologis dan konstitusional secara universal, kesetiaan manusia sebagai warganegara berpusat dan ditentukan dalam kategori kesetiaan kepada :
1. Kesetiaan (loyalitas) kepada dasar negara (ideologi negara, ideologi nasional) yang menjiwai, melandasi dan memandu sistem kenegaraannya;
2. Kesetiaan (loyalitas) kepada UUD Negara (konstitusi, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis); dalam makna sebagai jabaran nilai fundamental dasar negara; dan
3. Kesetiaan (loyalitas) kepada cita-cita nasional (tujuan dan cita-cita bangsa) sebagai bangsa dan negara; yang wajib dijunjung untuk diwujudkan oleh semua warganegara.
Jadi, ketiga nilai kesetiaan (loyalitas) dimaksud secara universal berlaku imperatif (mengikat, memaksa) semua warganegara dan pejabat serta kelembagaan negara; termasuk hukum perundangan yang berlaku dalam wilayah kedaulatan hukum bangsa dan negaranya. Berdasarkan asas normatif kesetiaan ini, secara niscaya dididikan bagi generasi muda sebagai regenerasi warganegara melalui pendidikan kewarganegaraan (PPKn, Civics) termasuk kewajiban bela negara.
Tegak lestarinya kemerdekaan dan kedaulatan sistem kenegaraan Pancasila secara niscaya ditentukan oleh Indonesia, generasi demi generasi. Adalah kewajiban alamiah (kodrati) dan amanat kultural dan moral bagi generasi pendahulu (orang tua, keluarga, pemimpin bangsa) untuk mendidik dan mewariskan nilai-nilai luhur yang kita warisi kepada generasi penerus; mulai generasi muda (anak Indonesia) dan rakyat Indonesia pada umumnya.
Kewajiban dan amanat kultural dan moral ini dimulai dalam keluarga (ibu-bapak) demi masa depan anak keturunannya. Inilah visi-misi Pemberdayaan Anak Indonesia dalam rangka menegakkan Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila melalui amanat Nation and Character Building.
A. Amanat Konstitusional Sistem Kenegaraan Pancasila
Sistem kenegaraan Pancasila adalah warisan yang diamanatkan the founding fathers, khususnya PPKI kepada rakyat dan bangsa Indonesia seluruhnya…generasi demi generasi ! Karenanya, setiap pemimpin semua tingkatan (lokal, regional dan nasional) termasuk orang tua (keluarga, guru, pendidik, tokoh masyarakat, cendekiawan, budayawan, negarawan dan agamawan) senantiasa mengemban kewajiban sosial-kultural dan moral untuk mewariskan amanat konstitusional sistem kenegaraan Pancasila !
Sebagai bangsa modern, berbudaya dan beradab maka bagi rakyat Indonesia sebagai warganegara dalam sistem kenegaraan Pancasila tetap berlaku asas-asas universal diatas. Jadi, tiada seorangpun warganegara dan atau organisasi sosial politik mereka yang diberi kebebasan; dan atau merasa memiliki kebebasan untuk tidak terikat asas konstitusional yang imperatif itu; melainkan mereka dapat dikategorikan sebagai tidak setia (membelot, makar, mengkhianati) bangsa dan negaranya!
Demikianlah, asas normatif filosofis-ideologis dan konstitusional yang secara niscaya berlaku. Karenanya, bagi kaum penganut ideologi selain dasar Negara Pancasila (ideologi non-Pancasila, seperti : ideologi liberalisme-kapitalisme, ideologi marxisme-komunisme-atheisme) dikategorikan sebagai : mengkhianati dasar negaranya, dan atau makar ! Karena itulah, penganut ideologi marxisme-komunisme-atheisme yang bertentangan dengan dasar Negara Pancasila dan UUD 45 Pasal 29 khususnya, dapat dikategorikan sebagai tindak separatisme-ideologi; karenanya wajib kita larang —baik melalui metode persuasif, maupun tindakan ……………. dan atau pelarangan sebagaimana dimaksud Tap. MPRS No. XXV / MPRS / 1966 tentang : Larangan Penyebaran Faham Ajaran Marxisme-Komunisme dan Leninisme di Indonesia.
Demi integritas NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila dan demi SDM warganegara Indonesia sebagai pemilik, pewaris dan penegak sistem kenegaraan Pancasila, maka pendidikan nilai moral (filsafat, ideologi) dasar negara dan UUD negara kita adalah keniscayaan.
B. Visi-Misi Nation and Character Building.
Amanat Pembukaan UUD 45 : “……..untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ….. dijabarkan sebagai : Visi-Misi Nation and Character Building. Maknanya, kewajiban bangsa untuk mengembangkan kepribadian manusia yang berbudi luhur dan berpotensi unggul (pemberdayaan anak dan SDM Indonesia) seutuhnya : jasmani-rokhani, sebagai terlukis dalam skema berikut :
Skema 1: Melukiskan kepribadian MIS ( SDM Berkualitas) sebagai tujuan dan proses Pemberdayaan Anak Indonesia ( SDM regenerasi bangsa)
Skema 2: Melukiskan bagaimana hubungan manusia ( SDM warganegara) sebagai bangsa dengan alam-lingkungan-hidup sebagai sumber-daya-alam (ALH-SDA) dalam makna sebagai wilayah (kedaulatan) negara. Bagi bangsa Indonesia, ialah NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45.
Skema 3: Melukiskan SDM dalam dimensi kesemestaan (horisontal dan vertikal), dalam ikatan nilai : Natural-Fisika; Sosial-Kultural dan Kerokhanian Manusia (potensi spiritual dan religious) sebagai makluk unggul mulia dengan wawasan Supra-Natural dan Supra-Kultural. (sebagai fungsi kepribadiannya yang bermartabat).
Jelasnya dapat dihayati dalam tiap skema nilai dan makna yang terkandung dalam tiap komponen (pembinaan, pendidikan) kepribadian anak khususnya (warganegara Indonesia umumnya); sebagai proses pemberdayaan melalui praktek dan pembudayaan semua nilai dimaksud dalam tiap skema.
Misal : Klarifikasi skema 1 : KEPRIBADIAN MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA
(MIS)2
Terbentuk dalam komponen nilai :
A. Nilai dasar, meliputi : nilai sosio-budaya bangsa, filsafat hidup dan filsafat negara (pancasila) sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi.
B. Potensi Kodrati, meliputi : 7 potensi manusia; jasmani (indera); pikir, rasa, karsa, cipta, karya dan budinurani.
C. Sikap Dasar, untuk dikembangkan, dipraktekkan dan dibudayakan, meliputi : 7 sikap dasar hidup : sehat (makanan bergizi, olah raga teratur, istirahat cukup); rajin (belajar dan bekerja); hemat (hidup sederhana, bukan kikir); cermat (=telaten : belajar, menulis, menjawab ujian; bekerja dan hidup); disiplin (disiplin waktu : tepat waktu, hemat waktu); disiplin hukum, disiplin moral agama. Berani (berani karena benar; berani merintis pemikiran yang baik dan bersikap pelopor). Budinurani (hidup dengan prinsip senantiasa mendengarkan suara hatinurani / budinuraninya — jauh dari sikap iri dengki, dan konflik sosial maupun konflik psikologis.
D. Wawasan Dasar, meliputi : Hidup dalam asas keseimbangan (kebutuhan)
jasmani-rohani, demikian pula keseimbangan pribadi dan sosial (individu dan masyarakat); hidup dengan keyakinan untuk akhirat (dunia akhirat); wawasan kesejarahan (= menghargai masa lalu, menikmati masa kini demi masa depan); dan menghargai asas keseimbangan antara manusia (sebagai subyek) dengan alam (alam lingkungan hidup sebagai sumberdaya alam / ALH-SDA). Artinya kehidupan umat manusia tergantung kepada alam; karenanya kita wajib memelihara ALH-SDA.
E. Motivasi dan Tujuan : demi integritas bangsa dan NKRI berdasarkan dasar negara Pancasila dan UUD Proklamasi; demi kesatuan dalam kerukunan, kemakmuran dalam keadilan …… oleh semua untuk semua!.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sumber Daya Manusia merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Kaitannya dengan pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, SDM masyarakat Indonesia pun bertumpu dan bersumber dari pancasila sebagai tatanan kehidupan bangsa. Maka jelas bahwa potensi yang dimiliki setiap individu di Indonesia harus selalu berdasarkan / berasaskan terhadap pancasila dengan segala nilai-nilainya, karena pancasila merupakan dasar kehidupan bangsa dan cara hidup bangsa Indonesia.
B. Kritik
Penyusun menyadari dalam pembuatan Makalah ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik utuk kemajuan penyusun dimasa yang akan datang.
C. Saran
Penyusun mengharapkan semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan umat manusia pada khususnya bagi penyusun sendiri
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sumber Daya Manusia merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Kaitannya dengan pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, SDM masyarakat Indonesia pun bertumpu dan bersumber dari pancasila sebagai tatanan kehidupan bangsa. Maka jelas bahwa potensi yang dimiliki setiap individu di Indonesia harus selalu berdasarkan / berasaskan terhadap pancasila dengan segala nilai-nilainya, karena pancasila merupakan dasar kehidupan bangsa dan cara hidup bangsa Indonesia.
B. Kritik
Penyusun menyadari dalam pembuatan Makalah ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik utuk kemajuan penyusun dimasa yang akan datang.
C. Saran
Penyusun mengharapkan semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan umat manusia pada khususnya bagi penyusun sendiri
DAFTAR
PUSTAKA
Laboratorium
Pancasila. 1981. Pancasila dalam Kedudukan dan Fungsinya sebagai Dasar Negara
dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional.
Kaelan,
M.S. 2008. “ Pendidikan Pancasila”. PARADIGMA. Yogyakarta.
Djamal,D.1986.Pokok-Pokok
Bahasan Pancasila.Bandung: Remadja Karya.
0 komentar